Thursday, October 14, 2021

Tuti Ismail

Semanis Nastar Wandini


Wandini memandang penuh hamparan kebun Nanas di hadapannya. Kebun seluas 2 hektar yang seminggu lagi akan panen raya itu milik Ayah tercintanya. Wandini terngiang kata-kata Ayahnya lima belas tahun yang lalu saat mereka berdua menghabiskan senja di kebun Nanas,”Mbak, di tanganmu kebun nanas ini tidak hanya akan menghasilkan nanas. Lebih dari itu. Percayalah!”

Meski tidak memahami, Wandini mengamini kata-kata Ayahnya. Rasa sayang pada lelaki yang paling dicintanya di dunia seketika memenuhi dadanya. Ia jadi teringat saat pertama menginjakkan kaki di tempat ini.

Ayah Wandini seorang pensiunan bintara polisi. Pada November 1993, 2 bulan selepas memasuki masa pensiunnya ia memboyang seluruh keluarganya termasuk Wandini menaiki KM Bukit Raya. Setelah melintasi Laut Jawa dan mabuk laut selama 4 hari 20 jam akhirnya mereka tiba juga di Pelabuhan Dwikora. Sebuah kabupaten di Kalimantan Barat yang bernama Mempawah menjadi tujuan akhir mereka.

Sejujurnya meski saat itu tengah duduk di bangku kelas 2 SMP, Wandini belum pernah mendengar nama Mempawah. Karenanya dahinya berkerut sangat dalam kala dua bulan sebelum keberangkatan Ayahnya mengutarakan niatnya mengikuti program transmigrasi dan pindah ke sana.

Dari cerita Ibu akhirnya Wandini tahu bahwa sejak lama Mempawah telah menempati ruang  khusus di hati Ayah. Mempawah dengan segala kesederhanaannya telah memeluk hangat seorang bintara muda bernama Agus Wandono pada pengabdian pertamanya sebagai polisi. Agus Wandono tidak lain adalah Ayah Wandini.

Bermodal tekat dan ketekunan serta kesabaran Ibu yang setia mendampingi, baru pada tahun ketiga Ayahnya menemukan “jodoh”. Nanas menjadi petualangan terakhirnya sekaligus pembuka jalan rejeki bagi keluarganya.
Sukses yang diraih Ayah Wandini bukan jadi miliknya seorang. Suksesnya jadi cahaya bagi masyarakat Mempawah. Tidak perlu waktu lama, Nanas Mempawah yang besar, manis dan kaya air dengan mudah mencuri hati masyarakat Mempawah.

Tepat di tahun ke tiga setelah panen raya Ayah mengirim Wandini kembali ke Jawa. Permintaan Ayah saat itu sederhana saja,”Mbak, Ayah ingin nanas kita bisa dinikmati semua orang, kapanpun dan di mana pun mereka berada. Belajarlah kamu ke tanah Jawa.” Dengan kapal yang sama dengan yang ia gunakan Ketika tiba di Kalimantan, Wandini  menjemput mimpi besar Ayahnya.

Benar saja, selepas menyandang gelar sebagai ahli gizi Wandini muda menunaikan janjinya. Dengan penuh perhitungan ia hanya menjual tiga perempat hasil panen ke pasar, sisanya ia olah menjadi selai.

Berangsur-angsur Nanas segar hasil panen hanya seperempat yang dilempar ke pasar. Ketika selai Nanas botolan berhasil menembus pasar di luar Kalimantan Barat, Wandini memperkenalkan produk barunya, yakni Nastar.
Wandini mengubah garasi rumahnya menjadi pusat produksi Nastar. Ia latih teman-temannya hingga piawai membuat Nastar. Dan merespon antisias pasar tak lama berselang sebuah bagunan permanen yang lebih tepat disebut sebagai pabrik Nastar berdiri kokoh di samping rumah Ayahnya.   

Berkat Wandini masyarakat Mempawah tidak perlu menunggu lebaran tiba untuk bisa mencicipi manisnya Nastar. Bahkan saban hari siapa saja yang melintasi kampung tempat Wandini bermukim bisa mencium harum butter dari adonan nastar yang sedang dipanggang. Atau wangi Nanas yang sedang diolah menjadi selai.

Nastar Wandini yang harum serta selai Nanasnya yang legit dan manis secara cepat membuat banyak orang jatuh cinta. Mimpi Ayah jadi nyata, Nanas dari kebunnya sekarang bisa dinikmati siapa saja, kapan saja dan  di mana saja mereka berada. Bermula dari sukses Wandini, perlahan masyarakat Mempawah pun jadi pandai membuat makanan dari olahan buah Nanas.

Melihat sepak terjang putrinya, Ayah menghadiahkan tepukan penuh kasih di bahu kanan Wandini. Tepukan itu lebih dari ribuan kata. Wandini membalasnya dengan menyandarkan kepalanya ke bahu Ayah. Sungguh, tak terbantahkan Wandini mewarisi bulat-bulat kegigihan Ayahnya dan juga kesabaran Ibunya.

Hilang sudah kekhawatiran harga Nanas akan jatuh saat panen raya tiba. Sirna pula segala cemas Ayah dan para petani kalau-kalau Nanas membusuk lantaran terlalu melimpah di pasar.

Kampung tempat Wandini tinggal seketika terkenal serupa dengan jalan Pathok di Yogyakarta yang jadi sentra produksi Bakpia. Hasil kerja keras yang manis, semanis Nastar Wandini.

---
Jakarta, 13 Okt 2021

Read More