Monday, June 19, 2017

Tuti Ismail

Pajak Kita Dinanti


Saya kehabisan kata-kata. 

"Sudah berbulan-bulan surat himbauan dan telepon dari saya dicuekin. Padahal surat himbauan dan penjelasan via telepon sudah sangat jelas dan mudah dipahami. Secara profil dia juga sangat likuid. Punya kemampuan untuk membayar. Saya yakin," keluh kawan saya di kantor. Jika sekarang orang yang kerap kami bicarakan itu hadir di hadapan kami tentu seperti yang saya bilang, saya kehabisan kata-kata. 

Saya mulai merangkai-rangkai kalimat apa yang tepat untuk disampaikan kepadanya. Selama satu tahun pajak yang lalu Wajib Pajak yang satu ini melakukan penyerahan Barang Kena Pajak (BKP) yang terutang PPN dan BKP yang atas penyerahannya dibebaskan dari pengenaan PPN, sementara seluruh pajak masukannya dikreditkan. Padahal kalau menengok Pasal 16B ayat (3) UU PPN, Pajak Masukan yang dibayar untuk perolehan Barang Kena Pajak dan/atau perolehan Jasa Kena Pajak yang atas penyerahannya dibebaskan dari pengenaan Pajak Pertambahan Nilai tidak dapat dikreditkan. 

Jika alasannya karena kesulitan memisahkan Pajak Masukan atas perolehan BKP/JKP mana saja yang berkaitan dengan penyerahan BKP/JKP yang terutang PPN dan dibebaskan sebenarnya Pasal 2, 3 dan 5 Permenkeu Nomor 35/PMK.01/2014 telah memberikan pedoman tinggal dihitung secara proporsional saja sebanding dengan penyerahan yang dilakukan,  

Pajak Masukan untuk Penyerahan yang Terutang Pajak tidak dapat diketahui dengan pasti, jumlah Pajak Masukan yang dapat dikreditkan untuk Penyerahan yang Terutang Pajak dihitung dengan menggunakan pedoman penghitungan Pajak Masukan yang dapat dikreditkan. 
Pedoman penghitungan Pajak Masukan yang dapat dikreditkan sebagaimana dimaksud adalah :
P = PM x Z

dengan ketentuan :
P adalah jumlah Pajak Masukan yang dapat dikreditkan;
PM adalah jumlah Pajak Masukan atas perolehan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak;
Z adalah persentase yang sebanding dengan jumlah Penyerahan yang Terutang Pajak terhadap penyerahan seluruhnya.

Pajak Masukan yang dapat dikreditkan dari hasil penghitungan kembali, diperhitungkan dengan Pajak Masukan yang dapat dikreditkan pada suatu Masa Pajak, paling lama pada bulan ketiga setelah berakhirnya tahun buku.

Kebenaran selalu menemukan jalannya sendiri bukan ?

“Iya Bu, saya paham. Ibu Meiza memang sudah memberi tahu saya berulang kali soal ini. Saya memang keliru, akan segera betulkan laporan pajak saya dan bayar kekurangannya,” katanya. Andai saja pemberitahuan dari kami segera direspon sejak awal tahun lalu pastilah nggak akan begini kejadiannya. Wajib Pajak tentu tidak harus dikenakan sanksi terlambat bayar. Lebih lanjut dia sampaikan, bersyukur ada amnesti pajak, kalau tidak berapa mesti bayar pajak dan sanksinya untuk tahun pajak yang lalu-lalu. “Anggaplah ini urunan dari saya untuk  memuluskan jalan dari Putussibau ke Nanga Badau. Kalau dipikir-pikir sebenarnya saya pun tak akan sanggup kalau diminta membangun jalan raya di depan rumah saya.”

Saya tersenyum. 

Kota Putussibau adalah adalah daerah paling ujung di Kalimatan Barat yang merupakan ibukota kabupaten Kapuas Hulu. Sementara itu, Nanga Badau juga di Kalimantan Barat yang berbatasan langsung dengan negara tetangga (Malaysia). Jalan yang sedang dibangun dari Putussibau  menuju Nanga Badau sepanjang 170 km, yang direncanakan rampung pada akhir 2017.

Pajak kita tidak hanya dinanti oleh jalan dari Putussibau ke Nanga Badau, tapi juga diimpikan oleh banyak jalan lain di seluruh nusantara.

Belalang Sipit
19062017

Read More

Sunday, June 11, 2017

Tuti Ismail

"Bandwagon Effect" dan Pemantik Api Perubahan

Hujan lebat mengguyur Pontianak ketika saya tiba di Bandara Supadio. Butiran-butiran air dari langit menubruk dinding kaca ruang tunggu bandara, lalu meleleh seperti air mata sepasang kekasih yang disiksa rasa rindu. Waktu menunjukkan pukul 16.00 wib. Tiba-tiba seorang ibu dengan tiga anaknya yang masih balita mencolek lengan saya. "mau ke Jakarta juga ?" Saya mengangguk. Dia menunjukkan selembar boarding pass,  menunjukkannya pada saya.  "Saya baru pertama kali naik pesawat hanya bersama anak-anak, biasanya dengan suami. " Saya melihat ketiga anaknya yang masih balita, salah satunya mungkin baru saja bisa berjalan. "Penerbangan Ibu sama dengan sama. Belum ada pengumuman boarding, nanti kalau sudah ada saya beritahu ya." Si ibu sepertinya mendapatkan jawaban yang diinginkannya. Dia tersenyum.

Saya mengalihkan pandangan ke arah pintu gate 3. Beberapa penumpang membentuk 2 baris memanjang berdiri di depan gate 3. Rasanya telinga saya belum tuli. Tidak ada terdengar pengumuman untuk segera boarding. Tapi tanpa pikir panjang saya beranjak dari kursi dan bergabung dengan barisan itu,  begitu pula ibu di samping sama. Anaknya yang tiga orang mengekor di belakangnya. Satu menit kemudian berisan telah panjang seperti seekor ular kembar.

Sepuluh menit sudah kami berdiri, sebagian terlihat mulai gelisah. Barisan tidak juga beringsut maju. Saya tengok ke depan.  Baaahh !!! pintu gate 3 ternyata masih tertutup rapat dan petugas penyobek boarding pass pun belum kelihatan. Saya tersadar telah terpedaya.

"Memang tadi dah ada panggilan boarding,  Mbak ?"
"Kayanya sih belum.  Saya belum dengar."
"Lah ngapain kita trus berdiri di sini ya. "
"Hehe iya ya.  Habis tadi banyak yang sudah mulai baris sih. Saya sih ikut-ikutan saja."

Saya dan orang-orang dalam barisan itu telah dijangkiti apa yang disebut "bandwagon effect."

Eksperimen yang sama untuk membuktikan teori tersebut sebenarnya pernah saya lihat dalam acara Brain Games di National Geographic Chanel. Seseorang berdiri dalam sebuat garis antrian di sebuah mall, lalu diikuti orang lain dan jumlahnya terus bertambah padahal mereka tidak saling mengenal bahkan tidak mengetahui antrian tersebut untuk apa.

Sore itu saya membuktikan sendiri bagaimana teori itu bekerja.

"Bandwagon effect"  adalah kondisi di mana orang-orang cenderung mengikuti perilaku,  gaya,  bahkan cara berbicara orang lain hanya karena semua orang melakukan itu. Efek bandwagon ini merupakan bagian dari bias kognitif yang dialami banyak orang secara bersamaan. Bias kognitif ini merupakan pemikiran yang dipengaruhi karena sesuatu tersebut dilakukan oleh orang banyak. Maka,  tidak heran jika satu tren (contoh tren berbusana dan musik) atau perilaku tertentu bisa diikuti oleh begitu banyak orang.

Efek bandwagon ini juga sering terjadi karena kita cenderung ingin menjadi sama seperti banyak orang.

Apakah bandwagon effect dapat mempengaruhi sebuah sebuah proses perubahan ? Jawabannya adalah "ya"

Bandwagon effect sesungguhnya adalah sebilah pisau yang sangat tajam, kegunaannya bergantung pada siapa dan apa tujuan dari yang menggenggamnya. Dengan selalu memelihara pikiran positif, bandwagon effect adalah sebuah kabar baik dan senjata ampuh bagi sebuah proses perubahan. Dengan cara yang benar, Ditjen Pajak sebagai institusi yang sedang dalam proses perubahan dapat mengendalikan bandwagon effect  dengan cara merangkul banyak sukarelawan sebagai agent of change. Dengan berpegang pada values organisasi, kamu dan mungkin juga saya sebagai penghuni rumah besar yang bernama Ditjen Pajak ini tentu dapat mengambil peran ini,  peran sebagai pemantik api perubahan.

Belalang Sipit
11062017
Read More
Tuti Ismail

Seperti Air

Gambar by pixabay

Selembar surat memisahkan saya dan orang yang saya cintai. Setelah selesai mengucap istighfar dan hamdalah saya lihat bapak berusaha  menguasai dirinya. Sejurus kemudian ia lalu berkata, "kamu pasti bisa. Sebagai anak polisi kamu pasti kuat !"

Alamakkk ...

Saya tertawa, pun demikian ibu saya.  Kalimat pertama saya sepakat, tapi kalimat kedua jelas lebay. Sambil bergumam ibu saya bilang, "yang polisi kan,  Bapak. Anak saya kan bukan." Saya senggol ibu saya supaya tidak melanjutkan kata-katanya lagi,  khawatir akan terdengar oleh bapak. Saya tidak mau membuatnya gusar.

****

Manusia itu seperti air,  dituang ke dalam botol ia akan sebangun dengan botol. Diletakkan di dalam mangkok, ia akan sebentuk dengannya. Tidak perduli dia anak (mantan) polisi, tidak perduli siapapun bapak atau ibunya. Manusia pasti dan memang ditakdirkan mempunyai kemampuan untuk menyesuaikan diri.

Jadi itulah alasan kenapa siapapun ketika menyongsong takdirnya tidak perlu takut menghadapinya, hadapi saja sebab pasti ada jalan. "Jika di depanmu ada sebuah tembok tinggi, pasti kamu punya cara untuk sampai ke seberang. Mbuh piye carane," bijak  bapak saya berkata.

****

Mbuh piye carane....

Seperti cinta lama bersemi kembali,  saya tertawa sendiri bila teringat pengalaman puluhan tahun yang lalu di Pangandaran. Petuah bapak saya itu bekerja dan tak terbantahkan sedikitpun.  Petuah yang entah kapan  bisa saya dengar lagi.  

Suatu hari 25 tahun yang lalu di Pangandaran, saya tengah berlibur dengan sahabat-sahabat saya. Kami menginap di salah satu rumah nenek sahabat kami. Ketika siang itu kami berjalan di pekarangan, 2 ekor Soang mengejar kami.  Lehernya yang panjang terjulur dan paruhnya yang lebar dan keras siap nyosor.

Kami menjerit,  panik dan berlari tunggang langgang. Hampir menangis karena tidak ada jalan untuk menghindar.  Sebuah pagar setinggi  hampir  1 m terbentang di hadapan. Hanya melompatinya lah jalan satu-satunya untuk selamat.  Tanpa dikomando  dengan sekali lompatan kami melintasi tembok itu. Setelah sampai kami cuma bisa geleng-geleng kepala,  kok ya bisa lompati tembok setinggi itu.  Meskipun kalau diputar ulang adegan itu pasti lebih keren dari pada  pertandingan para pelari gawang  (FYI ketinggian gawang pada lari gawang adalah 3 kaki (1,067 meter)), saya sih tidak mau mengulanginya lagi hehe
Deg deg kan euy...

Maka jadilah seperti air, pandailah menyesuaikan diri.  Bukankah Allah memang menjadikan kita dari setetes air mani ?

QS. Ghafir [40] : 67

هُوَ ٱلَّذِى خَلَقَكُم مِّن تُرَابٍ ثُمَّ مِن نُّطْفَةٍ ثُمَّ مِنْ عَلَقَةٍ ثُمَّ يُخْرِجُكُمْ طِفْلًا ثُمَّ لِتَبْلُغُوٓا۟ أَشُدَّكُمْ ثُمَّ لِتَكُونُوا۟ شُيُوخًا ۚ وَمِنكُم مَّن يُتَوَفَّىٰ مِن قَبْلُ ۖ وَلِتَبْلُغُوٓا۟ أَجَلًا مُّسَمًّى وَلَعَلَّكُمْ تَعْقِلُونَ

Dialah yang menciptakan kamu dari tanah kemudian dari setetes mani, sesudah itu dari segumpal darah, kemudian dilahirkannya kamu sebagai seorang anak, kemudian (kamu dibiarkan hidup) supaya kamu sampai kepada masa (dewasa), kemudian (dibiarkan kamu hidup lagi) sampai tua, di antara kamu ada yang diwafatkan sebelum itu. (Kami perbuat demikian) supaya kamu sampai kepada ajal yang ditentukan dan supaya kamu memahami(nya).

Belalang Sipit
08062017


Read More

Monday, June 5, 2017

Tuti Ismail

Semangkuk Biji Salak TIruan



"Ini ada sisa tepung ketan, mau dibuat apa ?" tanya sepupu saya suatu hari.
Ahaaaa saya pikir inilah saatnya saya bisa ikutan merasakan "kemewahan" itu. Saat-saat bersama anak-anak adalah  kemewahan yang saya maksud.  

Saya lihat tepung ketan sisa anak sulung praktek bikin klepon masih lumayan banyak,  cukuplah untuk bikin kolak biji salak. Kebetulan si bungsu suka dengan peganan yang satu itu.

"Dek kita bikin kolak biji salak yuk," ajak saya.  "Ayooo," jawab dia antusias. Saya mengambil selembar dua puluh ribuan dan menyodorkan padanya, "ke warung ya Dek, beli santan kara sama gula merah. Jangan lupa petik daun pandan di depan rumah." "Ok,  Ma.  Tapi yang ke pasar beli salak Mama ya," jawab dia sambil ngeloyor pergi. "Lah salak buat apa ?" tanya saya.  Anak itu menghentikan langkahnya dan balik lagi menghampiri saya. "Katanya kita mau bikin kolak biji salak. Gimana sih Mama, ya mesti beli salaknya dulu kaleee. Memangnya kita mau bikin biji salak tiruan ? " kata dia sambil tertawa.

Idih banget /-$(?*@?
Dia kira bikin kolak biji salak dari "biji salak" beneran yang dimasak sampai empuk 😂😂😂

Sekarang ganti saya yang tertawa terbahak-bahak, tertawa pedih sebenarnya. Rupanya saya telah melewatkan banyak hal.

Sekarang kamu percaya kan, kalau kemewahan tidak melulu soal uang ??

Belalang Sipit
05062017
Read More
Tuti Ismail

Seikat Kilat Untuk Lilin Ulang Tahunmu



Suatu hari kami sekeluarga pergi ke toko buku. Seorang anak saya membeli sebuah novel yang bentuknya lebih mirip bantal karena begitu tebalnya. Taiko karya Eiji Yoshikawa sebuah novel epik yang bercerita tentang perang dan kejayaan kekaisaran Jepang. Novel setebal 926 halaman. Sudah selesai di baca  ? Belummm...  Saking sayangnya saya malas beranjak dari bab 1, mengulang-ulangnya terus sampai merasa sayalah jagoan dalam novel itu.

Saking asiknya membaca,  pada beberapa novel yang saya baca seringkali merasa kemarin masih di bab 5 tiba-tiba sekarang sudah di bab 12. Sempat curiga jangan-jangan ada yang iseng memindahkan pembatas buku itu atau lembar demi lembar halaman telah ditiup angin sore pelabuhan,  meski nyatanya tidak begitu.

Pada beberapa kejadian yang terlampau menyenangkan waktu memang seperti sekelebat kilat. Niat hati mengikat pangkalnya untuk menyalakan lilin di atas kue ulang tahun si bungsu,  tapi apa daya mata hanya sanggup menangkap ujungnya.

Selamat ulang tahun Dek, berlembar-lembar kisahmu terlampau cepat berganti. Tidak pernah bosan untuk  mengingat-ingat setiap lembarnya.

Kemarin malam Pontianak hujan,  ujung kilat yang semalam mama tangkap dari langit Pontianak sudah mama ikat,  mama simpan rapi dalam kotak makanan mu yang terbawa minggu lalu.  Jumat nanti kita keluarkan ya...  Kita nyalakan lilin di atas kue ulang tahunmu yang ke 12.

Be nice  ...

Belalang Sipit
06062017
Read More