Friday, December 8, 2017

Tuti Ismail

Belajar Dari Mereka Yang Sukses


Jumat (08/12) pagi tadi kantor tempat saya bekerja  mengambil peran untuk mendorong perkembangan bisnis para pelaku Usaha Kecil dan Menengah (UKM)  di Kota Pontianak dalam kegiatan Business Development Services (BDS).  Salah satu hal penting yang dibutuhkan seorang pengusaha terlebih pengusaha pemula (start-up) adalah adanya pasokan informasi berkaitan dengan pengembangan usaha.

Menghadirkan salah pelaku usaha kuliner sukses di kota ini,  Imanullah, pemilik rumah makan Ayam Penyet Pegasus. Sekitar 100 pengusaha UKM hadir memadati tenda yang kami sediakan di halaman kantor. Serius mendengarkan kiat-kiat agar UKM bisa naik kelas dengan cepat dan dahsyat.



Terdapat tiga kiat yang disampaikan (fokus pada USP),yaitu :
- produk yang dipasarkan mesti memiliki nilai tambah,  perbedaan dan unik (Ultimate advantage),
- Sensational offer,
- Powerful promise.

Semua hadirin mendengarkan dengan serius. Semisal saya yang berdiri di atas panggung ceritanya pasti akan berbeda, karena saya tidak pernah berkecimpung dalam bidang itu. Bagaimana bisa memberi kiat-kiat sukses,  jika berbisnis pun tak pernah. Memang kerupuk tetaplah kerupuk, meski barangnya itu-itu juga tapi jelas kurang kriuk-kriuk.  Meskipun apa yang disampaikan telah ditulis oleh Tung Desem Waringin dalam bukunya yang berjudul  Marketing Revolution, cerita dari mereka yang telah lebih dulu sukses di bidangnya tentu lebih menarik dari pada yang hanya memahami dari teori-teori saja.

Tung Desem Waringin mengatakan istilah USP diperkenalkan lebih dulu oleh Mark Victor Hansen dan Robert G Allen dalam bukunya yang berjudul One Minute Millionare.

Kembali ke soal kiat-kiat sukses, seorang pelaku usaha harus memikirkan kelebihan produknya dibanding produk sejenis lainnya. Misalkan rumah makan Ayam Penyet Pegasus mempunyai produk andalan yaitu pada olahan ayam penyetnya. Bebek Bejo milik rekan saya, Lukman,  menawarkan keungulan pada sambalnya. Strategi ini yang disebut ultimate advantage.

Beberapa hari lalu saya makan malam di rumah makan Ayam Penyet Pegasus.  Pada saat mencatat order dia menawarkan diskon 20% jika saya berstatus sebagai PNS.  Tidak perlu membawa SK Pengangangkatan sebagai PNS,  cukup tunjukkan identitas saja. Wow ! Diskon 20%. Inilah yang disebut Tung Desem sebagai sensational offer.  Sama dengan yang dilakukan Rumah Makan Bebek Bejo saat pembukaan salah satu cabangnya,  diskon 90%. Meski diskon tidak dilakukan sepanjang waktu (menetapkan limit  juga harus dilakukan agar mendorong pelanggan mengambil kesempatan yang ditawarkan dengan segera), strategi ini membuat para  pembeli merasa "bejo" dan bersedia untuk malipir  mencoba produknya.

Ketika seorang pelanggan ingin membeli produk yang kita tawarkan sebenarnya akan selalu muncul pertanyaan dalam benaknya, "apakah produk ini layak saya beli ?" Seorang pengusaha harus dapat meyakinkan bahwa produknya layak dibeli. Tunjukkan keseriusan dengan berani memberi garansi uang kembali (money back guarantee). Pedagang Durian di daerah Sungai Jawi telah menerapkan strategi ini.  "Kalau Durian yang Kakak pilih tidak enak,  busuk atau asam silahkan tukar dengan yang baru," begitu promise-nya.  Ketika Durian yang saya santap asam  sebagian dia tidak ragu menepati janjinya. Promise yang ia ditawarkan kepada pelanggan sangat powerful. Besok,  lusa atau tahun depan jika masih di Pontianak saya tidak akan ragu kembali ke lapaknya kalau sedang kepingin Durian.

Buat para pebisnis, ingat ! Fokus pada USP, Ultimate advantage, Sensational offer dan Powerful promise.

Belalang
Pontianak



Read More

Sunday, November 19, 2017

Tuti Ismail

Ibu (Harus) Profesional



Pagi tadi (19/11) saya "terjebak" di antara para mahmud alias mama muda yang cantik-cantik. Memenuhi ruang pertemuan Dinas Pendidikan Pemprov Kalbar,  para mahmud ini belajar mendongeng. Pun demikian dengan saya, meski entah kapan ilmu yang didapat akan dipraktekkan. Simpan saja dulu. Di pangkuan para ibu,  dan sebagian di dalam gendongan para ayah anak-anak belajar mendengarkan dongeng.

Seperti disampaikan Schank (1999) "human memory is story-based", karenanya mendongeng adalah salah satu teknik komunikasi yang efektif.

Dalam hati saya mbatin,  ibu-ibu jaman sekarang luar biasa banget semangat belajarnya. Beda sama saya jaman dulu. Jangankan soal beginian,  semangat memberi ASI jauh lebih bagus sekarang.

Seorang pendongeng dari Kampung Dongeng (Singkawang), Kak Ega hadir sebagai narasumber. Tentukan tema, jalan cerita, konflik dan penutup. Agar dongeng pada anak usia dini efektif,  jangan lupa untuk menggunakan intonasi suara yang tepat dan alat bantu yang menarik,  seperti boneka atau musik.

Sebenernya saya mau mlipir, trus keluar kalau saja Kak Ega nggak keburu bilang  dongeng tidak mengenal usia. Anak saya kan dah bujangan. "Anak SMA pun bisa  didongengin," kata Kak Ega.  "Perbedaan dongeng untuk orang dewasa  dan anak-anak terletak pada temanya."

"Great marketers tell stories we believe” –Godin (2009). Sebagai bukti bahawa dongeng atau story telling adalah teknik komunikasi yang efektif, saya jadi teringat dongeng atau story telling kerap disajikan untuk konsumsi orang dewasa dalam lewat dunia periklanan. Lihatlah iklan Indomie  yang mahsyur di tahun 2011 dengan tema "cerita Indomie". Hingga sebuah  survei yang dilakukan beberapa lembaga riset pemasaran (SITTI, Majalah SWA, dan OMG Consulting), pada 2011 menobatkan Indomie sebagai merek mie instan yang paling banyak dibicarakan di media sosial.

Adalah  Institut Ibu Profesional (IIP) Kota Pontianak yang menyelenggarakan kegiatan tersebut dalam rangka memperingati Hari Ayah.

Ibu adalah sekolah pertama bagi anak-anaknya. Seorang guru yang berilmu dan berakhlak baik tentu akan menghasilkan anak-anak yang baik pula.  Apalagi  menjadi seorang ibu (guru)  adalah pekerjaan sepanjang hayat mengadung badan. Tanpa hari istirahat, tanpa hari libur.  Maka, sebagai  sebuah profesi yang mulia seorang ibu mestilah profesional. Tidak ada pilihan lain kecuali terus meningkatkan kualitas diri.

Didasari oleh kesadaran ini lah kemudian Septi Peni Wulandari dan sang suami, Dodik Mariyanto, mendirikan komunitas IIP di Salatiga. Setelah setahun berkegiatan offline, dia mulai merambah online pada 2012. Artinya, para member dapat belajar soal parenting secara online seperti cara komunikasi produktif.

Komunitas ini pernah diulas oleh Harian Jawa Pos (03/05) dengan tone yang positif.  Perkembangan IIP sangat pesat dengan member tersebar di 40 kota Indonesia dan beberapa negara lainnya. Di antaranya, Singapura, Malaysia, dan Korea. Ada pula kumpulan ibu-ibu di Mesir, Arab Saudi, Dubai, dan beberapa negara di Eropa.

Fakta ini adalah harapan. Bangsa kita diwariskan pada orang-orang yang tepat. Anak-anak di bawah pengasuhan para profesional. Di dalam pelukan doa-doa dan kehangatan cinta kasih yang tak terbatas.  Di tangan hangat ibu mereka sendiri.
Read More

Monday, October 30, 2017

Tuti Ismail

Relawan, Menyingkap Cakrawala Tunjuk Banyak Bintang

Relawan Kemenkeu Mengajar 2 Pontianak

Hidup untuk memberi sebanyak-banyaknya dan bukan untuk menerima sebanyak-banyaknya.
                                                                                (Mr. Harfan, Film Laskar Pelangi, 2008)
Seorang anak laki-laki mengangkat tangannya tinggi-tinggi ketika seorang relawan pengajar dengan setengah berteriak bertanya,”ayo siapa yang kalau sudah besar ingin jadi polisi ?”. Dengan suara yang sama lantangnya bocah cilik itu menjawab, “saya, Kak !”. Kawan saya itu mengacungkan ibu jarinya, “Bagus, Dek ! Kalau polisi seragamnya warna apa ya ?”. Si bocah tanpa ragu-ragu menjawab,”hijau !” Kawan saya langsung tertegun. Kaget tentunya. Polisi adalah sebuah profesi yang sangat populer di kalangan anak-anak. Jadi, bagaimana mungkin seorang anak di Sekolah Dasar (SD) tidak bisa membedakan antara polisi dan tentara.  Meskipun sama gagahnya, atribut yang mereka kenakan jelas berbeda bukan ?
Cerita tadi adalah pengalaman kawan saya yang pernah menjadi relawan mengajar pada program sosial lain, di sebuah desa kecil di Kalimantan Barat. Kejadian dua tahun lalu masih terus terbayang-bayang. Kejadian itu menjadi salah satu alasan kuat kawan saya tadi untuk kemudian turut serta menjadi salah satu relawan dalam Kemenkeu Mengajar 1 tahun lalu. Alasan yang sama membuat saya semakin bertekad kuat untuk ikut serta di Kemenkeu Mengajar 2 tahun ini.
---
Kemenkeu Mengajar dalam kegiatan kerelawanannya hadir menyapa anak-anak didik  SD. Kegiatan ini menjadi salah satu rangkaian untuk memperingati Hari Oeang yang dimaksudkan untuk berbagi inspirasi ke seluruh penjuru negeri dengan materi yang disampaikan seputar tugas, pokok dan fungsi yang diembannya. Kemenkeu Mengajar tahun 2017 yang akan diselenggarakan serentak pada tanggal 23 Oktober 2017 di 53 kota/kabupaten yang tersebar di 29 provinsi di Indonesia dengan jumlah relawan 1624 orang. Jumlah ini meningkat luar biasa dari Kemenkeu Mengajar 1 tahun 2016. Dahulu, kegiatan serupa  diselenggarakan terbatas di enam kota di Indonesia, yaitu Jakarta, Balikpapan, Makassar, Banda Aceh, Denpasar dan Sorong dengan melibatkan 35 SD dan 600 relawan. Unsur kerelawanan tidak hanya pada waktu yang disediakan oleh  pegawai, tetapi juga ada pendanaan mengingat kegiatan ini sepenuhnya tidak dibebankan pada APBN. 

Perkembangan seorang manusia ibarat sebuah anak tangga. Usia kanak-kanak atau yang biasa disebut para ahli psikologi sebagai usia emas (golden age) sangat menentukan kemampuan anak dalam mengembangkan potensinya. Hasil penelitian bahkan menunjukkan bahwa sekitar lima puluh persen variabilitas kecerdasan orang dewasa sudah terjadi ketika anak berusia empat tahun. Perkembangan paling pesat berkaitan dengan kemampuan kognitif anak terjadi pada saat anak mulai masuk sekolah dasar (usia 6 – 7 tahun). Kemampuan ini akan berkembang konstan selama masa belajar dan mencapai puncaknya pada masa sekolah menengah atas. 

Perkembangan kognitif diawali dengan perkembangan kemampuan mengamati, melihat hubungan dan memecahkan masalah sederhana. Maka meletakkan dasar yang kuat pada anak tangga paling dasar, yaitu pada usia dini akan merangsang anak untuk berkembang maksimal. Pentingnya pendidikan dasar pada seorang anak menjadikannya sebagai salah satu hak dasar manusia. Tidak hanya tertuang dalam Pasal 31 UUD 1945 Amandemen, hak tersebut juga tertuang dalam The Education Imerative: Supporting Education in Emergencies. Dokumen tersebut diterbitkan oleh Academy for Educational Development (Washington D.C) dan Women’s Commission for Refugee Women and Children (New York) Tahun 2002 (Ahmad Baedowi, 2012:19).  Diharapkan dengan pendidikan dasar yang baik  akan  membentuk manusia yang ber-IQ (Intellegence Quotient) plus juga mempunyai Emotional Quotient (EQ) yang membanggakan.  

Sebuah kisah tokoh sukses Thomas Alva Edison, seorang penemu dari Amerika dan merupakan satu dari penemu terbesar sepanjang sejarah dapat menjadi tempat kita untuk bercermin.  Selama karirnya, Thomas Alva Edison telah mempatenkan sekitar dari 1.093 hasil penemuannya, termasuk bola lampu listrik dan gramophone, juga kamera film. Pada usia 12 tahun Edison hampir mengalami kehilangan seluruh pendengaran karena penyakit yang dideritanya, penyakit itu membuatnya menjadi setengah tuli. Namun ibunya terus menyemangatinya. Dimasa kecilnya, Edison hanya bersekolah di sekolah yang resmi selama tiga bulan, selanjutnya semua pendidikannya diperoleh dari ibunya yang mengajar Edison di rumah. Ibu Edison mengajarkan Edison cara membaca, menulis, dan matematika. Dia juga sering memberi dan membacakan buku-buku bagi Edison, antara lain buku-buku yang berasal dari penulis seperti Edward Gibbon, William Shakespeare dan Charles Dickens. Edison mulai bekerja pada usia yang sangat muda dan terus bekerja hingga akhir hayatnya. Pada tahun 1868, di usia 21 tahun, dia telah mengembangkan dan mempatentkan penemuannya yang berupa sebuah mesin yang merekam telegraph.
 

Kemenkeu Mengajar 2 Pontianak di SDN 45 Kampung Baru

Memperkenalkan sebuah profesi atau pekerjaan adalah sebuah pendidikan karakter yang penting bagi seorang anak. Tidak heran jika kemudian materi tentang profesi menjadi salah satu bahan ajar di kelas tiga SD, yaitu pada mata pelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial. Materi yang disampaikan mulai dari memperkenalkan profesi yang telah populer di masyarakat maupun yang belum, seperti apa yang dilakukan orang yang menjalani profesi tersebut atau atribut (seragam) yang digunakan. Profesi yang nantinya dapat menjadi sandaran hidup sangat banyak, tidak hanya menjadi polisi, tentara atau guru. Banyak profesi baru yang sedang cukup menjanjikan, misalkan menjadi seorang penulis atau bahkan yang sedang populer seperti youtuber.
Pada level selanjutnya yang tidak boleh dilewatkan adalah memberi pemahaman pada para anak didik bahwa profesi dimaksud juga mempunyai fungsi. Memperkenalkan beragam profesi kepada seorang anak ibarat membuka cakrawala, membantu mereka untuk menemukan banyak bintang di langit. Seorang anak harus memiliki mimpi yang akan digantungkan di salah satu bintang itu, ia bisa menjadi apa saja yang dia inginkan. Bukankah tugas orang tua adalah memberi terang jalan seorang anak ?  
Kementerian Keuangan adalah sebuah institusi yang diamanatkan untuk mengelola keuangan negara. Baik dan buruknya keuangan negara bersandar di pundaknya. Sebagai pengelola keuangan negara digawangi oleh sebelas unit eselon I. Meski semua tugas dan fungsi unit eselon I di lingkungan Kementerian Keuangan akan bermuara pada pengelolaan keuangan negara, namun mempunyai karakter yang berbeda-beda sebut saja salah satunya yaitu Ditjen Pajak. Unit eselon I ini mempunyai tugas utama untuk melakukan pemungutan pajak. Lain lagi ceritanya dengan Ditjen  Kekayaan Negara yang mempunyai tugas pokok merumuskan serta melaksanakan kebijakan dan standardisasi teknis di bidang kekayaan negara, piutang negara dan lelang. Tugas sedemikian besar sudah barang tentu memerlukan sumber daya yang mumpuni. Bisa jadi salah satu dari anak-anak di kelas-kelas inspirasi Kemenkeu Mengajar kelak akan menjadi Menteri Keuangan RI. Jika benar demikian, bukankah para relawan menjadi salah satu lentera yang menerangi jalan hidup mereka ?
----

Belalang Sipit
Pontianak
30/10/2017


Read More