Thursday, January 31, 2019

Tuti Ismail

Fasilitas PPN Atas Penyerahan Jasa Ke Kawasan Bebas Dipertegas


Perdagangan bebas (free trade) adalah konsep teoritis yang mengandaikan berlakunya sistem perdagangan internasional yang dibebaskan dari hambatan yang disebabkan oleh ketentuan pemerintah suatu negara, baik yang disebabkan oleh pengenaan tarif (tariff barriers) maupun nir-tarif (bukan tarif / non-tariff bariers) (Heri Muliono : 2001). Skema free trade memiliki potensi untuk mendorong tingkat pertumbuhan ekonomi negara lebih cepat dan bermanfaat untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat, tidak terkecuali untuk Indonesia. Free trade merupakan pengembangan dari teori yang dikemukakan oleh Adam Smith “the Wealth of Nation (1776)” yang intinya menyebutkan bahwa satu negara/bangsa dikatakan sejahtera jika ada surplus (dana lebih) antara anggaran negara dan konsumsi masyarakatnya. Juga sebaliknya, negara dikatakan miskin/belum sejahtera jika anggaran negaranya defisit. Untuk memperoleh surplus anggaran, maka negara tersebut dituntut menaikkan produksi barangnya dan menjualnya ke luar negeri (karena jika hanya dijual di dalam negeri tidak akan menambah pendapatan). Agar barang produksinya dapat beredar di negara lain, maka diperlukan kemudahan dalam tarif/bea masuk dan keluar barang (ekspor-impor) serta efisiensi dalam produksi. Terbuka lebarnya lalu lintas investasi dan ekspor barang, berimplikasi pada meningkatnya lapangan pekerjaan dan pendapatan masyarakat.

Pada tahun 2000 Kota Sabang telah ditetapkan sebagai Kawasan Bebas. Menyusul kemudian Batam, Bintan dan Karimun pada 1 April 2009. Kawasan Bebas adalah suatu kawasan yang berada dalam wilayah hukum Negara Kesatuan Republik Indonesia yang terpisah dari Daerah Pabean sehingga bebas dari pengenaan bea masuk, Pajak Pertambahan Nilai (PPN), Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM), dan Cukai. Fasilitas PPN yang diberikan terkait penyerahan Barang Kena Pajak (BKP) dan Jasa Kena Pajak (JKP) meliputi PPN tidak dipungut dan PPN dibebaskan. Perbedaan perlakuan dengan daerah lain ini menuntut Kawasan Bebas harus memiliki batas-batas yang jelas berikut pengawasan atas fasilitas yang telah diberikan.

Pada tahun 2012 Pemerintah telah menerbitkan Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 2012 Tentang Perlakuan Kepabeanan, Perpajakan, Dan Cukai Serta Tata Laksana Pemasukan Dan Pengeluaran Barang Ke Dan Dari Serta Berada Di Kawasan Yang Telah Ditetapkan Sebagai Kawasan Perdagangan Bebas Dan Pelabuhan Bebas yang merupakan pelaksanaan dari Pasal 16B ayat (1) huruf a UU PPN dan Pasal 115A ayat (2) UU Kepabeanan. 

Sebagai pelaksanaan PP 10 Tahun 2012 pada 23 November 2017, Menteri Keuangan telah menerbitkan Peraturan Nomor  PMK-171/PMK.03/2017 tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor PMK-62/PMK.03/2012 Tentang Tata Cara Pengawasan, Pengadministrasian, Pembayaran, Serta Pelunasan Pajak Pertambahan Nilai dan/atau Pajak Penjualan Atas Barang Mewah Atas Pengeluaran dan/atau Penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak Dari Kawasan Bebas Ke Tempat Lain Dalam Daerah Pabean dan Pemasukan dan/atau Penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak Dari Tempat Lain Dalam Daerah Pabean Ke Kawasan Bebas. Beleid yang berlaku 30 hari sejak tanggal diundangnya tersebut mengatur lebih tegas dan jelas pemberian fasilitas PPN dibebaskan atas penyerahan JKP ke Kawasan Bebas.

Fasilitas PPN atas Penyerahan Jasa 

JKP yang dimanfaatkan di Kawasan Bebas pada dasarnya dapat berasal dari tempat lain di dalam Daerah Pabean atau Tempat Penimbunan Berikat atau Kawasan Ekonomi Khusus  atau pun dari Pengusaha yang bertempat tinggal atau berkedudukan di Kawasan Bebas.
Beberapa poin perubahan terkait dengan penyerahan JKP ke Kawasan Bebas telah diperjelas dan dipertegas dalam PMK-171 Tahun 2017, khususnya terkait dengan fasilitas PPN dibebaskan. Setiap jasa yang diterima perusahaan di Kawasan Bebas dari perusahaan di luar Kawasan Bebas dikenakan PPN. Penyerahan JKP di Kawasan Bebas memperoleh fasilitas PPN di bebaskan terbatas hanya jika Pengusaha yang menyerahkan JKP bertempat tinggal atau berkedudukan di Kawasan Bebas.
 
Sementara itu, terkait dengan fasilitas PPN tidak dipungut yang melekat pada penyerahan JKP Tertentu tidak ada perubahan sama sekali. Dari mana pun asal Pengusaha Kena Pajak yang menyerahkan JKP Tertentu fasilitas PPN tidak dipungut tetap dapat diberikan. Terkait penyerahan JKP Tertentu diatur dalam Peraturan Pemerintah (PP 69 Tahun 2015 dan Peraturan Menteri Keuangan (PMK-193/PMK.03/2015) yang terpisah.

Dalam aturan sebelumnya (PMK-62 Tahun 2012) dijelaskan, penyerahan JKP dari tempat lain di dalam Daerah Pabean ke Kawasan Bebas yang penyerahannya tidak dilakukan di Kawasan Bebas, dikenai PPN. Begitupun atas penyerahan JKP dari Tempat Penimbunan Berikat atau Kawasan Ekonomi Khusus ke Kawasan Bebas yang penyerahannya tidak dilakukan di Kawasan Bebas, dipungut Pajak Pertambahan Nilai. Atau dengan kata lain diberikan atau tidaknya fasilitas PPN dibebaskan tergantung di mana JKP diserahkan tanpa mempertimbangkan dari mana JKP tersebut berasal. Jika JKP diserahkan di dalam Kawasan Bebas maka fasilitas PPN dibebaskan dapat diberikan, dan sebaliknya jika diserahkan di luar Kawasan Bebas maka penyerahan JKP tersebut terutang PPN. 

Kapan saat terjadinya penyerahan JKP telah diatur dalam Pasal 17 ayat (5) Peraturan Pemerintah Nomor 1 Tahun 2012. Penyerahan JKP terjadi pada saat (a) harga atas penyerahan Jasa Kena Pajak diakui sebagai piutang atau penghasilan, atau pada saat diterbitkan faktur penjualan oleh Pengusaha Kena Pajak, sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum dan diterapkan secara konsisten; (b) kontrak atau perjanjian ditandatangani, dalam hal saat sebagaimana dimaksud pada huruf a tidak diketahui; (c) dan mulai tersedianya fasilitas atau kemudahan untuk dipakai secara nyata, baik sebagian atau seluruhnya, dalam hal pemberian cuma-cuma atau pemakaian sendiri Jasa Kena Pajak.

Dalam pelaksanaannya penerapan Pasal 10 ayat (5) dan (6) PMK-62 Tahun 2012 seperti Penulis uraikan di atas seringkali menimbulkan salah tafsir di antara wajib pajak sendiri (penerima dan pemberi JKP) ataupun antara wajib pajak dengan Fiskus. Pengawasan kapan terjadinya penyerahan JKP tidak serta merta dapat dilakukan oleh Fiskus. Sebagai penutup Penulis meyakini sebuah peraturan perundang-undangan yang baik seyogyanya tidak menimbulkan penafsiran yang berbeda, mudah dalam pelaksanaan maupun pengawasannya. Kejelasan dan ketegasan tersebut telah tertuang dalam PMK-171 Tahun 2017. 
----

Belalang Sipit
31/01/2019

Artikel terbaru saya di website resmi Ditjen Pajak,  Fasilitas PPN Atas Penyerahan Jasa ke Kawasan Bebas Dipertegas. 

pajak.go.id/article/fasilitas-ppn-atas-penyerahan-jasa-ke-kawasan-bebas-dipertegas


Read More

Saturday, January 26, 2019

Tuti Ismail

#ThankYouButet Untuk Liliyana Natsir


Daihatsu Indonesia Master 2019 akan jadi laga terakhir (farewell event) untuk Liliyana Natsir alias Butet.  Butet akan gantung raket. Sebetulnya ingin rasanya bersikap egois, berlari menuju padanya dan menarik ujung kaosnya lalu  memohon agar urungkan niatnya itu. Tapi itu urung saya lakukan. Butet ingin ada regenerasi di ganda campuran. Mundur kala berada di puncak bukan perkara mudah. Banyak orang justru berlaku sebaliknya.  Karenanya melihat niat baiknya itu tidak ada alasan untuk tidak menaruh hormat padanya.

Meski kami akan merindukan smash dahsyatmu. Meski kami akan kehilangan kilau rambut emasmu. Terima kasih Butet untuk rangkaian prestasi yang membanggakan.

Bersama Tantowi Ahmad (Oi), Butet telah menorehkan banyak prestasi. Oi dan Butet meraih medali emas Olimpiade 2016 di Rio De Jenero. Berturut-turut kemudian merajai All England selama tiga tahun berturut-turut.

Dua puluh empat tahun berkarya di dunia bulu tangkis, Butet belum kehilangan tajinya. Cici Butet masih tetap garang di lapangan. Petang ini di perempat final mereka bertarung dengan ganda campuran Malaysia Chan Peng Soon/Goh Liu Ying. Berkali Chan harus menenangkan Goh yang gusar karena gagal menangkis amukan smash kedua pasangan itu. Chan dan Goh akhirnya tak kuasa juga. Oi/Butet unggul.

Besok (27/01/2019) jika Allah mengijinkan semoga akan menjadi farewell event manis untuk Butet. Jangan kasih ampun ganda campuran Cina Zheng Siwei dan Huang Yaqiong. Semoga Butet dan Oi menang  !

---
Belalang Sipit
26/01/2019

#30haribercerita #30hbc1926  @30haribercerita
Read More
Tuti Ismail

Menanti Otomatisasi Layanan Unggulan DJP


Direktorat Jenderal Pajak merencanakan otomatisasi layanan perpajakan untuk mengurangi penggunaan kertas dan kunjungan wajib pajak ke kantor pajak. Hal ini menjadi salah satu dari berbagai bahasan dalam Konsinyasi Tim Reformasi Perpajakan 2018 yang diselenggarakan Tim Reformasi Perpajakan (pajak.go.id, 04/12/2018).

Ikhtiar Direktorat Jenderal Pajak (DJP) tersebut sejalan dengan langkah masyarakat dunia yang tengah memasuki era industri generasi ke-empat atau industri 4.0. Di Indonesia, berdasarkan survei yang dilakukan oleh Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII) penetrasi pengguna internet di Indonesia mencapai 143,26 juta jiwa dari 262 juta total populasi penduduk Indonesia (54,68%) pada tahun 2017. Bila ditilik, jumlah tersebut meningkat dari tahun lalu yang mencapai 132,7 juta orang.

Sebenarnya bila ditelusuri lebih jauh DJP, digitalisasi administrasi perpajakan telah dimulai sejak tahun 2000 dimana wajib pajak dapat melaporkan Surat Pemberitahuan Pajak (SPT) secara elektronik. Penggunaan teknologi digital juga mengubah Modul Penerimaan Negara (MPN) yang semula masih menggunakan Manual Billing System menjadi Electronic Billing System yang melayani seluruh transaksi penerimaan negara yang kita kenal dengan nama MPN Generasi Kedua (MPN G2). MPN G2 mulai diterapkan secara nasional pada Januari 2016. Melalui sistem tersebut wajib pajak “dipaksa” untuk melakukan pembayaran atau penyetoran penerimaan negara secara elektronik dengan menggunakan kode billing yang diterbitkan sistem, tanpa perlu membuat Surat Setoran (SSP, SSBP, SSPB) manual. Dengan sistem ini penerimaan pajak menjadi akuntabel.

Terlepas dari hasil survey APJII yang menunjukkan bahwa Generasi Millenial yang lahir antara tahun 80-an sampai 90-an mendominasi komposisi pengguna internet berdasar usia pada tahun 2017 berusia 19 – 34 tahun (49.52%), bukan berarti migrasi dari MPN G1 ke MPN G2 tidak ada kendala. Harus dilihat pula bahwa pengguna internet terbesar ke dua  adalah mereka yang berada di rentang usia 35 – 54 tahun (29,55%). Lapisan kedua ini adalah Generasi X  yang lahir antara tahun  1965 – 1980 yaitu generasi awal yang mengenal komputer. Mereka adalah generasi awal yang melakukan migrasi dari dunia analog ke digital. Usia tersebut masuk dalam rentang usia produktif atau merupakan wajib pajak aktif (berpenghasilan). Kesalahan dalam pembayaran pajak yaitu pada saat pembuatan kode billing masih kerap terjadi. Misalnya wajib pajak salah dalam memilih Kode Jenis Pajak (KJS), Masa / Tahun Pajak, Jenis Setoran, NPWP atau pun jumlah pajak yang dibayar. Akibatnya pencatatan  pembayaran pajak pada MPN menjadi tidak akurat.

Meski sistem pembayaran atau penyetoran penerimaan negara (pajak) dilakukan secara elektonik, sayangnya koreksi apabila terjadi kesalahan karena salah atau kurang jelas mengisian kode billing masih harus dilakukan secara manual. Wajib pajak harus mengajukan permohonan Pemindahbukuan (Pbk) karena kelebihan pembayaran pajak atau karena salah atau kurang jelas mengisi Surat Setoran Pajak (SSP). Waktu penyelesaian dari proses paling lama 30 (tiga puluh) hari setelah dokumen diterima secara lengkap. Jangka waktu tersebut terlalu lama untuk sebuah layanan unggulan.

Otomasi Layanan Unggulan DJP

Kementerian Keuangan melalui Keputusan Menteri Keuangan Nomor 601/KMK.01/2015 telah memutuskan empat layanan unggulan DJP, yaitu pelayanan permohonan legalisasi salinan dokumen wajib pajak berupa SKD WPLN yang menerima atau memperoleh penghasilan melalui kustodian (Form-DGT 2), pelayanan permohonan Surat Keterangan Fiskal (SKF), pelayanan permohonan penerbitan Surat Pemberitahuan Pajak Terutang (SPPT), cetak ulang Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) Sektor Perkebunan, Sektor Kehutanan, Sektor Pertambangan, dan Sektor Lainnya, dan pelayanan permohonan Pemindahbukuan (Pbk) karena kelebihan pembayaran pajak atau karena salah atau kurang jelas mengisi Surat Setoran Pajak (SSP).  

Meski proses penyelesaian oleh KPP pada umumnya dilakukan lebih cepat dari waktu yang ditentukan dalam KMK-601/KMK.01/2015, Penulis berpendapat dalam kondisi tertentu terbuka peluang penyelesaian Pbk secara elektronik yang dapat dilakukan secara mandiri oleh wajib pajak (e-Pbk). Keinginan ini selaras dengan rencana DJP untuk melakukan otomatisasi layanan perpajakan.
Penulis mengelompokkan kesalahan dalam pembayaran atau penyetoran pajak (pembuatan kode billing) menjadi dua kategori, yaitu kategori ringan dan kategori berat. Pengelompokan ini hanya untuk memudahkan identifikasi kesalahan saja. Kesalahan kategori ringan meliputi kesalahan pembuatan kode billing berupa salah dalam memilih Kode Jenis Pajak (KJS), Masa / Tahun Pajak, Jenis Setoran atau pun jumlah pajak yang dibayar. Kesalahan tersebut dikategorikan ringan karena hanya tidak melibatkan wajib pajak lainnya.

Berbeda dengan kesalahan dalam pembuatan kode billing karena salah menuliskan Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) yang Penulis masukkan sebagai kesalahan kategori berat. Hal tersebut dikarenakan kesalahan melibatkan wajib pajak lainnya. Dalam proses penelitian oleh petugas pajak, berdasarkan SE - 54/PJ/2015 tentang Standar Prosedur Operasi (Standard Operating Procedures) Layanan Unggulan Bidang Perpajakan, mewajibkan adanya pernyataan dari wajib pajak yang nama dan NPWP-nya tercantum dalam SSP bahwa SSP tersebut sebenarnya bukan pembayaran untuk kepentingannya sendiri dan tidak keberatan dipindahbukunan. Aplikasi tentu akan lebih sulit melakukan validasi permohonan Pbk untuk jenis kesalahan kategori berat. Penelitian yang seksama tetap harus dilakukan secara manual oleh petugas pajak.

Dalam bayangan Penulis, layanan ini akan menempelkan aplikasi DJP Online. Wajib pajak yang ingin memanfaatkan layanan tersebut dapat mengakses akun masing-masing yang telah teregistrasi di DJP Online. Hal ini penting untuk menjaga kerahasiaan dan meyakini bahwa permohonan Pbk dilakukan oleh wajib pajak yang bersangkutan. Agar pembayaran pajak yang sama tidak diakui dua kali oleh wajib pajak baik pada masa / tahun pajak yang sama atau berbeda, diperlukan adanya perbaikan pada layanan SPT Masa dan Tahunan elektronik. Aplikasi harus dapat membaca dan mengidentifikasi apakah Nomor Transaksi Penerimaan Negara  (NTPN) valid  atau telah masuk dalam MPN dan terpenting tidak pernah digunakan sebelumnya dalam pelaporan SPT Masa / Tahunan sebelumnya. Seperti layanan perpajakan secara elektronik lainnya, untuk e-Pbk wajib pajak pun dapat seketika memperoleh bukti Pbk. 

Jika Pbk dapat dilakukan secara mandiri oleh wajib pajak (otomatisasi), manfaat tidak hanya dinikmati oleh wajib pajak tetapi juga oleh pegawai pajak. Waktu layanan dapat diubah menjadi lebih singkat. Layanan kepada wajib pajak akan makin baik. Jumlah petugas pajak yang terbatas dapat dialihkan untuk melakukan fungsi-fungsi DJP lainnya. 

--- 
Belalang Sipit
24/01/2019

Tulisan telah dimuat di http://pajak.go.id/article/menanti-otomatisasi-layanan-unggulan-djp

Read More

Thursday, January 24, 2019

Tuti Ismail

KENALAN



Pagi yang basah di pertengahan 2016. Rintik hujan turun ramai-ramai. "kenalin nama abang,  Dede. Kalau boneka ini namanya Kojib," lelaki di dalam maskot DJP itu bersuara. Kantor saya, DJP atau Direktorat Jenderal Pajak mempunyai maskot boneka berbentuk Lebah,  Kojib namanya. Kojib kepanjangan dari kontribusi wajib. Beberapa ahli perpajakan berpendapat bahwa kontribusi wajib warga negara adalah definisi singkat dari pajak Lebah adalah hewan yang banyak memberi manfaat buat sekitarnya. Dia menghasilkan madu yang bisa menjadi penambah stamina menusia. Caranya mencari makan membantu bunga dalam proses penyerbukan. Seperti itu lah cita-cita seluruh insan perpajakan dapat bermanfaat bagi lingkungannya. "Siape nama abang  ?" tanya lelaki di dalam boneka Kojib pada anak-anak SD 04 Pontianak.  "Kojib !" jawab mereka.  "Halah nama abang tuh Dede.  Kojib nama boneka ni, " jawabnya. "Hahaha," anak-anak malah tertawa mendengarnya merajuk
.
.
Biar William Shakespeare bilang begini, "Whats in a name? That which we call a rose by any other name would smell as sweet."  Bagi saya nama tetap penting. Orang sering merajuk bila tidak dikenali, terlebih jika seharusnya kita mengenal dia dengan baik. Dikenali oleh seseorang juga menimbulkan rasa dihargai. Saya pernah masgul ketika di hari perpisahan boss, saya malah dikira anak magang. Padahal saya sudah satu tahun bekerja di kantor itu. Huh  !
.
.
Perkenalkan nama saya Tuti anaknya Pak Ismail. Biar tidak salah panggil saja Tuti Ismail. Dulu ketika saya masih kecil ada bebepa tetangga yang juga bernama Tuti.  Akhirnya di belakang nama Tuti ditambah nama bapaknya, menjadi Tuti Kusmin dan Tuti Ismail. Seorang lagi memilih dibalik namanya dari Tuti jadi Titu.
.
.
Maka biasakan lah untuk lebih dulu berkenalan sebelum memulai berinteraksi. Berkenalan adalah trik jitu jika kita memang tidak tahu atau lupa siapa lawan bicara kita. Di lain pihak,  berkenalan juga penting agar orang tidak salah mengenali siapa kita. Jika bagian ini terlewati jangan salahkan orang lain, kalau mereka mengira kamu adalah manajer di kantor padahal aslinya adalah direktur.

---
Belalang Sipit
25/01/2019

Read More

Tuesday, January 22, 2019

Tuti Ismail

Kalau Bumi Bisa Ngomong


Ilustrasi by pixabay

Sungguh, saya tidak bermaksud menandingi ketenaran Dul Sumbang dan Nini Karlina.  Hei millenial ! Mungkin kalian bingung dengan apa yang saya katakan.  Pada tahun 90-an  Dul Sumbang dan Nini Karlina  untuk pertama kalinya berduet.  Hasilnya Boom ! Lagu Kalau Bulan Bisa Ngomong, meledak di pasaran. Ketenaran Dul, Nini dan lagu Kalau Bulan Bisa Ngomong tak tertandingi.

Kalau bumi bisa ngomong ....
Dia pasti tak akan bohong ....

Dia pasti tak akan bohong dan mengatakan sejujurnya bahwa dirinya tengah marah. Bumi dipenuhi dengan sampah. Tidak hanya dii darat. Di air, bahkan udara pun penuh dengan sampah (polusi). Pada tahun 2015 viral sebuah video, sekelompok peneliti dari Kosta Rika menolong seekor Penyu mengeluarkan sebuah sedotan. Berdarah-darah hidung Penyu.  Kebiasaan membuang sampah ke lautan bukan hanya ada di Kosta Rika. Pun ada di Indonesia.  Kebiasaan itu harus segera di akhiri.

Kalau bumi bisa ngomong ....
Dia pasti tak akan bohong .....


Dia pasti tak akan bohong,  ada terima kasih untuk mereka yang setiamenjaga senyum kecilnya. Walau sedikit, masih ada orang seperti Chaerudin alias Bang Idin, pendekar Sungai Pesanggrahan. Ia menyulap bantaran Sungai Pesanggrahan di kawasan Karang Tengah,  Jakarta Selatan yang sebelumnya tercemar akibat sampah menjadi hijau kembali. Di luar sana masih banyak Bang Idin lainnya. Mungkin dia adalah orang yang secara kebetulan bertemu dengan kita.

Teman saya sepasang suami istri suatu sore menghabiskan waktu berdua. Berjalan mereka sambil menikmati sore ditemani sekantong plastik gorengan. Tak terasa satu bungkus gorengan tandas. Tanpa ragu si istri meremas bungkus gorengan dan menjatuhkannya begitu saja di depan sebuah rumah. 

Tetiba keluar seorang lelaki tua, dia berteriak sambil berkacak pinggang, "hei Kamu ! Jangan buang sampah sembarangan. Ayo pungut !" 

Mereka terperangah melihat lelaki tua itu begitu murka. Matanya melotot. Wajah si suami merah padam menahan malu. Tidak terbayang olehnya akan dihardik di depan wamitanya. Lekas ia memungut sampah itu dan membuangkan ke tempat sampah.

Begitu lah cara semesta menghibur bumi. Di antara amarah dan sedihnya, ada kisah orang-orang baik yang sekuat mempertahankan senyum kecil di sudut bibirnya.

----

Belalang Sipit
23/01/2019
Read More

Sunday, January 20, 2019

Tuti Ismail

Hari Pasaran


"Hari ini ke pasar mana,  Mbak  ?" tanya saya pada seorang sepupu waktu itu. Mbak Siti namanya. Mbak Siti seorang pedagang baju di pasar. Usaha dagang baju turun temurun dia wariskan dari orang tua angkatnya, Mbah Dolah.

"Hari ini ke Pasar Kemiri," jawabnya sambil melipat kulit kasur. Untuk tambah-tambah barang dagangan kulit kasur kapuk dia jahit sendri.

"Kok bukan ke Pasar Kutoarjo ?" tanya saya penasaran. Sepupu saya tinggal di Desa Smawung Kembaran,  Kutoarjo.  Kemiri adalah nama tetangga desa sebelah, letaknya sama-sama di Kota Kutoarjo juga.  Jika melihat jaraknya Pasar Kutoarjo lebih dekat dengan kampung kami.

"O ndak. Di Kemiri, hari pasaran sekarang. Besok baru ke Pasar Kutoarjo," jawabnya. Di wilayah Jawa Tengah umum mengenal hari pasaran. Pada hari pasaran biasanya pasar lebih ramai, dagangan yang dijajakan lebih beragam.  Pedagang seperti Mbak Siti harus hapal kapan hari pasaran di pasar A, B atau C, agar barang dagangan tidak salah dikirim oleh porter.

Hari ini kereta commuter line menuju Stasiun Tanah Abang lebih ramai dari hari biasanya. Wajah-wajah asing dengan tangan menenteng stroli kecil berjejal di gerbong wanita. Mereka adalah pedagang eceran baju atau produk konveksi lainnya. Sama seperti Mbak Siti sepupu saya itu. Mereka berbondong datang sejak pagi supaya dapat barang-barang terbaik,  paling trendy dan bukan barang  sisaan. Ini penting,  sebab berbal-bal barang yang mereka beli nantinya akan dijajakan lagi. Selepas Stasiun Tanah Abang commuter line langsung lengang. Kalau kamu mau,  saking lengangnya di dalam gerbong kamu bisa unjuk kebolehan menarimu.

Sebetulnya ada dua hari dalam seminggu yang seperti ini,  Senin dan Kamis. Dua hari itu adalah hari pasaran di Tanah Abang. Orang menyebutnya Pasar Tasik. Saya tidak tahu persis mengapa disebut Pasar Tasik,  mungkin karena pengrajin dan pengusaha konveksi yang hari ini turun gunung menjajakan dagangannya, kebanyakan berasal dari Tasik. Mungkin ini sama kasusnya seperti kita menyebut pangkas rambut Garut, karena kebanyakan tukang pangkas rambut berasal dari Garut. Kalau ingin dapat barang lebih murah datang lah ke Tanah Abang pas hari pasaran. Hari pasaran di Pasar Tasik.

----
Belalang Sipit
21/01/2019


Read More
Tuti Ismail

P A M I T

Foto by Dwejoko

"Mau ke mana, Dek ?" | "Eh,  Mama. Mau main. " | "Ke mana ?" | "Ke rumah teman." | "Pasti lah. Kalau main pasti ke rumah teman." | "Soalnya kalau ke rumah musuh namanya  tuh nyerang. Bisa juga sebetulnya tuh Ma,  main ke rumah musuh. Namanya dah damai." | "Terus musuhnya jadi teman." | "Haha. Teman rasa musuh itu  namanya si Bajamal. Nanti aku japri nomor telepon mamanya. Pergi dulu ya."

Anak-anak tahu saya paling tidak suka kalau mereka pergi tanpa pamit. Hari gini masih jaman nggak sih orang tua mengajukan pertanyaan kaya di lagunya Kangen Band. Kamu di mana,  dengan siapa dan sekarang sedang berbuat apa ? Sebagian berpendapat tidak jamannya lagi seorang ibu  begitu pada anaknya. Sebagian berpendapat sebaliknya. Saya masih setuju dengan pendapat kedua. 

Suatu malam sepuluh tahun yang lalu telepon di rumah berdering. Saat itu waktu menunjukkan  pukul 2 dini, saya bergegas mengangkatnya. Khawatir kalau-kalau ini berita sangat penting dari kampung halaman. Suara di seberang sangat kencang,  setengah berteriak dan tidak memberi saya jeda untuk bernafas, "selamat malam,  Bu. Kami dari kepolisian. Kami ingin mengabarkan anak Ibu terlibat tawuran.  Sekarang ada di kantor kami."

Saya terperangah. Belum sempat menjawab, tetiba dari jauh terdengar suara orang yang berbeda berteriak memohon, "Mama... Ma... tolong Ma. Aku ditangkap polisi."

Meski saat itu saya tahu bahwa orang itu bohong, tetap saja rasanya jantung  mau copot.  Tidak dapat dibayangkan seandainya saat itu secara kebetulan anak saya tidak berada di rumah. Diam -diam pergi tanpa pamit. Mungkin jantung saya benar-benar sudah menggelinding ke kolong meja makan karena panik. Sambil menutup telepon,saya menjawab suara di seberang dengan galak, "penipu !" Malam itu anak-anak saya sedang tidur pulas. Si sulung baru saja minta diantar ke toilet dan di bungsu baru berganti popok. 

Pamit bukan perkara ingin memuaskan keingintahuan orang tua seperti saya.  Ini soal tata krama (attitude) terlebih dalam kehidupan berkeluarga.  Jika ada yang berpendapat bahwa kecerdasan lebih penting dari attitude,  saya pikir orang itu salah besar. Hal pertama yang ingin saya tahu tentang seseorang bukan lah seberapa cerdas dia atau bagaimana orientasi seksualnya, tetapi apakah dia memiliki attitude yang baik ?
Attitude is more important than the past, than education,  than money,  than circumstances, than what people do or say. It is more important than appearance,  giftedness,  or skill (Charles Swindoll).

Tidak berlebihan jika saya katakan hal di atas berlaku juga untuk kehidupan kita di kantor. Bukan karena keberadaan di sana kita telah dihargai dengan imbalan yang bernama gaji, tetapi karena sejatinya mereka adalah keluarga kedua kita. Tidak sepatutnya dalam sebuah keluarga saling menimbulkan kekhawatiran. 

Boss saya dulu, Pak Tri, berulang kali berkata demikian, "kantor beserta orang-orang di dalamnya adalah keluarga kedua bagi kita." Lama saya merenungkan perkataannya. Pak Tri saya pikir ada benarnya juga. Waktu yang kita habiskan  bersama mereka nyatanya mengambil porsi terbesar dari 1 x 24 jam waktu yang kita miliki. Melebihi waktu kita bersama keluarga di rumah. Perhitungan itu pun dengan catatan kita bukan termasuk keluarga masa kini di mana ayah,  ibu dan anak-anaknya karena suatu sebab bermukim di kota yang berbeda. Tanpa kita sadari ternyata mereka juga memberikan derajat kekhawatiran yang hampir sama dengan keluarga kita di rumah. 

Jangan lupa pamit !!!
----
Belalang Sipit
21/01/2019
Read More

Saturday, January 19, 2019

Tuti Ismail

Sabtu Timbangan Naik

Ilustrasi by pixabay

Kalau Feni Rose bilang Senin harga naik, anak saya bilang Sabtu timbangan naik. Tapi jangan khawatir, begitu masuk hari Senin timbangan turun lagi. Timbangan yang dimaksud adalah berat badan. Tapi itu dulu.  Empat bulan lalu. Sekarang angka di timbangan lebih mirip harga property jualannya Feni Rose sekali naik ogah turun lagi. 

"Terasa nggak,  Kal. Sejak mama di  Jakarta timbangan kita naik dan nggak turun-turun lagi  ?" | "Iya. Mama sih ngasih makan melulu. Dek,  pesen martabak ya ? Pesen mpek-mpek yuk. Kalau burger mau nggak  ?"

"Jadi pada nggak mau nih  ?" | "Ya,  mau lah. Haha." | "Idih, Kalian yang mudah tergoda, kok mama yang disalahkan  ?"

Saya tertawa geli sendiri. Berada antara harus senang atau sebaliknya. Galau menyikapi, sebetulnya ini pujian atau protes dari anak-anak.

Meski terlintas, dengan nakalnya saya enggan berpikir bahwa itu berarti selama 3 tahun saya di Kalimantan anak-anak kurang makan. Dari nada bicara mereka justru menunjukkan sebaliknya, kan  ? Saya  pun pada akhirnya merasa senang karena "tidak sendirian lagi."

Soal "tidak sendirian lagi", saya jadi ingat seorang senior rasanya pernah menulis soal ini, tentang istrinya yang punya pemikiran sama seperti saya.  Apakah dia berhasil  ? Sepertinya sih iya, sebab senior saya itu secara terang-terangan mengakui kalau perutnya sekarang mulai 'sombong' alias maju. Sebetulnya saya mau bilang padanya untuk tidak terlalu khawatir.  Orang, jika punya 'kelebihan' sih bebas. Boleh 'sombong' !

Terlepas dari itu,  saya rasa semua ibu di dunia ini mempunyai naluri dasar yang sama. Tidak pandang apakah itu ibu manusia atau hewan. Memenuhi kebutuhan primer keluarga adalah hal utama. Sandang, pangan dan papan. Jika ini sudah terpenuhi, baru melirik memenuhi kebutuhan yang lain. Apa kabar guru IPS sewaktu kita SD dulu ya ?

Pada anak-anak saya bilang bahwa soal godaan atau ujian.  Godaan dari saya itu adalah bukti bahwa yang namanya ujian tidak selamanya sesuatu sulit dan menyengsarakan. Orang sering tidak waspada, jumawa bahkan meremehkan ketika mendapat kenikmatan. Padahal kalau kita renungi kenikmatan hakekatnya adalah ujian juga, malah lebih sulit untuk bisa dilalui.  Saya bicara begini karena lebih dulu mengalami. Dan sialnya saya masih remedial untuk model ujian yang anak-anak saya alami. 😊

------

Belalang Sipit
20/01/2019
Read More

Friday, January 18, 2019

Tuti Ismail

Ingin Ke Luar Negeri


Gambar by pixabay

Sebelumnya dari kantor mana, Mbak  ?" teman di kantor baru saya bertanya.
"Saya dari Matraman.  Kalau Mas dari mana  ?" balas saya kembali bertanya padanya.
"Saya dari fiskal,  Mbak," jawabnya. 

Kami sama-sama bekerja di kantor pajak. Sebut saja kawan baru saya itu bernama Aji. Saat itu kami baru saja di pindah ke kantor pajak lainnya.  Ada banyak kantor pajak di Indonesia. Hanya kantor pajak tertentu yang mempunyai tugas dan fungsi melakukan administrasi perpajakan PPh Fiskal Luar Negeri (populer disebut FLN).   Biasanya kantor tersebut adalah kantor pajak yang terdekat dengan bandara, pelabuhan ataupun pos lintas batas antar negara. Dengan catatan melalui bandara atau pelabuhan tersebut ada penerbangan atau pelayaran ke luar negeri. 

Sebelum 1 Januari 2011 setiap kali seseorang akan bertolak ke manca negara ada pajak yang harus di bayar. Namanya PPh Fiskal Luar Negeri. Pajak ini  dapat menjadi kredit pajak pada PPh Orang Pribadi sepanjang pada saat membayarnya mencantumkan NPWP.

Pada saat itu FLN dikenakan untuk membatasi seseorang melancong ke luar negeri. Pada tahun 1998 saat krisis moneter menggempur Indonesia, Pemerintah menaikkan FLN (pesawat) dari 250 ribu rupiah menjadi 1 juta per orang.  Tujuannya mencegah agar rupiah tidak semakin terpuruk.  

Tidak semua yang bertolak ke luar negeri terutang FLN.  Ada juga yang dibebaskan seperti TKW/I dan mahasiswa yang kuliah di luar negeri. 

Seiring berjalannya waktu membuat Indonesia tidak lagi menerapkan jenis pajak ini.  Ada banyak sebab mengapa pajak jenis ini menjadi tidak populer lagi,  antaranya  mobilitas manusia sangat tinggi. Dunia seolah menjadi tanpa sekat. Penerapannya juga disinyalir menghambat industri jasa khususnya pariwisata berkembang pesat. Pariwisata bagi beberapa negara mulai dilirik sebagai penopang pertumbuhan ekonomi.  Karenanya tidak mungkin lagi menghalang-halangi seseorang untuk bepergian ke luar negeri. Di lain pihak penerimaan pajak dari FLN ternyata juga tidak pula terlampau besar.  

Bukan cuma FLN yang ditiadakan,  belakangan malah beberapa negara menerapkan bebas visa  ketika masuk ke negaranya. Jika kita masih menerapkan FLN mungkin industri pariwisata kita tidak semaju sekarang. 

"Wah asik donk di Fiskal."
"Iya tiap hari lihat pesawat. Lihat pramugari. Cantik-cantik."

Aji bercerita kadang  iri juga lihat anak-anak muda yang peroleh kesempatan belajar di luar negeri. Apalagi kalau ke sana lewat beasiswa. Terbayang olehnya anak-anak muda nan pintar suatu saat akan menjadi orang besar.  Mungkin juga akan jadi bossnya kelak. Karenanya setiap kali ada kesempatan Aji tidak melewatkan berbagi cerita dengan mereka. Barangkali dari cerita yang terucap bisa menjadi semangat, inspirasi dan motivasi baru.

"Mau sekolah ke mana nih,  Mas  ?" Aji menyodorkan keterangan bebas fiskal untuk anak muda yang akan bertolak ke luar negeri itu. 
"Inggris," yang ditanya menjawab
"Beasiswa  ?"
"Iya. Alhamdulillah. Bisa kuliah gratis."
"Rahasianya apa sih  ? Belajarnya mesti getol banget ya, Mas ini  ?"
"Rahasia pertama  mengajukan beasiswanya dulu. Baru deh belajar dan ikut tes." 
"Hahaha. Iya lah. Orang tua pasti bangga banget ya  ?"
"Alhamdulillah.  Tapi jangan dikira semua orang akan senang kalau kita sekolah tinggi-tinggi."
"Ah masa ada yang nggak suka. Sirik aja tuh !"
"Temen saya, Mas. Kasihan.  Malah mau diusir istrinya gara-gara pingin ngambil S3. Istrinya bahkan ngancem minta cerai."
"Ah masa sih  ?"
"Iya,  soalnya temen saya itu belum selesai kuliah S2 - nya."
"Halah."
"Masih pagi.  Jangan serius-serius ah, Mas  !"

----
Belalang Sipit
19/01/2019


Read More

Thursday, January 17, 2019

Tuti Ismail

Makanan di Tangga Stasiun


Saat ini di berbagai daerah memang sedang marak sedekah dengan menyediakan makanan dan minuman gratis. Makanan dan minuman disajikan di etalase.  Siapa pun dapat mengambil dan mengisinya kembali. Teman saya, Lukman, seorang pengusaha kuliner sukses di Pontianak bahkan mengikhlaskan salah satu kedai baksonya (kedai Bakso Rusuk Haji Tulus). Setiap hari di sana menyediakan makanan gratis bagi anak yatim piatu usia di bawah 15 tahun dan kaum dhuafa.  Seluruh keuntungan kedai itu juga disedekahkan bagi mereka.

Serupa tapi tak sama.

Sore ini kali ke kedua saya melihat makanan kucing di tangga Stasiun Rawa Buaya. Hari ini terasa kurang lengkap sebab kucingnya sendiri tidak ada. Mungkin karena sudah kekenyangan atau masih dalam perjalanan menuju stasiun. Entah lah.

Kira-kira sebulan lalu seturunnya saya dari kereta saya melihat seorang wanita muda berhenti di balik tembok dekat minimarket. Wanita itu merogoh tas ranselnya yang digendong di depan. Awalnya saya pikir dia akan mengeluarkan dompet dan hendak berbelanja di sana.  Namun saya keliru.  Dari dalam tasnya dia mengambil sesua.tu dan meletakkannya di atas tanah.  Seekor kucing yang menunggunya sedari tadi bergegas mendekat.

Saya mendekat, penasaran dengan yang dilakukkannya. Menyadari saya melihatnya sejak tadi wanita itu lantas pergi. Sepertinya perbuatan baiknya itu tidak ingin terlihat oleh siapa pun.

Betapa takjubnya saya ketika tahu yang batusan dia tabur  adalah makanan kucing kering.  Wanita muda tadi ternyata memberi makan kucing liar.

Sore ini entah apakah masih dilakukan oleh wanita  yang sama, saya melihat segenggam makanan kucing di tangga Stasiun Rawa Buaya.
Sungguh tidak pernah terbayangkan di jaman yang serba "nganu" masih ada orang sebaik mereka.

--
Belalang Sipit
17/01/2019

Read More

Sunday, January 13, 2019

Tuti Ismail

B.E.L.A.J.A.R.


Tidak ada orang yang pintar dengan sendirinya. Namun, percaya lah tidak ada pula orang yang akan bodoh selamanya. Selama seseorang mau belajar dan mencoba tidak ada yang mustahil di dunia ini.

Bahkan Thomas Alva Edison  pun harus mencoba ribuan kali sampai akhirnya menemukan lampu pijar. Mari kita renungi kutipannya yang mahsyur berikut ini :

"I have not failed 10,000 times.  I have not failed once. I have succeeded in proving that those 10,000 ways will not work.  When I have eliminated the ways that will not work,  I will find the way that will work."

Bayangkan jika pada percobaannya yang ke 999 Thomas putus asa, entah kapan kita bisa menikmati terangnya malam dengan lampu pijar.

Tidak ada kata terlambat untuk belajar dan berusaha.   Meski sulit bukan tidak mungkin ketika  telah beranjak dewasa seseorang baru mulai belajar sampai pada akhirnya mencapai kejayaannya. Ibu Mooryati Soedibyo pemilik kerajaan bisnis Mustika Ratu membuktikannya. Seperti ditulis oleh Prof. Rainal Kasali, Ibu Mooryati Soedibyo menyelesaikan studi doktoralnya di bidang Ekonomi di Universitas Indonesi saat ia berusia 80 tahun. Lebih membanggakannya lagi, Ibu Mooryati memiliki komitmen yang sangat baik dalam selama menjalani masa perkuliahan.

Pun begitu, ada benarnya juga sebuah teori (teori empirisme)  yang dipopulerkan oleh John Lock seorang filsuf dari Inggris. Teori ini mengatakan bahwa seorang anak seperti "Tabularasa" (a blank sheet of paper / selembar kertas putih). Orang tua serta lingkungannya lah yang kemudian memberi warna pada kertas tersebut. 

Baiknya belajar di waktu kecil diilustrasikan dengan jelas oleh sebuah pepatah lawas, 'Belajar di waktu kecil bagaikan mengukir di atas batu. Belajar di waktu dewasa bagai mengukir di atas air'.

Tidak jadi soal berapa kali kita jatuh dan berapa kali juga kita salah. Terpenting adalah berapa kali kemudian kita bisa bangkit lagi dengan tidak mengulangi kesalahan yang sama.

Bagi seorang anak,  pendidikan bukan cuma soal kalistung tapi meliputi juga soal adab.

Sepulang dari mushala anak suung merajuk,"aku ditegur bapak-bapak tadi. Adek nakal.  Aku dah minta maaf untuk dia."

Mata saya melotot ke arah Adek, "berisik lagi? "
Bocah yang menjadi subjek pembicaraab cuma nyengir,"orang aku cuma kentut doang,  Ma."
"Masalahnya tuh Ma dia kentutnya pas orang-orang lagi doa.  Kompakan sama teman-temannya. Adek yang paling kenceng, " sahut Kakak. 
"Tadi lomba tuh, Ma."
"Menang ? Bangga ?"
"Hehehe iya maaf.  Nggak diulangi lagi."
"Besok lagi bikin lomba bersih-beesih mushala.  Lebih manfaat."
"Nggak bikin bau lagi ya hehe."
"Nah itu tahu  !"

Saya sekuat tenaga menahan tawa. Nakalnya orisinil.  Memang saya sudah dengar pepatah ngawur yang bilang, 'jangan takut jangan khawatir,  ini kentut bukan petir.'  Meski dilakukan setelah shalat, dia harus paham bahwa yang dilakukannya itu keliru. Dia harus belajar tentang adab di dalam rumah ibadah, terlebih  dia harus belajar cara bergaul yang pantas.


----

Belalang Sipit
14/01/2019
Read More

Saturday, January 12, 2019

Tuti Ismail

Ronaldo Pindah ke RT 01


Blouse  merah muda motif garis-garis dengan jilbab bunga-bunga warna merah fanta dan celana pantalon hitam. Itu lah penampilan saya beberapa hari lalu di kantor. 

"Ibu, segar sekali hari ini," sapa salah seorang kawan.
"Oh iya. Soalnya dari pagj hujan terus sih," jawab saya.

Wajah kawan tadi bingung.  Apa hubungannya hujan sepagian dengan penampilan cerah saya hari ini.
Saya lanjut menjawab," karena hujan, tadi pagi jadi malas banget ke kantor. Makanya biar semangat saya pakai baju dan jilbab ini."

Sebagai informasi sehari-harinya jika pergi ke kantor saya menggunakan KRL dan berganti  tiga KRL di beberapa stasiun transit. Entah karena senangat saya yang sering naik turun,  jika hari hujan begini saya merasa perlu dua bahkan tiga kali lipat semangat dibandingkan hari biasa. 

"Ah ibu bisa aja."

Saya melihat kawan tadi lama berpikir sebelum akhirnya senyum dan mengangguk. Mungkin dalam hatinya dia kagum dengan jawaban itu atau malah sebaliknya, eneg. Sok filosofis ! Saya sih tidak terlalu ambil pikir. 

Tanpa kita sadari terkadang kita menyalahkan orang lain karena suasana hati kita sedang buruk. Seorang anak menggantungkan suasana hatinya pada orang tuanya.  Staf menuntut atasan menjaga mood nya agar selalu  on.  Bagaimana mungkin,  padahal hati itu kita yang punya. Cerah dan mendungnya hati kita sepenuhnya berada dalam kendali kita. Mulai lah menjadi penyemangat nomor satu bagi diri sendiri.   

Namun demikian,  jika kamu adalah seorang pemimpin rasanya penting juga paham bagaimana memompa semangat anggota tim. Jika pemimpinnya semangat,  bukan mustahil seluruh anggota tim ikut semangat. Ingat ! seperti pesimis dan sikap putus asa,  semangat itu  juga menular.

----

Pada sebuah pertandingan futsal antar RT  untuk usia 5 - 10 tahun, tim RT 01 belum berhasil juga mencetak gol.  Jangan kan menyalip gol tim lawan, mengatasi kalah mental sebelum pertandingan pun rasanya sulit.  Tim RT 01 semuanya  mungil, paling besar berusia 8 tahun. Dia lah anak saya, Ndan. Sang kapten.  

Belum setengah permainan semangat tim mulai redup seperti lampu jalan di gang belakang.  Anehnya kapten tidak patah semangat. 

Sambil bertepuk tangan memberi semangat dia berteriak, "ayoo semangat teman-teman  ! Kalau kita menang nanti tim ditraktir sama Mama aku ke McD.," 

Sejurus kemudian semua mata berpaling melihat ke arah saya, meminta persetujuan. Refleks saya berteriak, "Ok !" Eh kok bilang ok.  Ah cuma 5 anak. Santai.

Ronaldo, Messi, Maradona,  Pele,  dan Bambang Pamungkas pindah jadi warga RT 01. Mereka membabi buta menyarangkan gol ke gawang tim RT 05. Ajaib !  Tim futsal RT 01 akhirnya unggul. 

Horeeee  !!!

"Ma,  teman-teman sudah siap, 10 anak."
"Bukannya  cuma 5 ?"
"Kan ada  pemain cadangan."
"Oh."

---- 

Belalang Sipit
13/01/2019
Read More
Tuti Ismail

R. U. D. I.


Bagaimana jika kalian bukan sahabat masa remaja saya dulu ? Sulit rasanya berandai-andai. Mungkin dunia akan fllat seperti keripik Lays. Padahal saya ini adalah penggemar berat Chitato. Gimana donk ?

Pada awal tahun 90-an untuk pertama kalinya istilah JJS mulai populer di kalangan anak muda.  Adalah Deny Malik,  seorang penyanyi sekaligus koreografer mempopulerkan lagu Jalan-tahun '89 lagu Jalan Jalan Sore (JJS)  yang dinyanyikan Deny Malik meledak di pasaran.

Fenomena JJS remaja di lintas Melawai dengan cepat menular ke wilayah lain di ibu kota. Pusat-pusat keramaian mulai menjamur. Mall, supermarket,restoran siap saji kian subur.

Anak-anak remaja yang hidup pada masa itu rasanya sedikit banyak pasti pernah sekali dua kali JJS bersama teman-teman. Entah mungkin juga karena kami wanita setiap kali JJS selalu berakhir di tempat makan atau supermarket.  Selalu begitu.  Membeli seporsi kentang goreng dan segelas minuman ringan di resto cepat saji rasanya sudah senang. Pun demikian jika hanya bisa  membeli sebatang coklat di supermarket. Terpenting adalah bisa cuci mata, jalan,  ngobrol, tertawa atau mentertawakan kebodohan kami sendiri.

Seperti sore itu ketika berada di sebuah supermarket bilangan Rawamangun. "Ini shamponya Rudi," kata saya sambil memegang sebuah botol shampo. "Kok tahu ?" tanya Rini
"Iya tahu lah," kata saya sambil meletakkan kembali botol shampo itu di raknya. "Dia cerita ? Kalian sedekat itu ? Pacaran ?  Kok kita nggak tahu ?" tanya Rini lagi sambil mengejar saya. Saking penasarannya pertanyaannya seperti rentetan AK 47.

Ingin rasanya mendaratkan satu jitakan untuk anak ini, sembarangan saja main tuduh. "Ya Allah. Ya pasti tahu lah. Itu bisa dibaca botolnya, Neng !  Shampo bikinan Rudi Hadisuwarno," jawab saya lagi.
 "O."
"Kok cuma oh."
"Oh Rudi Hadisuwarno, kirain Rudi temen sekolah kita," sahutnya tertawa menahan malu.

Idiihhh ?!$()"#/*-'

 ----
Belalang Sipit
12/01/2019

#30haribercerita #30hbc1912 #Bagaimanajika @30haribercerita
Read More

Thursday, January 10, 2019

Tuti Ismail

I.K.H.L.A.S.



Terluka, sedih dan kecewa ketika kehilangan merupakan sesuatu hal yang sangat wajar, karena kita adalah manusia. Jika kamu tidak merasakan itu, patut juga curiga jangan jangan sudah kehilangan rasa sebagai manusia.  Ini bahaya. 

Sempat mencecap rasa itu saya pikir baik juga agar timbul rasa empati pada yang sedang merasakannya.  Lebih jauh menjadi senantiasa mawas diri setidaknya tidak menyebabkan orang lain  over dosis merasakan hal itu. Sedikit boleh,  terlalu banyak jelas jangan.

Ikhlas adalah obat paling manjur untuk menyembuhkan luka, sedih dan kecewa. Sangat m5ungkin pasca semua berlalu,  kegembiraan akan datang. Musim kemarau tidak akan terjadi sepanjang masa,  bukan ?

"Kemana nih sandal yang kanan ?" Saya tolah toleh mencari-cari ke sana ke mari. Hasilnya nihil. Yang tersisa sandal sebelah kanan tetapi pasangan sandal yang lain. 
"Ambil saja !" nanti mahgrib kan kita shalat lagi di sini."
"Nggak ah. Masa pulang shalat malah ambil sandal orang."
"Ya kan yang punya sandal reebok itu juga ambil sandal kamu."

Sewaktu anak-anak masih kecil hampir tiap hari kehilangan pinsil atau penghapus. Saya tidak gusar, mereka pulang juga membawa barang serupa milik teman sekelasnya. Impas ! Toh orang tua murid lainnya juga tidak ada yang protes. Ini kesalahan besar.

"Haha ini bukan main bola yang hasilnya bisa seri. Ya kalau pemilik reebok itu lawan tanding saya.  Kalau bukan  ? Salah ngegolin ke lapangan sebelah, dong. "

Nggak ah. Biar sandal bagian kanan itu lebih bagus dan jelas lebih bermerek, itu bukan sandal saya.

"Haha iya ya. Malah jadi kelihatan aneh."

Setiap habis shalat saya bergegas. Menunggu di muka ruangan kecil yang biasa kami pakai untuk shalat, berharap pemilik reebok kanan akan muncul.  Sayangnya tidak kunjung jua. Kemana dia  ? Bukan salah satu penghuni apartemen Rushaifah ini kah ?

"Pa, yang saya sesali hanya satu, kenapa sih itu sandal hilangnya bukan sepasang saja sekalian ? Kan jadi malah bisa dipakai."

Biar hanya sandal,  kehilangan tetap menimbulkan luka.  Pertanyaan kenapa harus saya ? menari di kepala. Tidak usah mencoba menjawab. Mencobanya hanya membuat luka semakin menganga. 

Saya memutuskan berhenti mencari. Melupakan dan belajar mengikhlaskan.

Hari berlalu. Tanpa diduga sandal milik saya itu muncul di muka pintu ruang shalat. Reebok kanan yang sekarang raib. Semoga dibawa pemiliknya, entah siapa.

---

Belalang Sipit
11/01/2019
Read More

Wednesday, January 9, 2019

Tuti Ismail

Sepanjang Jalan Kenangan


Kota Yogya menjadi destinasi terakhir. Petualangan melewati lima provinsi, begitu kami menyebutnya. Pasca kelulusan bulan lalu,  liburan kali ini akan menjadi kebersamaan terakhir. Beberapa bulan yang akan datang jangankan bisa pergi bersama, berjumpa pun rasanya akan sangat sulit. 

"Yuk kita perpisahan sebelum SK penempatan keluar, Har."
"Sudah terbayang sebagian dari kita akan mengadu nasib di wilayah timur Indonesia, sebagian lagi di bagian barat dan yang lainnya di bagian tengah, ya Tut."
"Ya iya lah pasti ke sana.  Indonesia kan cuma WIB,  WITA,  sama WIT aja."
"Hehe."

Mungkin ini lah lucunya anak kuliahan di belahan dunia mana pun,  ketika kuliah berdoa ingin segera lulus. Giliran sudah lulus tidak ingin segera berpisah. 

Perjalanan kami kurang lebih berlima belas orang ini dimulai dari terminal Lebak Bulus (DKI Jakarta) melewati Cikampek (Jawa Barat) menuju Kota Solo (Jawa Tengah)  lalu ke Telaga Sarangan,  Magetan (Jawa Timur)  dan berakhir di Yogyakarta (DIY).  Perjalanan kala itu begitu menyenangkan.  Jalanan  ramai dan meriah. Sepanjang jalan raya berderet umbul-umbul warna warni.
Setiap rumah dihias lampu warna warni. Indonesia bersolek merayakan usianya yang ke lima puluh tahun. Masa itu di tahun 1996.

----

Malam itu Yogya basah bekas diguyur hujan tadi sore. Sejuk tak terkira. Selepas dari Parangtritis akhirnya kami menepi di sebuah warung pecel lele pinggir jalan. Sepiring  nasi dan pecel lele beserta sambal serta lalapan jadi penghiburan yang luar biasa.  Suara merdu dan petikan gitar pengamen seperti MSG yang ditabur di atas sambal pecel lele.  Sedap.

"Mas request lagu dong."
"Boleh, Mas. Lagu apa ?"
"Sepanjang jalan kenangan. Bisa  ya ?"
"Bisa,  Mas."

Aih romantis  ! Malam itu rasanya tak ada satu pun dari kami yang rela berpisah. Lagu sepanjang jalan kenangan memang sangat pantas menggambarkan kebersamaan kami saat itu.

Di tahun 60-an lagu Sepanjang Jalan Kenangan sangat populer.  Tembang karya A. Riyanto tersebut dinyanyikan oleh Tetty Kadi. Kalau banyak orang bilang lagu lawas abadi sepanjang masa saya rasa itu benar adanya.  Buktinya selang lebih dari lima puluh tahun kemudian tepatnya pada Februari 2012 grup musik anak muda, The Rain, mendaur ulang lagu tersebut dengan aransemen pop yang lebih kekinian.  Bahkan karena begitu indahnya lagu tersebut pada September 2012, Pay & Friends kembali mendaur ulangnya dengan cita rasa yang beda, rock.  Tua muda semua mahfum lagu ini. Salute  !

Saya lihat teman saya menyodorkan selembar uang lima ribuan. Mas Pengamen bergegas menyelipkan di saku celananya. Rejeki baik hari ini.

Mas Pengamen mulai memetik gitar. Suaranya yang serak-serak basah merdu terdengar, "sengaja aku datang ke kotamu. Lama nian tidak bertemu. Iii..."

"Stop ! Stop, Mas !" jerit teman saya. Mas Pengamen berhenti beraksi, berhenti  di huruf i(ngin). Dia terlihat kaget. Kami pun begitu.  Sontak serentak menoleh ke teman saya itu. 

"Kok lagunya itu sih  !" Dia melanjutkan bicaranya.  Wajahnya terlihat kesal. Kami saling betukar pandang. Memang ada Sepanjang Jalan Kenangan yang lain ? 

"Mas, minta lagu Sepanjang Jalan Kenangan, kan  ? sahut Mas Pengamen.

"Iya. Pengamen kok nggak hapal lagu," gerutunya.

"Sepanjang jalan kenangan kita slalu bergandeng  tangan... 
Sepanjang jalan kenangan ku peluk dirimu mesra... 
Hujan yang rintik rintik di awal bulan itu...
Menambah indahnya malam syahdu...," masih dengan wajah sewot teman saya berlagu,  memberi contoh ke Mas Pengamen. 

"O itu. Ngapunten ngge, jadi Mas-nya ini minta saya nyanyikan lagu itu cuma di bagian refrainnya aja  ? Ndak mau dari awal lagu ?" Mas Pengamen nyaut sambil senyum-senyum. 

Halah gayamu, Dul 😂😂 #@$"'@@


----

Belalang Sipit
10/01/2019



Read More

Tuesday, January 8, 2019

Tuti Ismail

Buka lah Kaca Matamu



Ibu saya adalah ahlinya bahagia. Ibu bilang sejak lahir hingga tua tidak pernah tidak bahagia. Saya yang pada saat itu masih belia sungguh dibuat penasaran. Bagaimana bisa  ? Sebagai seorang anak rasanya saya tidak melulu dapat dibanggakan. Perekonomian keluarga bisa dibilang tidak selalu benderang. Bahkan hingga akhir hayatnya warung kelontong di teras rumah pun masih beroperasi. Tidak terbilang ikhtiarnya untuk selalu menjadi lebih baik dari hari kemarin. Saya menjadi saksinya.

Kesedihan dan kekecewaan hidup pada akhirnya hanya singgah seperti lelucon menjalang tidur yang lenyap esok hari. 

"Rahasianya adalah menerima diri apa adanya," kata ibu

Nasehat ibu bukan omong kosong belaka. Carl Rogers, pencetus teori penerimaan diri,  mengemujakan bahwa penerimaan diri merupakan pandangan realistik seseorang terhadap dunia dan potensi-potensi yang ada dalam dirinya. Augustinus Supratiknya,  salah seorang guru besar Psikologi, mengungkapkan hal yang serupa bahwa self-acceptance merupakan kemampuan seseorang untuk menerima berbagai kelebihan dan kekurangan diri. 

Sewaktu kecil saya sering masgul. Benci sendiri. Entah dari mana sifat pelupa ini berasal. Tidak berbilang beberapa kali sudah saya mencoba kaplet yang mengandung Ginkgo Biloba.

Bukan sekali dua kali saya pergi ke sekolah dengan bersepeda, tetapi pulang ke rumah berjalan kaki.
"Kok pulang jalan kaki ? Sepedanya mana  ?"
"Ah iya, lupa."

Bertahun saya meratapi. Namun sejak ibu bilang jika tidak bisa lagi diubah saya harus bisa menerima. Bahagia  itu adalah "menerima".  Saya mengubah cara pandang terhadap kekurangan diri. Bukan cuma atas kekurangan yang satu itu, tapi pada banyak kekurangan yang saya miliki. Enjoy aja dan lihat lah bagaimana dunia juga ikut tertawa bersamamu.  Pada beberapa kesempatan kadang saya pun bersyukur diberi kekurangan itu. 

-------

Oktober dua tahun yang lalu, matahari berteriak di seluruh penjuru Kota Makkah. Hari itu jelang pukul 11.00 waktu setempat. Saya dan rombongan baru saja tiba di penginapan. 

"Setengah jam lagi kita tawaf."

"Siap ustadz."

Tiba di Masjidil Haram matahari kian menjerit. Saya ingat pesan ibu saya selama di sana agar senantiasa berdoa, tidak ada yang tidak mungkin. Seringkali saya mendengar cerita dari mereka yang baru pulang haji banyak keajaiban di sana. Atas ijin-Nya bukan mustahil kamu akan merasa sangat sejuk sementara orang lain kepanasan.

Tujuh putaran akhirnya lengkap sudah. Selepas tawaf kami menepi.  Menikmati dinginnya air zam-zam. Syukur tiada terkira,"Alhamdulillah ya cuaca adem. Agak mendung kayanya."

"Adem  ?" Kata suami saya.

"Iya,"sahut saya lagi. 

"Ya iya rasa mendung. Itu coba kaca mata riben mbok ya dicopot dulu ! " sahutnya. 😎

----

Belalang Sipit
09/01/2018

Read More