Friday, November 29, 2019

Tuti Ismail

Trik Negara Lain Dongkrak Pendapatan Dari Pariwisata, Bagaimana Indonesia?



Ilustrasi by Bintang F.

Kabar tidak menyenangkan disampaikan Direktur Bank Dunia Bank Dunia, merespon lesunya perekonomian dunia kemungkinan akan menurunkan kembali proyeksi pertumbuhan globalnya. "Ketika kita melihat data hari ini, kita mungkin akan melihat penurunan lebih lanjut dari penurunan peringkat kita pada Juni," kata David Malpass kepada wartawan di awal pertemuan tahunan Bank Dunia dan International Monetary Fund (IMF), sebagaimana dilansir dari Reuters, Kamis (17/10/2019). Padahal sebelumnya dalam Global Economic Prospects edisi Juni 2019 yang dirilis Selasa (4/6/2019) Bank Dunia telah memangkas proyeksi pertumbuhan dari semula 2,9% menjadi 2,6%.

Namun, di tengah ketidakpastian penurunan perdagangan dan aliran investasi, ternyata masih ada kabar baik yaitu semakin bainya perkembangan sektor pariwisata. Dalam analisis tahunan The World Travel & Tourism Council’s (WTTC) terkait dampak ekonomi  dan tenaga kerja yang ditimbulkan dari kegiatan pariwisata di 185 negara dan 25 wilayah, menyebutkan bahwa sektor ini menyumbang 10,4% dari PDB global dan 319 juta pekerjaan, atau 10% dari total lapangan pekerjaan di tahun 2018.

Moncernya perkembangan pariwisata direspon oleh Jepang dan Malaysia untuk mendorong penerimaan negara melalui sektor pajak. Jepang dan Malaysia pada tahun 2019 mulai mengenakan pajak baru bagi pelancong yang akan meninggalkan negaranya.

Pajak ‘Sayonara” Jepang dan Pajak “Selamat Tinggal” Malaysia

Mengutip The Straits Times (12/04/2018) mulai tanggal 7 Januari 2019 Jepang mengutip pajak “sayonara”  (international tourist tax). Tidak pandang bulu, wisman maupun penduduk lokal yang akan meninggalkan Jepang baik melalui laut maupun udara akan dikenakan pajak sebesar 1.000 Yen. Pajak akan ditambah ke dalam tiket peswat, kapal atau biaya perjalanan lainnya.

Serupa dengan Jepang,  Malaysia juga telah menerbitkan regulasi baru terkait pariwisata. Seperti dilansir The Straits Times (03/08/2019) sejak tanggal 1 September 2019 bagi mereka yang akan terbang meninggalkan Malaysia akan dikenakan pajak “selamat tinggal” (the departure tax). Pembayaran pajak ini di luar biaya layanan bandara (airport tax) sebesar  35RM bagi penumpang dengan tujuan negara dan sebesar 70RM negara lainnya selain negara Asean. 

Jumlah pajak bergantung pada  kelas penerbangan yang digunakan dan negara yang dituju. Jika terbang menggunakan kelas ekonomi dan negara yang dituju adalah negara Asean (Brunai, Kamboja, Indonesia, Laos, Myanmar, Filipina, Singapura, Thailand dan Vietnam) besarnya pajak yang harus dibayar sebesar 8RM per orang. Namun, jika negara yang dituju selain negara Asean maka pajak yang dikenakan berbeda yaitu sebesar 20RM. Pajak yang dikenakan akan lebih besar lagi bagi mereka yang meninggalkan Malaysia dengan penerbangan kelas premium (business atau first class). Tujuan negara Asean dikenakan pajak sebesar 50RM dan selain Asean 150RM. Pengecualian diberikan bagi wisman anak-anak dengan usia di bawah 2 tahun, para awak kabin dan para penumpang yang transit di Malaysia kurang dari 12 jam.

Fiskal Luar Negeri

Serupa dengan Jepang dan Malaysia, sesungguhnya selama kurang lebih 15 tahun Indonesia pernah pula menerapkan pajak serupa dengan “pajak sayonara” di Jepang atau “pajak selamat tinggal” Malaysia dengan nama Fiskal Luar Negeri (FLN). FLN merupakan Pajak Penghasilan (PPh) yang wajib dibayar oleh setiap orang pribadi yang akan bertolak ke luar negeri. Berlakunya FLN sejak 1 Januari 1995 ditegaskan dalam Pasal 25 ayat (8) Undang-undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 10 Tahun 1994, “Bagi Wajib Pajak orang pribadi yang bertolak ke luar negeri wajib membayar pajak yang ketentuannya diatur dengan Peraturan Pemerintah.”

Namun, dengan berlakunya Undang-undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 36 Tahun 2009, berangsur-angsur pengenaan FLN dibatasi (hanya dikenakan kepada wajib pajak orang pribadi yang tidak memiliki NPWP)  hingga akhirnya dinyatakan berakhir diberlakukan pada tanggal 31 Desember 2010.

Pada periode antara 1 Januari 2009 sampai 31 Desember 2010 bagi wajib pajak orang pribadi yang tak memiliki NPWP dan telah berusia 21 tahun  yang pergi keluar negeri wajib membayar fiskal luar negeri sebesar Rp 2,5 juta untuk pengguna pesawat udara dan Rp 1 juta bagi pengguna kapal laut.

Langkah Indonesia

Sejalan dengan dampak pariwisata pada ekonomi global sebagaimana disampaikan WTTC, data BPS lima tahun terakhir (2014 – 2018) rata-rata pertumbuhan kunjungan wisatawan mancanegara (wisman) ke Indonesia sangat baik yaitu mencapai 14% per tahun (2014: 9,43 juta orang, 2015: 10,23 juta orang, 2016: 11.52 juta orang, 2017: 14,04 juta orang dan 2018: 15,81 juta orang).
Tidak hanya itu, WTTC dalam laporannya tahun 2018 ternyata juga menetapkan Indonesia sebagai negara dengan pertumbuhan pariwisata tercepat, yakni peringkat 1 di Asia Tenggara, peringkat 3 di Asia dan peringkat 9 di dunia. Peringkat Indonsia di Travel and Tourism Competitiveness Index (TTCI) yang dikeluarkan oleh World Economic Forum (WEF), melesat dari ranking 70 tahun 2013 menjadi ranking 42 tahun 2017.

Tingginya kunjungan wisman harus ditangkap sebagai peluang sekaligus tantangan oleh Pemerintah. Infrastruktur dan regulasi terkait industri pariwisata harus terus disempurnakan. Dengan pendekatan berbeda dibanding kedua negara tersebut, Pemerintah justru menerbitkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 120/PMK.03/2019 telah merevisi ketentuan pengembalian PPN (VAT Refund). Meskipun batasan minimal PPN yang bisa diminta kembali tidak berubah yaitu sebesar Rp500.000 atau minimal belanja sebesar Rp5 juta, namun beleid baru tersebut memberikan kelonggaran bagi wisman. Untuk dapat diperhitungkan dalam total akumulasi belanja,  belanja tidak harus berasal dari satu struk saja tetapi dapat berasal dari beberapa struk belanja asalkan dalam satu struk PPN paling kurang sebesar Rp50.000 atau minimal belanja Rp500.000 dengan syarat belanja dilakukan dalam periode 1 bulan sebelum meninggalkan wilayah Indonesia.

Permintaan pengembalian PPN dilakukan pada saat wisman meninggalkan Indonesia dan disampaikan kepada Direktur Jenderal Pajak (DJP) melalui Kantor DJP di bandar udara (sebelum check in counter) dengan menunjukkan paspor, boarding pass ke luar negeri dan Faktur Pajak khusus dari toko retail yang berpartisipasi dalam program VAT Refund. Diharapkan, regulasi anyar yang akan berlaku mulai tanggal 1 Oktober 2019 membuat harga barang di Indonesia menjadi lebih murah yang pada akhirnya akan mendorong wisman berkunjung ke Indonesia serta tidak segan berbelanja selama berada sini.

Menyikapi pilihan yang diambil Pemerintah terkait cemerlangnya sektor pariwisata,  beberapa langkah perlu dilakukan penyelarasan. Pertama, penambahan jumlah toko retail yang berpartisipasi dalam program VAT Refund serta penyebarannya pada lokasi-lokasi yang menjadi destinasi belanja. Kedua, penambahan jumlah bandara yang dapat melayani VAT Refund. Mengingat saat ini hanya 5 bandara yang menyediakan fasilitas tersebut yaitu Soekarno-Hatta Jakarta, Ngurah Rai Denpasar Bali, Kualanamu Medan, Adi Sutjipto Yogyakarta, dan Djuanda Surabaya Jawa Timur. Ketiga, VAT Refund agar dapat juga disediakan di pelabuhan atau  Pos Lintas Batas Negara (PLBN). Regulasi yang ada saat ini hanya memungkinkan VAT Refund dimintakan melalui bandara udara. Padahal, beberapa wilayah darat dan air Indonesia berbatasan langsung dengan negara lain seperti  Wilayah Kalimantan Barat dengan Malaysia dan Batam dengan Singapura. Keadaan ini sudah barang tentu memungkinkan wisman yang datang ke Indonesia tidak hanya menggunakan pesawat, tetapi juga menggunakan  moda transportasi lain seperti bis atau kapal. 



Dengan adanya perbaikan fasilitas, bukan tidak mungkin Indonesia di masa yang akan datang menjadi salah satu destinasi belanja menyaingi Singapura dan Hong Kong.  

---

Belalang Sipit
30/11/2019

Tulisan telah dimuat di Majalah Internal Kanwil DJP Jakarta Barat "JAWARA" Volume II/Oktober 2019
Read More

Sunday, July 21, 2019

Tuti Ismail

Gerbong Lengang dan Jalan Memutar Frank Thiess


Kalau ada yang bilang bahwa semua kejadian ada hikmahnya dan pasti yang terbaik untuk kita, kamu mesti pecaya. Itu nasihat ibu saya. Mengingat semua yang terjadi semasa hidupnya tentu tidak ada alasan bagu saya selain percaya. Bukan cuma 100% tapi 3000%.

"Jangan khawatir, kamu pasti bisa tinggal jauh dari rumah. Ibu yakin kamu bisa menyesuaikan diri. Kamu pasti akan jumpai kegembiraanmu di sini," begitu nasehatnya waktu pertama kali kami menginjakkan kaki di kamar kost saya yang mungil di jalan Kalimongso, Jurangmangu. 

Kamar berukuran 2 x 3 m dengan  tempat tidur susun ukuran 100 x 200 cm, dua lemari kecil. Rumah kost yang saya tempati tanpa pesawat televisi. Setelah melewati hari-hari dengan teman sekamar akhirnya saya menyadari telah menemukan "kegembiraan" yang ibu maksud. Tidak perlu waktu lama. Kegembiraan datang sejak malam pertama saya di Kalimongso. Sejak malam itu hingga berminggu-minggu kemudian saban malam saya terjatuh dari tempat tidur. Berminggu-minggu pula saban tengah malam saya dan teman sekamar tertawa. Sakitnya sebetulnya tidak seberapa, tapi malu sungguh tidak tertahankan.  

Tiap malam saya menyandarkan punggung ke dinding kamar. Saya tajamkan indera pendengaran. Kamar kost saya bersisian dengan ruang tamu pemilik kost. Lumayan, meski tidak bisa lihat gambarnya saya bisa dengar jelas dialog sinetron yang sedang diputar ibu kost. Mirip seekor Ngengat, indera pendengaran saya kian hari kian tajam. Dan di awal tahun 1994 rasanya makin tajam saja. Sinetron Doel Anak Sekolahan sedang populer saat itu. Saya bisa membayangkan betapa lucunya saat Atun terjebak dalam Tanjidor. Betapa girangnya Babe saat Doel jadi tukang insinyur.

Meski mempercayainya, sialnya saya lebih banyak lupa dari pada ingatnya. Berkali terlintas juga rasa tidak nyaman ketika sesuatu hal pertama kali terjadi. Misalnya ketika berada di lingkungan atau teman baru. Setelah bertahun terbiasa dengan lalu lintas di Pontianak, ketika akhirnya kembali lagi saya tergagap juga  dengan padatnya Jakarta. Berada di jalanan sejak matahari masih terlelap dan kembali ke rumah lepas senja bukan sesuatu yang mudah. Ditambah tiap hari mesti berlaga sebagai seekor Makarel yang berdesakan di dalam kaleng. 

Bagaimana bisa saya lupa, tubuh kita ini 70% nya adalah cairan. Jangankan menemukan "kegembiraannya" menyesuaikan diri diberbagai keadaan pun pasti bisa. Seberapapun sulitnya. Seember air bila dituang ke dalam botol akan menjadi sebotol air. Apapun wadahnya bagi air tidak akan menjadi persoalan, bukan?

Barangkali inilah jalan bagi saya untuk menemukan "kegembiraan" seperti kejadiaan 26 tahun yang lalu. 

Ketika masinis mengumumkan commuter line telah tiba dan pintu terbuka lebar di Stasiun Jatinegara dengan mantap saya langkahkan kaki ke luar gerbong. "Kereta ke Duri di mana, Pak," tanya saya pada petugas di stasiun. Petugas menunjuk ke jalur seberang.

Perjalanan tidak seperti biasanya. Kereta yang saya tumpangi sekarang tetap akan berhenti di stasiun yang saya tuju setiap hari, Duri. Bedanya kereta akan berjalan memutar melewati Stasiun Pasar Senen, Kemayoran, Kampung Bandang, Angke lalu Duri. Tidak akan lagi saya jumpa dengan Stasiun Manggarai yang padat. Sampai jumpa lain waktu Sudirman, Tanah Abang dan Karet.

Saya bergegas menuju ke kereta yang dimaksud. Jam menunjukkan pukul 05.45 wib. Kalau tidak ada halangan 11 menit lagi kereta akan berangkat. Lampu di dalam gerbong telah menyala. Mesin pun telah menyala. Heran ke mana para penumpang. Bangku di dalam gerbong baru terisi beberapa. Gerbong begitu lengang. Ingin rasanya berlari-lari dari gerbong yang satu ke gerbong yang lain. Hal yang tidak akan bisa saya lakukan jika berada di kereta biasanya. Saya duduk dengan tenang. Sambil menyandarkan kepala ke dinding gerbong saya memejamkan mata. Seperti seekor ayam dengan kelopak dan bola mata yang bergerak-gerak saya tertidur. 

Sesampaikanya di Duri laksana seorang putri yang bosan dengan kereta kencananya, dengan mudahnya saya ganti. Lalu bersandar lagi di dinding gerbong dan tertidur seperti seekor ayam. Dengan sebuah langkah baru, hal yang dulu tidak bisa dilakukan dapat saya lakukan kini. 

Saya lupa bahwa air tidak hanya bisa mengalir, tapi juga bisa menetes bahkan merembes untuk menuju wadah barunya. Tidak pernah hanya ada satu jalan, selalu tersedia jalan yang lain. Mungkin akan lebih sukit, lebih jauh atau bahkan lebjh gidaj enak. namun selalu ada pilihan, tinggal kita mau atau tidak untuk mencari dan menempuhnya. Seperti yang dibilang seorang penulis dan penyair Jerman Frank Thiess (1890 - 1977), Das Leben Besteht hauptsachlich aus Umwegen. Hidup terutama terdiri dari jalan yang memutar.

---
Belalang Sipit
21/07/2019
Read More

Sunday, June 30, 2019

Tuti Ismail

Sepotong Bolu Karamel Untuk John Locke


Ketika berusia 14 tahun atau duduk di kelas dua SMP, saya sudah mahir membuat bolu karamel.  Sebagian orang mengenalnya dengan sebutan bolu atau kue sarang semut. Itu karena ketika dipotong bagian dalam bolu berongga menyerupai sarang semut. Tetangga saya yang bernama Teteh Atik yang mengajarkan.  Seketika bolu karamel menjadi hantaran andalan keluarga kami untuk para tetangga atau saudara. 

Karena kerap sebagai hantaran,  tetangga penasaran.  Teman-teman ibu saya lantas sering datang ke rumah minta diajarkan. Saat itu di akhir tahun 90-an kebanyakan ibu-ibu membuat sendiri kue atau bolu baik untuk di makan sendiri oleh keluarganya atau untuk diberikan kepada orang lain. 

Saking mahirnya membuat bolu karamel, dengan memanfaatkan "keluguan" saya seorang tetangga yang mempunyai usaha catering bahkan suka meminta tolong dibuatkan. Bukan hanya mahir, saya juga bisa dibilang cekatan. Ketika satu kompor memanggang adonan, di kompor yang satu saya sibuk meracik adonan.  Ketika bolu matang, adonan berikutnya siap untuk dipanggang. 

Kemahiran saya itu pada akhirnya juga diketahui sahabat saya, Sari. Suatu ketika dia meminta resep bolu karamel dan cara membuatnya.  Meski tidak terlalu serius beberapa kali pernah juga dia melihat saya membuatnya. Berbekal resep dan coretan-coretan cara membuatnya dia bergegas ke rumah, ingin praktek langsung katanya.  Saat itu saya tawarkan untuk menuntunnya langkah demi langkah,  tapi dia menolak. 

*****
Bolu karamel terbuat dari gula pasir, telur, air,  susu kental manis,  tepung terigu,  mentega, soda kue dan backing powder.  Seluruh bahannya mudah didapat di pasar.  Cara membuatnya pun mudah dalam artian tidak perlu mixer kue (alat pengocok adonan). Pun begitu, tetap ada teknik khusus yang mesti diketahui jika ingin sukses dan aman membuatnya. 

***
Keesokan harinya ketika jumpa dengan Sari saya tanya soal bolu karamel, "gimana,  Ai karamelnya?" Maksud saya adalah apakah dia sukses membuatnya. Sari tertawa. Diperlihatkannya juga tangannya yang kemerahan seperti habis terkena uap panas. Lalu berceritalah dia kalau bolunya bantat alias tidak memgembang seperti bolu buatan saya. Ketika dipotong tidak tampak rongga mirip sarang semut. Katanya, bolu buatannya itu lebih mirip disebut dodol. Bagian dasar bolu juga gosong, sementara bagian atasnya masih sedikit basah. Lebih parahnya lagi ketika sudah matang bolu tidak bisa dilepas dari baking pan (panggangan bolu). Ia harus memaksanya keluar dengan menggunakan sendok, akibatnya bolu yang seperti dodol itu bentuknya jadi tidak karuan. Somplak sana sini terkena sendok.  

"Apa bahannya yang mesti diganti dengan yang kualitas super, ya?" tanyanya. Sekarang balik saya yang tertawa karena bukan itu sebab kegagalannya. Sari lupa mengoles baking pan dengan margarin dan menaburinya dengan terigu sebelum adonan dituang. Sari juga salah membubuhkan soda kue, yang seharusnya satu sendok teh dia beri seujung sendok teh. Soal bolu yang gosong,  itu karena dia memanggangnya dengan api yang terlampau besar. 

****
Biasanya, untuk membuat bolu karamel saya menggunakan margarin merek blueband. Itu hanya kebiasaan saja. Pernah suatu ketika saya menggantinya dengan margarin merek lain. Agar biaya lebih murah, bahkan pernah juga menggantinya dengan minyak goreng curah. Semua tidak masalah karena toh margarin yang dipakai saya masukkan ke dalam adonan karamel (gula dan air)  yang masih panas, hingga pada akhirnya akan mencair juga. Agar lebih wangi dan lembut, saya pernah juga pernah mengganti satu sendok margarin dengan butter. Hasilnya tetap sama, bolu buatan saya tetap mengembang, mentul- mentul dan berongga mirip sarang semut.  

Di satu waktu saya menggunakan susu kental manis merek bendera. Dii waktu berbeda saya menggantinya dengan yang  merek yang lain yang harganya lebih murah. Sama,  tidak juga jadi masalah.  

Tepung terigu yang saya pakai berganti-ganti merek. Jika membeli di warung dekat rumah,  saya bahkan tidak tahu mereknya apa.  Maklum terigu di warung dekat rumah dikemas dalam plastik bening dengan satuan seperempat, setengah  atau satu kilogram. Sama, bolu karamel buatan saya tetap mentul-mentul.  

Soda kue dan baking powder yang biasa saya gunakan merek koepoe-koepoe. Bukannya fanatik,  di pasar atau warung dekat rumah hanya merek itu yang tersedia.  

Untuk telur,  saya menggunakan telur ayam negeri. Tidak hitung jumlahnya, saya hitung beratnya. Setengah kilogram. Jadi bisa 8 butir atau 9 butir jika telurnya kecil-kecil. 

Ketika memanggang saya memperhatikan betul besar api. Api cukup sedang saja agar kue matang merata. Pada awal praktek membakar, saya juga langsung gas pol dengan api besar.  Ibu saya berseloroh, "mau kemana sih buru-buru amat!" Ya. Memasak itu harus sabar dan pakai hati. Harus mau menikmati prosesnya.

Meski sering bereksperimen dengan mensubtitusi bahan dengan bahan sejenis yang lebih murah atau mahal, hasilnya tetap sama. Sama dalam arti bolu karamel saya mengembang sempurna dengan rasa karamel,  berongga mirip sarang semut dan tidak pahit ketika menggigit dasarnya. 

Tangan saya juga tidak pernah memerah seperti habis terkena uap panas. Dari serangkaian proses membuat bolu karamel ada satu langkah yang berbahaya, yaitu saat membuat karamelnya. Pada saat gula pasir di jerang di atas panci gunakan api sedang. Aduk perlahan. Ketika  gula sudah menjadi kecoklatan (karamel) masukkan air secara perlahan.  Gunakan gayung atau alat untuk menuang air bergagang panjang. Jika semua air sudah dituang, aduk karamel yang membeku dengan pengaduk bergagang panjang. Bercampurnya karamel dan air menimbulkan uap panas. Ini yang berbahaya. Makanya tangan atau anggota tubuh lain sedapat mungkin tidak berada di dekat mulut panci. Teknik ini yang Sari tidak tahu. 

Saya katakan pada Sari bahwa problemnya bukan pada bahan baku yang dia pakai, tetapi pada proses dan teknik yang dia abaikan. Kita bisa saja mengganti bahan baku dengan harga yang lebih mahal atau lebih murah (harga sering kali diselaraskan dengan kualitas. Jadi bisa juga dibaca menggantinya dengan bahan baku yang kualitas tinggi atau rendah). Perbedaan rasa pasti ada dan itu wajar-wajar saja, tetapi produk yang dihasilkan tetap disebut bolu karamel atau bolu sarang semut.  

"O jadi salah ya cara bikinnya.  Haha. Besok ajari ya," begitu gelaknya.

Pada hari berikutnya saya mendampinginya membuat bolu karamel.  Mengajarinya langkah demi langkah hingga akhirnya dia berhasil.

Sari telah mengambil langkah pertama yang tepat, yang mungkin tidak dilakukan oleh banyak orang. Bisa saja dia ngotot berdalih bahwa bolu buatannya juga disebut bolu karamel. Tapi itu urung dia lakukan. Sari tahu untuk melakukan evaluasi dia harus berangkat dari pemahaman dan tolak ukur yang sama, bahwa bolu karamel adalah bolu berwarna coklat dengan rasa karamel dan ketika dipotong akan tampak rongga-rongga mirip sarang semut.  

Bisa saja ia putus asa, lantas memutuskan membeli saja bolu karamel buatan saya, menaruhnya dalam kardus berlabel "Sari Bakery" lalu mengaku-aku kepada orang banyak bahwa itu bolu buatannya. 

Bisa juga Sari buru-buru berlindung bahwa kegagalannya itu sudah jadi garis tangannya.  Takdirnya. Akan lebih parah lagi jika  sikapnya itu pada akhirnya membuat Sari menutup diri untuk mengevaluasi dan mencari tahu di mana letak kesalahannya.  Padahal takdirnya itu dituntun oleh segala daya upayanya. Kalau sudah begini,  alih-alih mengambil langkah yang tepat, dia malah mengambil langkah yang keliru. Menganti semua bahan baku dengan yang berharga mahal atau menambah takaran misalnya. Mengganti telur ayam negeri dengan telur burung unta misalnya. 

Meski sedikit menyayangkan,  dalam kasus ini saya harus angkat topi untuk langkah yang Sari ambil. Sari tidak malu mengakui kekeliruannya. Lalu segera mengoreksi kesalahannya dengan mencari referensi dan tempat bertanya yang tepat. Telur,  terigu,  mentega, gula dan teman-temannya itu tidak salah apa-apa. Di tangan orang yang tepat mereka bisa menjadi bolu karamel yang enak.

Sari menikmati seluruh proses hingga paham metode apa yang paling tepat untuk menghasilkan bolu karamel setara buatan saya. 

Jika menyimak apa yang disampaikan oleh dosen akuntansi saya sewaktu kuliah dulu, mestinya Sari tidak perlu menjumpai kegagalannya sendiri. "Kegagalan orang lain adalah guru yang paling baik," begitu katanya.  Apalagi jika kegagalan dan keberhasilan orang lain itu begitu tampak terang benderang ada di depan kita. Kenapa harus pusing-pusing bereksperimen melakukan hal-hal baru yang belum tentu berhasil baik.   

***
Sekitar tahun 2010, Prof. Yohannes Surya, Ph.D secara acak (random) mengumpulkan beberapa anak-anak yang berasal dari Papua dengan latar belakang kemampuan akademik yang memprihatinkan.  Salah satunya adalah anak kelas 2 SD yang telah 4 kali tidak naik kelas. Mereka dikumpulkan untuk digembleng dengan metode pendidikan dan cara pengajaran yang baik selama satu tahun. 

Pria kelahiran 1963 kelulusan College of William and Mary, Jurusan Fisika ini ingin membuktikan bahwa "tidak ada anak yang bodoh, yang ada hanya anak yang tidak mendapat kesempatan belajar dari guru yang baik dan metode yang benar."

Enam bulan berselang atau tepatnya di tahun 2011, anak kelas 2 SD yang sudah 4 kali tinggal kelas itu menjadi juara olimpiade matematika nasional.

Berikutnya berkat tangan dinginnya tim pelajar Indonesia mengoleksi 54 medali emas,  33 perak,  dan 42 perunggu di berbagai kompetisi sains dan fisika internasioal dalam dua dekade terakhir. Pada 2013, Tim Olimpiade Fisika Indonesia yang kini dibimbing oleh para mantan juara binaan Surya berhasil mencatat sejarah dengan menyabet gelar The Absolute Winner dalam Asian Phsyics Olimpiad 2013 di Bogor, Jawa Barat (Majalah Tempo, Edisi Juni 2013).

****
Apa yang dipraktekkan Prof. Yohanes Surya,  Ph.D linier dengan pendapat John Locke seorang filsuf yang hidup di abad ke 17. John Locke dengan teorinya, tabula rasa (dalam bahasa Latin yang berarti kertas kosong)  memberi pandangan bahwa seorang anak terlahir seperti kertas kosong, pengalaman dan persepsi alat indranya  terhadap dunia  di luar dirinya (lingkungannya). 

Sepotong karamel untukmu John Locke.

----
Belalang Sipit
30/06/2019

Pic by pixabay
Read More

Saturday, June 29, 2019

Tuti Ismail

Perlukah Anak Ikut Eskul?


Kemarin malam selepas maghrib anak saya yang nomor dua khusuk bersama gawainya. Saya colek-colek dia berteriak geming. "Ssttt jangan berisik, Ma.  Ini lagi dengerin pengumuman lomba tadi pagi," begitu katanya sambil mendekatkan telunjuk ke bibirnya. Suami saya meraih remote TV dan bergegas mengurangi volume suaranya. Kami sekeluarga mendekat dengan kuping yang terjaga ikut mendengarkan.

Alhadulillah Paskibra SMAN 103  pada lomba di SMKN 31 Jakarta se Jabodetabek (30/06/2019) mendapatkan
1. Juara Pelatih Terbaik
2. Juara UMUM 2 (Piala Bergilir Kemenpora)
3. Juara Utama 2
4. Juara 1 Pengibar Terbaik (Haikal dkk)
5. Juara 2 Komandan Terbaik (Satrio)
6. Juara 2 Formasi Terbaik

Diantar oleh kakaknya yang juga  anggota paskibra di sekolahnya,setr pukul 05.30 wib bergegas. Lomba paskibra kali ini diselenggarakan oh SMA Negeri 31 Jakarta dengan peserta SMA sejabodetabek. Sejujurnya saya pun baru tahu kalau lomba untuk paskibra.

Sewaktu saya SMA sependek yang saya ingat  tidak ada lomba beginian, paskibra saat itu sepertinya hanya baris berbaris saja di halaman sekolah. Itu lah sebabnya dahi saya mengernyit waktu si sulung di tahun keduanya di sma bilang dia tertarik mengikuti eskul paskibra di sekolahnya.

Meski tidak melarang tak ayal keluar juga pertanyaan dari saya,"tidak ada eskul lain, Kak?" Saya bertanya tentu dengan maksud barangkali dia akan memilih eskul lain, misalkan eskul basket,  futsal atau kelompok ilmiah remaja. Yang terakhir saya sebut rasanya lebih selaras untuk mendongkrak pemahamannya pada pelajaran sekolah. Atau yang pertama, tinggi badan yang lumayan rasanya cocok untuk alasan menyarangkan bola basket ke dalam ring. Baris berbaris apa manfaatnya? Memangnya kalau pintar jalan di tempat atau langkah tegap maju jalan, terus bisa meningkatkan pelajaran di sekolah? Rasanya jauh panggang dari api.

Tapi ternyata saya salah duga. Banyak nilai-nilai yang berguna untuk kehidupan di masa datang yang saya nilai justru diajarkan dari eskul yang satu ini. Karenanya ketika 2 tahun kemudian si anak tengah masuk ke sekolah yang sama dengan kakaknya dan meminta ijin mengikuti eskul yang sama saya tidak lagi bertanya mengapa. Saya yakin salah satu sebabnya karena dia melihat bagaimana kakak dan teman-temannya berkegiatan. Apalagi rumah kami yang hanya berjarak 100 m dari sekolah kerap dijadikan markas. Jangan ditanya betapa riwehnya rumah kami pada hari-hari menjelang perlombaan.

***
Suatu hari entah di tahun berapa tepatnya sepulang kerja saya membuka kulkas. Mengambil sebotol air putih dingin kesukaan. Betapa kagetnya saya kulkas sudah penuh dengan minuman teh kemasan, air mineral dan minuman isotonik. "Jangan diminum, Ma.  Itu punya tim paskibra. Kalau Mama minun mesti bayar lo," teriak anak kedua dari dalam kamar. "Iya, nggak diminum," jawab saya.  Beberapa hari lagi akan ada lomba paskibra di sekolah lain. Saya pikir minuman itu pasti untuk konsumsinya nanti.  Sampai saya terkejut dikeesokan harinya.

Suara di luar nyaring memanggil-manggil si anak tengah,"assalamulaikum. Haikal Haikal." Di Minggu pagi sekitar pukul 6 pagi. Yang dipanggil keluar dan meminta teman-temannya segera masuk. Bergegas anak-anak tanggung yang diperkenalkanya sebagai teman-teman paskibranya masuk,"permisi Tante."

"Mau berangkat lomba?" tanya saya.

"Bukan Tante.  Kami mau ke BKT (Banjir Kanal Timur) mau jualan minuman ini. Hari ini kan car free day," jawab salah satu dari mereka. Saya terkesiap.

Hah! Jualan.

Beberapa hari lalu Haikal memang meminta sejumlah uang, untuk modal katanya. Saya tidak sangka ternyata untuk modal berjualan minuman kemasan. "Untungnya nanti untuk operasional kegiatan paskib, Tante.  Biar tidak minta sama orang tua terus," begitu kata mereka. Pak Jum, pelatih paskibra di sekolah anak-anak yang mengajarkan itu. Sepintas terlihat remeh temeh, tapi sesungguhnya tidak demikian.

Sebagai orang tua haru rasanya mendengar penjelasan mereka.  Mata saya menghangat melihat mereka bersemangat memasukkan minuman dingin ke dalam beberapa kantong plastik. Menggotong beberapa dua sisanya dan mempersiapkan uang receh untuk kembalian. Jauh di lubuk hati saya ingin bilang,"kenapa tidak minta sama mama saja, Dek. Setidaknya sedikit pasti mama beri." Tapi saya urung lakukan itu.

Siapa pun pasti sepakat hanya orang bermental kuat dan gigih yang sanggup berdagang atau berjualan. Makanya tidak heran banyak teman saya yang berujar,"ah saya tidak sanggup deh kalau disuruh jualan. Beli saja. Saya takut ditolak!" Kejujuran juga dituntut ada dalam diri mereka yang berniat berniaga.

Belum cukup sampai di sana. Beberapa bulan lalu sekolah mengadakan lomba paskibra.  Bisa ditebak anak-anak yang sama didapuk sebagai panitia. Menyusun proposal. Mencari sponsor. Mengundang sekolah-sekolah sebagai peserta. Membuat disign kaos dan seabrek kegiatan pengaturan jelang perhelatan. Haikal didapuk sebagai ketua pencari dana.  Tidak terbilang berapa kali dia dan teman-temannya mendapat penolakan.  Ada kecewa dari ceritanya. Ada juga rasa senang di sana.

Lagi-lagi sebagai orang tuanya saya merasa tidak tega,"Mama kok nggak diminta jadi sponsor ya,  Kak?" tanya saya pada si sulung.

"Sabar, Ma. Nanti kalau sudah mentok pasti larinya ke orang tua. Sekarang ini biar dia berusaha," begitu kata si sulung.

Ya biar sedikit sebagai orang tua untuk keperluan anak pasti akan upayakan, bukan?  Sikap saya bukan sesuatu yang istimewa. Yang istimewa justru jawaban si sulung. Benar juga apa katanya, sebagai orang tua saya harus memberi ruang pada anak untuk mandiri dan bertanggung jawab. Sikap saya yang demikian itu menurutnya bentuk dukungan juga. Karena ketika pada akhirnya mereka berhasil saya adalah orang pertama yang tersenyum,"alhamdulillah dana sudah terkumpul. Banyak yang ingin jadi sponsor. Acara juga sukses."

Merinding rasanya mendapati bagaimana pelatih paskib yang juga guru di sekolah anak saya itu,  Pak Jum, memberi bekal softskill pada anak didiknya. Kemampuan yang diyakini mempunyai peran besar pada keberhasilan seseorang di masa datang.

Thomas J. Stanley, Ph. d,  penulis buku Millionaire Mind pernah melakukan survei yang memetakan 100 faktor yang berpengaruh terhadap tingkat kesuksesan seseorang berdasarkan survey terhadap 733 millioner di US. Menurut riset Stanley berikut ini adalah 10 faktor teratas yang akan mempengaruhi kesuksesan:

1. Kejujuran (Being honest with all people)
2. Disiplin keras (Being well-disciplined)
3. Mudah bergaul atau friendly (Getting along with people)
4. Dukungan pendamping (Having a supportive spouse)
5. Kerja keras (Working harder than most people)
6. Kecintaan pada yang dikerjakan (Loving career/business)
7. Kepemimpinan (Having strong leadership qualities)
8. Kepribadian kompetitif atau mampu berkompetisi (Having a very competitive spirit/personality)
9. Hidup teratur (Being very well-organized)
10. Kemampuan menjual ide atau kreatif / inovatif (Having an ability to sell my ideas/products)

Pak Jum,  pasti Bapak sekali dua kali pernah membaca soal survey Stanley di atas. Tanpa mengecilkakan peran guru-guru lain,  terima kasih untuk pengajarannya, rasanya sebagai orang tua pun tidak  terpikir oleh saya untuk melakukannya.

****
Jadi, perlukan anak ikut eskul. Saya sebagai orang tua anak tiga yang saat ini sedang ABG-ABG-nya dengan mantap akan bilang, "PERLU! " Pengajarannya mungkin akan berbeda,  tetapi baik juga memberi warna lain di hidup anak kita. Jika fisika,  ekonomi, kimia berwarna merah, kuning dan hijau.  Eskul berberi warna biru di cakrawala kehidupan mereka.

---
Belalang Sipit
30/06/2019
Read More

Friday, May 31, 2019

Tuti Ismail

Balas Dendam


Sepulang dari kantor sore ini di atas meja makan ada satu toples besar rempeyek. "Bude yang beli?" tanya saya.  "Enggak. Itu dari Ibu Ningrum. Sekarang kan hari Jumat," jawab Bude.
Ibu Ningrum adalah tetangga kami. Tempat tinggalnya berselang beberapa rumah dari tempat kami tinggal. Saya bertemu Ibu Ningrum bisa dibilang sangat jarang, kebetulan  kami berdua sama-sama bekerja. Apalagi saya biasanya berangkat ke kantor saat matahari masih terlelap dan pulang saat matahari beranjak ke peraduan. Paling banter satu bulan sekali kami jumpa saat arisan RT. Selebihnya bisa dihitung dengan jari berapa kami jumpa.

Tiap Jumat selama bulan Ramadan Bu Ningrum mengantar takjil untuk para tetangga. Dua minggu lalu saya dapat setangkup surabi lengkap dengan kuah kinca. Hari ini tidak tanggung-tanggung setoples besar rempeyek dihantarkan untuk para tetangga.

"Enak nih," anak tengah mengambil satu rempeyek.  Giginya yang masih lengkap dan kuat tanpa jeda melumat habis rempeyek kacang. Kriuk kriuk. "Mama yang beli?" tanyanya lagi. "Bukan.  Dikasih Bu Ningrum," saya mengulang jawaban Bude. "Dalam rangka apa? Ulang tahun? Kok banyak betul? " tanyanya lagi.  "Nggak dalam rangka apa-apa. Mau ngasih aja buat tetangga," jawab saya sok tahu. "Waduh gimana kita balas dendamnya nih sama Bu Ningrum.  Balas Ma. Balas!" goda anak saya. Saya hanya tersenyum. Dalam hati bergumam juga, 'awas ya Bu Ningrum nanti saya balas!'

Begitu lah kita, terkadang suka tidak percaya jika ada orang berbuat baik. Padahal sama sekali tidak ada yang melarang kita berbuat baik tanpa ada alasan yang melatarbelanginya. Mau berbuat baik ya karena ingin saja, tidak perduli misalkan lingkungan di sekitar kita ramai-ramai mempertontonkan perbuatan buruk.Terlebih jika perbuatan baik kita itu adalah sebuah kewajiban. Semisal saya yang tetap patuh membayar pajak motor nouvo tua kami, sementara tetangga kampung sebelah  asyik-asyik saja mengendarai motor bodongnya keliling kampung.

Dua tahun ini saya masuk dalam sebuah grup whatsapp alumni sebuah kegiatan. Kami yang tidak saling kenal sebelumnya bergabung di sana. Saya menyadari sepenuhnya bahwa sangat riskan berinteraksi lewat media sosial (close group) jika tidak cukup dekat secara personal. Sangat riskan menimbulkan salah pengertian para anggotanya. Apalagi jika masing-masing tidak saling tahu latar belakang. Terlebih belakangan ada moment pilpres dan pileg. Saling umbar preferensi politik jadi hal biasa tidak perduli anggota lain sepaham atau justru jengah membacanya. Tidak perduli anggota lain jengah atau tidak.  Karenanya menjadi anggota pasif adalah keputusan terbaik. Sesekali saja "jempol" saya hadir, itu pun jika ada postingan yang baik.

Diam-diam saya memperhatikan ada satu anggota grup kami yang mirip seperti Ibu Ningrum tetangga saya itu.  Saban ba'da subuh tanpa pernah absen sekali pun dia memposting kalimat motivasi  yang dikutip dari kitab suci atau hadits atau quote orang-orang shaleh. Bayangkan tanpa absen sekali pun. Dan yang paling mengagumkan hanya itulah postingan dia saban hari,  tidak ada yang lain. Ia bergeming.

MOTIVASI PAGI
Bismillaah

"Jika kamu berbuat baik (berarti) kamu berbuat baik untuk dirimu sendiri.
Dan jika kamu berbuat jahat,  maka (kerugian kejahatan) itu untuk dirimu sendiri...."

(QS Al-Israa' ayat 7)

Ibu Ningrum dan kawan saya itu setali tiga uang. Kongruen.  Sama dan sebangun. Akhlaknya bagai pinang di belah dua. Baginya,  dan harusnya begitulah  kita semua utamanya saya bersikap.  Jika mau berbuat baik ya berbuat baik saja, perduli orang lain melakukan apa.

---
Belalang Sipit
31/05/2019
Read More

Saturday, May 18, 2019

Tuti Ismail

Cerpen : Question of Life

Pic by pixabay

Marlin memejamkan matanya. Lama dia berpikir apa jawaban apa yang harus diberikan pada putri semata wayangnya. Tangan mungil Lintang mengguncang bahunya,"Bunda apa jawabnya?" Marlin terkesiap. Matanya terbuka perlahan. Dahinya mengerut. Dipandanginya wajah Lintang yang bulat menggemaskan itu. Ah mengapa begitu sulit berucap. Seperti lilin yang terbakar,  tidak terasa air matanya meleleh. "Bunda lapar? Bunda mau berbuka puasa duluan?" suara anaknya mencoba menenangkan.  Marlin tersenyum. Dicubitnya pipi kanan Lintang "Bunda ndak lapar kok,  Dek. Eh itu sudah terdengar adzan Magrib. Ayo, kita berbuka," jawabnya.

******** 

Masih seperti sore-sore yang lalu, Marlin dan Lintang anak semata wayangnya duduk berdua di teras rumahnya yang luas. Keduanya dengan sabar menunggu maghrib datang. "Sekarang kita main apa, Bun?" Tanya Lintang sambil mengibaskan rambut panjangnya yang basah. Lintang baru saja selesai mandi sore. Wangi shampo bayi menyeruak.  Biar usianya sudah menginjak 8 tahun, Marlin enggan berbagi shampo dan sabun dengan Lintang.  Baginya Lintang tetaplah bayi kecilnya yang lucu, dab akan tetap begitu selamanya. 

"Bagaimana kalau kita main congklak? " pinta Lintang. "Kan kemarin sudah," jawab Marlin. "Kalau bekel gimana, Bun?" pinta Lintang lagi.  Marlin menggelengkan kepalanya. Dia pandangi gadis kecilnya itu. Lintang berpikir keras. Kedua tangannya memegangi kepalanya seakan ingin memerasnya. Mungkin dia pikir kepalanya itu macam kelapa,  yang bila diperas keluar santannya.  Marlin tertawa. "Bunda,  bagaimana kalau kita sore ini meniru-niru om Deddy Corbuzier," Lintang bersemangat. Yang dimaksud Lintang adalah permainan question of life yang biasa di mainkan Deddy Corbuzier di Hitam Putih. Salah seorang bertanya dengan memberi dua pilihan jawaban dan yang ditanya harus menjawabnya dengan cepat. Marlin menganggukkan kepalanya. Sepertinya seru juga. Ia mengiyakan keinginan anaknya. Jelang maghrib yang menyiksa kiranya bakal  sedikit terlupakan. 

Lintang berlari masuk ke dalam rumah, diambilnya mangkuk dan bedak tabur miliknya serta jam tangan miliknya. "Tapi Bunda harus cepat jawabnya. Waktunya paling lama 5 detik. Kalau telat nanti aku coret wajahnya pakai bedak," Lintang mulai memberi aturan permainan. "Ok. Bunda ndak takut. Siap-siap ya nanti banyak coretan di wajah Lintang," jawab Marlin. Lintang menjulurkan lidahnya tanda menerima tantangan dari bundanya. 

"Sayur atau buah?" Tanya Marlin memulai permainan. "Sayur," jawab Lintang. Lintang, kamu mirip ayahmu batin Marlin. Mas Yudi, ayah Lintang tidak suka semua jenis buah kecuali kurma. Sebetulnya ia suka kurma baru saja, karena baru tahu buah yang satu itu adalah kesukaan Rasulullah. 

"Tikus atau kecoak? "Ganti Lintang bertanya. Tangannya mulai dimasukkan ke dalam mangkuk berisi bedak. Matanya menatap jam tangan digitalnya. Pas detik ke lima Marlin menjawab,"Kecoak." Lintang kecewa,"Yah Bunda.  Padahal dikit lagi aku bisa coret pipi Bunda pakai bedak." Marlin tergelak. Dalam hati Marlin berjanji semudah apapun pertanyaan Lintang berikutnya ia akan pura-pura sulit menjawab. Biar ia senang. 

Di sela tawanya ujung mata Marlin tak kunjung lepas dari jalan di depan rumahnya. Lehernya serasa sepuluh  sentimeter lebih panjang dari biasanya. Sudah memasuki Ramadan hari ke delapan belas belum pernah sekalipun Mas Yudi berbuka puasa bersama mereka. Jangankan berbuka puasa di mall macam tetangga sebelah, di rumah pun tidak. Segelas air kurma hangat tidak hanya kedinginan, bahkan menjadi berfermentasi karena menunggunya pulang. Saban sahur Marlin mesti membuangnya. Sia-sia penantian si kurma. Kasihan.  "Bunda, Bunda nengok-nengok terus. Bunda nunggu Ayah? Bunda rindu Ayah ya?" Tanya Lintang. "Ah enggak. Bunda lagi mikir mau tanya apa lagi sama Lintang. Anak Bunda pinter,  semua bisa cepat dijawab," Marlin mengalihkan pembicaraan. Lintang jangan sampai tahu.  Tapi sepertinya dia tahu.  Biar bagaimanapun Lintang adalah belahan jiwa mereka, sedikit banyak mungkin dia rasakan juga apa yang tengah terjadi antara kedua orang tuanya. 

"Bantal atau guling?" Tanya Marlin memulai permainan. "Guling," jawab Lintang lantang. Hanya perlu satu detik bagi Lintang untuk menjawab.  Sejak kecil Lintang memang hanya akrab dengan guling.  Marlin tidak membiasakan putrinya itu tidur dengan menggunakan bantal. Ia dan Mas Yudi sempat berselisih paham karenanya.

Suatu hari ketika Lintang baru berusia sebulan Mas Yudi, ayahnya Lintang mengangkat anaknya yang sedang tertidur pulas. Diletakkannya sebuah bantal bayi sebagai alas tidur di kepala anaknya. "Mas, Lintang jangan dikasih bantal!" Jerit Marlin. "Biar, aku kasihan lihatnya. Kamu takut kepala anak kita jadi peang, ya? Takut nanti susah pakai konde? "Mas Yudi bersikeras. Kali ini dia malah menggoda Marlin. Santer beredar kabar di kalangan orang tua bahwa kepala bayi yang baru lahir itu masih lunak jadi mudah terbentuk jika salah posisi tidur. Penggunaan bantal yang keliru ditengarai jadi salah satu sebab kelapa bayi tidak simetris alias peang. Kabar buruk jika harus kondean. Masa iya pakai konde miring? "Jangan, Mas. Bahaya," buru-buru Marlin mengambil kembali bantal dari bawah kepala Lintang. Si jabang bayi menangis karena kaget, lalu disusul Marlin. Mas Yudi kaget. Dipeluknya istrinya itu seraya membisikkan maaf. 

Mas Yudi sungguh tidak tahu jika, Rin anak kakaknya Marlin yang juga keponakannya dulu meninggal dunia karena SIDS (Sudden Infant Death Syndrome) alias sindrom kematian mendadak bayi. Saat itu entah bagaimana bantal yang dipakainya tidur berbalik menutupi wajah Rin yang mungil. Rin yang masih berusia sebulan tak berdaya, sulit bernafas dan akhirnya pergi untuk selamanya. Marlin menarik nafas panjang merindukan masa itu. Meski bertengkar, setidaknya antara dirinya dan Mas Yudi masih saling sapa. Masih ada bahan untuk menjadi topik pertengkaran. Lalu saling merayu,  berbaikan, bertengkar dan berbaikan kembali. Marlin tidak tahu kapan ritme itu berubah menjadi bertengkar lalu saling diam. Diam dan diam. Basah kuyup Marlin, menggigil ia dalam derasnya hujan kesunyian. "Kau yang berpaling dariku dan Lintang, Mas. Harusnya aku yang menghardikmu. Menyeretmu keluar dari hidup kami,  tapi mengapa justru aku dan Lintang yang kau hukum," ingin Marlin meneriakkan kata-kata itu di telinga Mas Yudi, kalau perlu hingga gendang telinganya pecah.  Namun ia tak kuasa. Ia begitu mencintai Mas Yudi. Marlin kebingungan mencari persinggahan untuk dijadikannya tempat berteduh. Kepada siapa resah ini akan dibagi.

"Bunda," panggil Lintang.  Tangan mungilnya menepuk-nepuk bahu Marlin. Marlin terjaga dari lamunnya,"iya,  Bunda dengar.  Sekarang giliran Lintang bertanya." "Bunda siap?" tanya Lintang . "Ok," jawab Marlin sambil membetulkan letak duduknya. Kedua kakinya ditekuk macam orang sedang duduk di antara dua sujud. Tangannya diletakkan di kedua pahanya. Ia tersenyum. Putrinya tidak berkedip mengamatinya. "Bunda cantik, tapi sekeliling mata Bunda sekarang kok hitam? Bunda warnai?" Lintang bertanya sambil memeluk Marlin. "Eh kok pertanyaan begitu. Mana pilihannya? Question of life loh ini,  Dek" Jawab Marlin.  "O iya sampai lupa," Lintang menjawab.  "Siapa yang paling  Bunda diinginkan sekarang.  Ayah atau sahabat Bunda?" Tanya Lintang. "Sahabat?  Siapa sahabatku," batin Marlin. Marlin gelaapan. Setelah menikah, di dunia Marlin hanya ada Mas Yudi dan Lintang. Marlin merasa tidak butuh siapa pun di dunia ini.  Hanya Mas Yudi yang pantas ada di sampingnya.  Cukup baginya Mas Yudi. Pria  yang ia gila-gilai sejak pertama kali bertemu. Pun sebaliknya.  Persetan dengan yang lainnya. 

Marlin memejamkan mata. Ingin rasanya berteriak. Ada batu besar yang menghimpit dadanya. Marlin mengaduk-aduk ingatannya. Ia mencari-cari di mana ia dulu pernah meletakkan Rachma, Tari,  Zulfa, Purwa, dan Tami dalam memorinya. Air mata Marlin meleleh mengingat betapa ia telah begitu angkuhnya melupakan mereka, sahabatnya dahulu. Puluhan kali ia mengelak dari rencana perjumpaan. Ada saja alasan yang dibuatnya. Kini, teringat olehnya betapa dulu mereka saling berbagi kisah. Bergembira dan menangis bersama. Tetes air mata Marlin semakin deras,  pikirannya kacau oleh rasa malu. Marlin tahu ia keliru. Dalam hidup mestinya ia hanya perlu memcintai dan membenci secukupnya.

Andai tak ada persoalan antara ia dan Mas Yudi ia ragu, masih pantaskah merengek meski dalam hati, "Tuhan, kembalikan mereka padaku dan kembalikan aku pada mereka."

******
Kedua tangan Lintang sudah mendarat di pipi Marlin ketika ia membuka matanya. Butiran bedak menyelinap ke dalam hidungnya,  hingga membuatnya terbatuk. "Bunda terlalu lama menjawab. Bunda kalah," Lintang bersorak, tak diperdulikannya jawaban bundanya. Padahal lirih tadi Marlin menjawab, "sahabat." Dipeluknya Lintang. Berterima kasih ia pada putrinya itu,"besok Bunda ajak Lintang ke rumah Tante Rachma, mau?" "Tante Rachma  siapa?  Sahabat Bunda?" Tanya Lintang. "Iya, " jawab Marlin. "Sahabat Bunda cuma satu? " tanya Lintang.  Marlin menyebut nama Tari,  Purwa,  Tami,  dan Zulfa. "Hore Bunda punya sahabat banyak," sorak Lintang. Puluhan pertanyaan Lintang tante-tantenya itu meluncur deras. Marlin kewalahan. Wajah Marlin  yang sedari tadi pucat kini memerah. Asanya bangkit. Kiranya masih ada tempat untuk sekedar singgah menyandarkan kepala yang nyaris lenyap karena putus asa, pada bahu-bahu kokoh yang bernama sahabat. 

====
Belalang Sipit
18/05/2019

Read More

Sunday, May 5, 2019

Tuti Ismail

Marhaban Ya Ramadan


"Bang, martabaknya dua ya. Coklat kacang," kata saya. "Iya, tapi sabar ya setelah ibu ini," jawab si abang martabak. Ibu yang dimaksud berdiri di samping saya, berbaju hijau dengan rambut di sasak. Dia tersenyum, saya balas dengan senyum yang sama lebarnya.

"Sebelum saya, ada ibu bertiga itu dulu. Mbak yang sabar ya," katanya. Ibu bertiga di samping kiri abang martabak mengangguk. Kalau anggukan ketiga ibu tadi dihitung berarti sudah lima orang yang mengingatkan saya untuk bersabar. Saya mengiyakan lagi. Dalam hati sesungguhnya saya bertanya-tanya kenapa banyak betul yang ingatkan saya supaya sabar? Belum sempat temukan jawaban, abang martabak tetiba bersuara,"Ibu ini pesan 21 loyang." Kalau tidak buru-buru saya larang,  bola mata saya mungkin sudah loncat masuk ke dalam loyang martabak. Kaget ih!

Martabak di sini sebetulnya biasa saja, seperti martabak lainnya.  Pilihan rasanya juga standar, cuma ada empat macam coklat,  kacang, keju dan ketan hitam. Namun,  dari banyaknya pembeli bisa dibilang jadi salah satu makanan favorit di sini. Martabak dijual dengan ukuran lebih kecil dibanding martabak pada umumnya, tapi lebih besar dari martabak mini.

Lalu apa istimewanya? Setelah saya renungkan ada tiga alasan mengapa martabak di sini jadi digandrungi banyak orang. Abang martabak praktekkan strategi pemasaran yang canggih banget. Pertama, pemilihan lokasi berdagang yang berada di lokasi strategis. Gerobak abang martabak tepat berada di sisi pintu masuk terminal. Terminalnya sendiri berada tepat di depan pasar. Saban subuh hingga kira-kira pukul 07.30 wib jalanan depan pasar jadi gelaran pedagang sayuran. Makanya tidak heran pelanggan si abang kebanyakan ibu-ibu yang hendak pulang atau pergi ke pasar.

Kedua,  harga seloyang martabak relatif murah. Banyangkan 1 loyang martabak cuma seharga 5 ribu perak. Ketiga, pemilihan waktu operasional. Sejak pukul 5 pagi abang martabak sudah siap menerima pesanan. Adonan sudah diaduk rata. Loyang sudah dipanaskan. "Jangan sampai rejeki keburu dipatok ayam, Mbak," begitu katanya waktu saya tanya kenapa jualan sejak pagi buta.

Seperti sudah saya sebut di awal pelanggan si abang kebanyakan adalah ibu-ibu yang pulang atau pergi ke pasar. Tapi khusus di hari libur begini biasanya pelanggannya nambah. Contohnya saya ini, pemburu sarapan pagi. Kadang ada juga pelanggan dari jamaah yang baru kelar ibadah pagi di gereja.

Sambil menunggu saya berbincang dengan ibu di sebelah saya. Lama sekali. Sampai dia bilang,"Sebetulnya saya mau biarin Mbak duluan,  tapi nanti yang lain iri." "Santai aja Bu. Kan saya datang setelah ibu," jawab saya. Karena sudah akrab akhirnya saya lontarkan juga pertanyaan yang sejak tadi terpendam,"Ibu beli banyak? Ada acara di rumah? " tanya saya. Penasaran.  Buat  apa sampai pemesan 21 loyang martabak. "Tadinya saya mau pesan sebelum ibadah,  tapi nanti martabak keburu dingin," katanya. Dia melanjutkan lagi, "Beli banyak  untuk kasih ke tetangga-tetangga.  Besok kan mereka sudah mulai puasa. Ini untuk menyambut Ramadhan.  Biar mereka senang." Deg.  Jantung saya berhenti sesaat.  Pipi saya panas meski tidak tamparan yang mendarat. Saya mestinya yang paling pantas senang dengan datangnya Ramadan, tapi belum  berbuat apa-apa untuk senangkan tetangga. Yuk tengok kebahagiaan tetangga kita

---
Belalang Sipit
05/05/2019
Read More

Monday, April 8, 2019

Tuti Ismail

Wajib Pajak Wajib CbCR

Pic by pixabay

Target penerimaan pajak dalam APBN 2019 ditargetkan mencapai Rp1.577,6 triliun. Target tersebut meningkat sebesar 20,1 persen dari realisasi penerimaan pajak tahun 2018. Salah satu strategi yang dapat dilakukan untuk mencapai target tersebut dengan menerapkan regulasi terkait perpajakan internasional dengan penerapan Base Erotion and Profit Shifting (BEPS) Action di Indonesia, seperti transfer pricing, treaty abuse dan penerapan ketentuan dan kerja sama perpajakan internasional lainnya seperti Exchange of Information (EOI). Persoalan BEPS sesungguhnya bukan hanya menjadi issu di Indonesia saja, tetapi  telah menjadi keresahan banyak negara.

Motif dari praktik penghindaran ataupun penggelapan pajak di Indonesia disebabkan beberapa faktor antara lain: kurangnya pendirikan, rendahnya pengawasan dan law enforcement, kinerja pemerintah dan faktor eksternal, yaitu regulasi (Uppal dan Reksohadiprodjo 1999; Sour 2001 dalam Makhfatih 2005). BEPS adalah stategi perencanaan pajak (tax planning) yang memanfaatkan gap dan kelemahan-kelemahan yang terdapat dalam peraturan perundang-undangan perpajakan domestik untuk “menghilangkan” keuntungan atau mengalihkan keuntungan tersebut ke negara lain yang memiliki tarif pajak yang rendah atau bahkan bebas pajak. Tujuan akhirnya adalah agar perusahaan tidak perlu membayar pajak atau pajak yang dibayar nilainya sangat kecil terhadap pendapatan perusahaan secara keseluruhan (OECD, 2013). 

Pada tahun 2016 pemerintah telah menerbitkan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor PMK-213/PMK.03/2016 yang mengatur tentang Jenis Dokumen dan/atau Informasi Tambahan yang Wajib Disimpan oleh Wajib Pajak yang Melakukan Transaksi Dengan Para Pihak yang Mempunyai Hubungan Istimewa, dan Tata Cara Pengelolaannya. Beleid ini diterbitkan sebagai wujud pelaksanaan komitmen Indonesia sebagai negara anggota G20 dan anggota Inclusive Framework on BEPS

PMK-213/PMK.03/2016 merupakan bagian dari empat standar minimum yang dideklarasikan dalam BEPS. Untuk menerapkan BEPS, keseluruhan standar minimum tersebut harus diakomodasi dalam UU maupun aturan perpajakan domestik, yang meliputi harmful tax practices, treaty abuse, transfer pricing documentation, dan dispute resolution. Untuk peraturan transfer pricing documentation, perusahaan dengan kriteria tertentu mempunyai kewajiban untuk menyiapkan TP Doc berupa dokumen induk (Master File), dokumen lokal  (Local File) dan laporan per negara (Country by Country Report / CbCR).

CbCR dan Notifikasi

CbCR  adalah salah satu bagian dari TP Doc yang berisi alokasi penghasilan, pajak yang dibayar dan aktivitas usaha dari seluruh anggota grup usaha yang disajikan dalam bentuk Extensible Markup Language (XML) sesuai standar internasional dan akan  dipertukarkan dengan otoritas pajak lain sesuai perjanjian internasional. Pertukaran CbCR merupakan kelanjutan dari Multilateral Competent Autority Agreement (MCAA) on the Exchange of Country-by-Country-Report yang telah ditandatangani Indonesia pada  26 Januari 2017. 

Dalam pelaksanaannya, CbCR yang disampaikan oleh wajib pajak yang merupakan Ultimate Parent Entity (UPE)  ke DJP akan dipertukarkan melalui pertukaran informasi secara otomatis (Automatic Exchange of Information / AEoI) dengan otoritas pajak negara/yurisdiksi yang memiliki Qualifying Competent Autority Agreement (QCAA) dengan Indonesia. Melalui AEoI tersebut, secara resiprokal (timbal balik) Indonesia juga akan menerima pertukaran CbCR terkait dengan wajib pajak Indonesia yang UPE-nya  berdomisili di negara/yurisdiksi yang mempunyai QCAA dengan Indonesia. QCAA dapat berupa Multilateral Competent Authority Agreement (MCAA) ataupun Bilateral Competent Authority Agreement (BCAA) untuk mempertukarkan CbCR secara otomatis. Namun, tidak semua negara atau yuridiksi yang menandatangani MCAA dikategorikan sebagai negara atau yurisdiksi yang memiliki QCAA dengan Indonesia. Suatu negara atau yurisdiksi disebut memiliki QCAA dengan Indonesia apabila negara tersebut memilih Indonesia sebagai mitra untuk AEoI dan Indonesia bersedia bertukar dangan negara tersebut.

Untuk CbCR, DJP telah menerbitkan beleid yang secara spesifik mengaturnya yaitu PER-29/PJ/2017 tentang Tata Cara Pengelolaan Laporan Per Negara. Di dalam PER-29/PJ/2017 mengenalkan beberapa terminologi seperti Entitas Induk dan Entitas Konstituen. Suatu entitas dikatakan Entitas Induk jika merupakan suatu anggota dari Grup Usaha yang menguasai secara langsung atau tidak langsung satu atau lebih anggota lain dalam Grup Usaha dan mempunyai kewajiban menyelenggarakan laporan keuangan konsolidasi berdasarkan standar akuntansi keuangan yang berlaku di Indonesia dan/atau berdasarkan ketentuan yang mengikat emiten bursa efek di Indonesia. Namun tidak semua Entitas Induk wajib melaporkan CbCR. Entitas Induk yang wajib melaporkan CbCR hanyalah Entitas Induk yang laporan keuangannya tidak dikonsolidasi oleh entitas lain, dalam hal ini kita sebut Ultimate Parent Entity (UPE). Entitas Konstituen adalah Entitas Induk dan anggota dari Grup Usaha yang tercakup dalam CbCR.

Lalu wajib pajak seperti apa yang wajib membuat CbCR? mereka adalah:
  • UPE dari Grup Usaha yang memiliki peredaran bruto konsolidasi pada tahun yang bersangkutan paling sedikit Rp11 triliun. Mekanisme pelaporan oleh UPE di Indonesia kita sebut Primary Filing.
  • Entitas Konstituen yang UPE-nya merupakan subjek pajak luar negeri, yang negara atau yurisdiksi tempat UPE tersebut berdomisili tidak mewajibkan penyampaian CbCR laporan per negara; atau tidak memiliki QCAA dengan pemerintah Indonesia; atau memiliki  QCAA dengan Indonesia, namun CbCR tidak dapat diperoleh pemerintah Indonesia dari negara atau yurisdiksi tersebut karena systemic failure. Mekanisme pelaporan oleh Entitas Konstituen di Indonesia disebut Local Filing. 
Dalam hal terdapat lebih dari satu wajib pajak dalam negeri yang wajib menyampaikan CbCR melalui mekanisme local filing, kewajiban penyampaian CbCR tersebut dapat dilaksanakan oleh salah satu entitas konstituen yang merupakan wajib pajak dalam negeri tersebut sepanjang Entitas Induk di luar negeri menunjuk salah satu entitas konstituen di Indonesia untuk menyampaikan CbCR ke DJP. Namun, setiap entitas konstituen di Indonesia tetap harus menyampaikan Notifikasi. 

Mekanisme local filing tidak diwajibkan apabila UPE di luar negeri menunjuk Pengganti Entitas Induk (Surrogate Parent Entity) yang berdomisili di negara atau yurisdiksi yang memiliki QCAA dengan Indonesia dan CbCR dapat diperoleh melalui AEoI. Namun demikian, setiap anak usaha di Indonesia tetap harus menyampaikan Notifikasi. Dalam rangka pelaksanaan kewajiban penyampaian CbCR, DJP mengumumkan daftar Negara Mitra atau Yurisdiksi Mitra yang memiliki Perjanjian Internasional; QCAA; dan QCAA tetapi CbCR tidak dapat diperoleh karena penundaan pertukaran laporan per negara secara otomatis karena hal-hal selain yang diatur dalam QCAA atau terjadinya kegagalan secara berulang untuk mempertukarkan CbCR secara otomatis dengan Negara Mitra atau Yurisdiksi Mitra.

Sebelum tahap penyampaian CbCR, wajib pajak yang melakukan transaksi afiliasi atau anggota Grup Usaha harus melakukan Notifikasi ke DJP. Notifikasi dilakukan untuk mengetahui apakah wajib pajak tersebut wajib atau tidak wajib menyampaikan CbCR. Penyampaian Notifikasi dilakukan melalui DJP Online, wajib pajak hanya perlu menjawab beberapa pertanyaan, dan jawaban-jawaban oleh wajib pajak akan berujung pada kesimpulan apakah wajib pajak wajib atau kah tidak wajib menyampaikan CbCR. Jika wajib menyampaikan CbCR maka wajib pajak akan secara otomatis diarahkan pada laman untuk upload CbCR dalam bentuk XML. Wajib pajak akan mendapatkan bukti upload CbCR dan/atau Notifikasi. Bukti tersebut digunakan sebagai pengganti CbCR yang dilampirkan pada saat pelaporan SPT Tahunan PPh Badan.

Notifikasi dan CbCR harus disampaikan kepada DJP paling lama 16 bulan setelah akhir Tahun Pajak untuk Tahun Pajak 2016 atau 12 bulan setelah akhir Tahun Pajak untuk Tahun Pajak 2017 dan seterusnya.

Sebagai contoh PT. A sebagai bagian dari Grup Usaha  (Entitas Konstituen) dengan ABC Ltd (UPE) berdomisili di Singapura. Pada tahun 2016 PT. A memiliki utang kepada ABC Ltd sebesar Rp30 miliar dengan bunga Rp2 miliar. Berdasarkan data per 26 Januari 2017, Singapura tidak memiliki QCAA dengan Indonesia. Singapura juga memiliki tarif PPh yang lebih rendah dari pada Indonesia yaitu 17%. Karenanya, PT. A  mempunyai kewajiban untuk membuat Master File dan Local File. PT. A wajib menyampaikan Ikhitisar Dokumen Induk dan Dokumen Lokal pada SPT Tahunan PPh Badan 2016. PT. A  mempunyai kewajiban untuk menyiapkan CbCR dan Notifikasi paling lambat pada 31 Desember 2017 dan menyampaikan tanda terima penyampaian Notifikasi dan CbCR 2016 pada SPT Tahunan PPh Badan 2017.

Apa Akibat Tidak Membuat Notifikasi dan CbCR?

Pasca berlakunya PMK-213/PMK.03/2016 selain harus mengisi Lampiran Khusus 3A-Pernyataan Transaksi Dalam Hubungan Istimewa (lampiran SPT Tahunan PPh Badan), wajib pajak juga harus menyampaikan tanda terima penyampaian Notifikasi dan tanda terima penyampaian CbCR. Sesuai Lampiran II PER - 02/PJ/2019 Tentang Tata Cara Penyampaian, Penerimaan, Dan Pengolahan Surat Pemberitahuan, tanda terima penyampaian Notifikasi atau penyampaian CbCR merupakan lampiran khusus SPT Tahunan PPh Badan. Oleh karena itu tidak menyampaikan dokumen tersebut memiliki konsekuensi SPT tidak lengkap. Apabila setelah terbitkan Surat Permintaan Kelengkapan SPT, dokumen tersebut tidak juga disampaikan maka SPT dianggap tidak disampaikan sesuai Pasal 3 ayat (7) UU KUP. Wajib pajak akan dikenakan sanksi administrasi sesuai Pasal 7 UU KUP sebesar Rp1.000.000,00. 

Jika terhadap wajib pajak tersebut telah ditegur secara tertulis namun tidak juga menyampaikan SPT Tahunan secara lengkap dan DJP telah melakukan tindakan pemeriksaan maka sesuai Pasal 18 ayat (3) UU PPh otoritas pajak berhak untuk menghitung besarnya harga transfer sesuai dengan peraturan perundang-undangan perpajakan yang berlaku. Apabila hasil pemeriksaan menghasilkan koreksi transfer pricing dan diterbitkan SKPKB dengan sanksi berupa kenaikan 50% (Pasal 13 ayat (3) UU KUP).

Apabila atas SKPKB tersebut diajukan upaya hukum berupa keberatan, maka sesuai Pasal 26 ayat (4) UU KUP wajib pajak yang bersangkutan harus dapat membuktikan ketidakbenaran perhitungan dalam ketetapan pajak tersebut.

---

Belalang Sipit
08042019
Read More

Sunday, April 7, 2019

Tuti Ismail

Wajib Pajak Wajib Master File dan Local File

pic by pixabay

Penggerusan basis pajak dan pengalihan laba (Base Erotion and Profit Shifting / BEPS) sejak lama telah menjadi sumber keresahan banyak negara. Kesempatan berusaha dan transaksi begitu bebasnya, dunia seperti tanpa batas khususnya transaksi yang dilakukan oleh entitas yang tergabung dalam satu grup usaha multinasional. Akibatnya keuntungan usaha bisa melompat dari satu negara ke negara yang lain (profit shifting) dan negara yang mestinya memiliki hak pemajakan hanya bisa gigit jari.

Dalam rangka menyelamatkan penerimaan negara dari sektor pajak pemerintah dapat melakukan intervensi, baik secara langsung (direct goverment involvement) ataupun tidak langsung (government influence) yakni melalui regulasi (Campo dan Sundaran, 2000). Akhirnya, pada tahun 2016 pemerintah telah menerbitkan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor PMK-213/PMK.03/2016 yang mengatur tentang Jenis Dokumen dan/atau Informasi Tambahan yang Wajib Disimpan oleh Wajib Pajak yang Melakukan Transaksi Dengan Para Pihak yang Mempunyai Hubungan Istimewa, dan Tata Cara Pengelolaannya.

Di samping sebagai salah satu upaya pemerintah mengumpulkan pajak, diterbitkannya PMK-213/PMK.03/2016 merupakan kebijakan anti penghindaran pajak (anti tax avoidance) yang merupakan bagian dari empat standar minimum yang dideklarasikan dalam BEPS Action 13. Untuk menerapkannya keseluruhan standar minimum harus diakomodasi dalam UU maupun aturan perpajakan domestik, yang meliputi harmful tax practices, treaty abuse, transfer pricing documentation, dan dispute resolution. Untuk peraturan transfer pricing documentation, perusahaan dengan kriteria tertentu mempunyai kewajiban untuk menyiapkan dokumen penentu harga transfer (Transfer Pricing Documentation / TP Doc) seperti:

  1. Dokumen Induk (Master File)
  2. Dokumen Lokal (Local File) 
  3. Laporan Per Negara (Country by Country Report / CbCR).
Pun demikian seperti telah di jelaskan di atas andai perusahaan tidak mempunyai kewajiban untuk menyimpan TP Doc, wajib pajak tetap diwajibkan untuk menerapkan arm’s length principle atas Transaksi Afiliasi yang dilakukannya sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan.

Master File dan Local File

Transaksi Afiliasi adalah transaksi yang dilakukan oleh pihak yang mempunyai hubungan istimewa. Dalam perspektif perpajakan hubungan istimewa yang dimaksud sesuai Pasal 18 ayat (4) Undang-undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-undang Nomor 36 Tahun 2008 (UU PPh) maupun Pasal 2 ayat (2) Undang-undang Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-undang Nomor 42 Tahun 2009 (UU PPN), dianggap ada apabila:
  1. wajib pajak mempunyai penyertaan modal langsung atau tidak langsung paling rendah 25% (dua puluh lima persen) pada wajib pajak lain; hubungan antara wajib pajak dengan penyertaan paling rendah 25% (dua puluh lima persen) pada dua wajib pajak atau lebih; atau hubungan di antara dua wajib pajak atau lebih yang disebut terakhir;
  2. wajib pajak menguasai wajib pajak lainnya atau dua atau lebih wajib pajak berada di bawah penguasaan yang sama baik langsung maupun tidak langsung; atau
  3. terdapat hubungan keluarga baik sedarah maupun semenda dalam garis keturunan lurus dan/atau ke samping satu derajat.
TP Doc berupa Mater File maupun Local File harus dibuat sesuai strandar minimum yang ditetajippkan PMK-213/PMK.03/2016. Master File harus memuat informasi mengenai Grup Usaha paling sedikit harus memuat struktur dan bagan kepemilikan serta negara atau yuridiksi masing-masing anggota; kegiatan usaha yang dilakukan; harta tidak berwujud yang dimiliki; aktivitas keuangan dan pembiayaan; dan Laporan Keuangan Konsolidasi Entitas Induk dan informasi perpajakan terkait Transaksi Afiliasi. Rincian dan/atau penjelasan dari informasi dalam Master File paling sedikit memuat informasi sebagaimana tercantum dalam Lampiran huruf C PMK tersebut.

Sementara itu, Local File harus memuat informasi mengenai wajib pajak paling sedikit memuat identitas dan kegiatan usaha yang dilakukan; informasi Transaksi Afiliasi dan transaksi independen yang dilakukan; penerapan Prinsip Kewajaran dan Kelaziman Usaha; informasi keuangan; dan peristiwa-peristiwa/kejadian-kejadian/fakta-fakta non-keuangan yang mempengaruhi pembentukan harga atau tingkat laba. Rincian dan/atau penjelasan dari informasi dalam Local File paling sedikit memuat informasi sebagaimana tercantum dalam Lampiran huruf D PMK tersebut. Dalam hal wajib pajak mempunyai lebih dari satu kegiatan usaha dengan karakterisasi usaha yang berbeda, Local File harus disajikan secara tersegmentasi sesuai dengan karakterisasi usaha yang dimiliki.

Mater File maupun Local File wajib buat oleh wajib pajak yang melakukan Transaksi Afiliasi dengan ketentuan wajib pajak yang melakukan transaksi memiliki:
  1. nilai peredaran bruto Tahun Pajak sebelumnya dalam satu Tahun Pajak lebih dari Rp50 miliar;
  2. nilai Transaksi Afiliasi Tahun Pajak sebelumnya dalam satu Tahun Pajak lebih dari Rp20 miliar untuk transaksi barang berwujud; atau lebih dari Rp5 miliar untuk masing-masing penyediaan jasa, pembayaran bunga, pemanfaatan barang tidak berwujud, atau Transaksi Afiliasi lainnya; atau Pihak Afiliasi yang berada di negara atau yuridiksi dengan tarif Pajak Penghasilan (PPh) lebih rendah dari tarif PPh sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 UU PPh.

Kriteria di atas bersifat alternatif yang artinya jika salah satu syarat terpenuhi maka wajib pajak wajib membuat Master File dan Local File. Kedua dokumen tersebut harus dibuat dalam Bahasa Indonesia.  Pun seandainya wajib pajak memiliki ijin untuk melakukan pembukuan dalam bahasa asing, Master File dan Local File harus pula dibuat dalam salinan Bahasa Indonesia. 

Ada cara mudah dalam menganalisa kriteria wajib pajak yang wajib membuat Master File dan Local File yaitu dengan cara melakukan pengujian pada tahun berjalan apakah pihak afiliasi yang melakukan transaksi dengan wajib pajak tersbut berada di negara dengan tarif pajak kurang dari tarif Pasal 17 UU PPh. Jika jawabannya adalah iya, maka wajib pajak tersebut wajib membuat Master File dan Local File terlepas dari berapa pun nilai transaksi yang dilakukan afiliasinya.

Sebagai contoh PT. A melakukan transaksi pada tahun berjalan (2018) berupa utang dengan ABC Ltd yang berdomisi di Singapura.  Biaya bunga yang dibayarkan oleh PT. A sebesar Rp10 miliar. Tarif PPh Badan di Singapura adalah 17%. Mengingat tarif PPh Badan Singapura lebih kecil dari tarif PPh di Indonesia (25%) maka PT. A  harus membuat Master File dan Local File serta mendokumentasikannya. Untuk menguji apakah penerapan harga transfer telah sesuai dengan arm’s length principle, DJP mempunyai kewenangan untuk meminta dokumen tersebut. Selain itu, PT. A wajib membuat Ikhtisar Dokumen Induk dan Dokumen Lokal dan melampirkannya pada SPT Tahunan PPh Badan Tahun Pajak 2018.

Apa Akibat Tidak Membuat Master File, Local File dan Ikhtisar?

Pasca berlakunya PMK-213/PMK.03/2016 selain harus mengisi Lampiran Khusus 3A-Pernyataan Transaksi Dalam Hubungan Istimewa (lampiran SPT Tahunan PPh Badan), wajib pajak sesuai kriteria tertentu juga wajib menyampaikan Ikhtisar Dokumen Induk dan Dokumen Lokal. Dalam Ikhtisar juga memuat pernyataan bahwa wajib pajak telah membuat Master File dan Local File berdasarkan data dan informasi yang tersedia saat dilakukannya Transaksi Afilisasi. Master File dan Local File harus tersedia paling lama 4 (empat) bulan setelah akhir Tahun Pajak.

Namun Master File dan Local File tidak perlu diserahkan bersamaan dengan pelaporan SPT Tahunan PPh Badan, yang perlu dilakukan hanyalah membuktikan bahwa Master File dan Local File sudah tersedia dengan menyerahkan Ikhtisar Master File dan Local File bersamaan dengan pelaporan SPT Tahunan PPh Badan.


Sebagai lampiran SPT Tahunan PPh Badan, Ikhtisar adalah bagian yang tidak terpisahkan dengan SPT Tahunan itu sendiri. Bagi wajib pajak yang lalai tidak melengkapinya maka sesuai PER - 02/PJ/2019 Tentang Tata Cara Penyampaian, Penerimaan, Dan Pengolahan Surat Pemberitahuan, SPT dinyatakan tidak lengkap. Apabila setelah diminta kelengkapannya oleh DJP, wajib pajak tidak juga melengkapi maka SPT dianggap tidak disampaikan sesuai Pasal 3 ayat (7) UU KUP. Wajib pajak akan dikenakan sanksi administrasi sesuai Pasal 7 UU KUP sebesar Rp1.000.000,00.

Jika terhadap wajib pajak tersebut telah ditegur secara tertulis namun tidak juga menyampaikan SPT Tahunan secara lengkap dan DJP telah melakukan tindakan pemeriksaan maka sesuai 

Pasal 18 ayat (3) UU PPh otoritas pajak berhak untuk menghitung besarnya harga transfer sesuai dengan peraturan perundang-undangan perpajakan yang berlaku. Apabila hasil pemeriksaan menghasilkan koreksi transfer pricing dan diterbitkan SKPKB dengan sanksi berupa kenaikan 50% (Pasal 13 ayat (3)  UU KUP).

Apabila atas SKPKB tersebut diajukan upaya hukum berupa keberatan, maka sesuai Pasal 26 ayat (4) UU KUP wajib pajak yang bersangkutan harus dapat membuktikan ketidakbenaran perhitungan dalam ketetapan pajak tersebut.

----
Belalang Sipit
07042019
Read More