Monday, March 27, 2017

Tuti Ismail

ARUK, ALASAN SAYA IKUT AMNESTI

PLBN Aruk (foto by Andreas Joko)  
Seorang lelaki yang saya taksir usianya tak lebih dari 50 tahun menghampiri saya. Tangannya menenteng tas berisi beberapa dokumen yang sepertinya dokumen penting.  Tanpa basa basi dikeluarkannya setumpukan copy sertifikat tanah, buku tabungan dan BPKB serta STNK kendaraan.

Dari bibirnya meluncur kata-kata bak air bah, saya tak pernah bayar pajak. Sejak punya NPWP belasan tahun yang lalu tak pernah bayar pajak. Sekarang saya mau Amnesti.

"Kenapa ?" tanya saya. Cuma kata-kata itu yang keluar dari mulut saya. Saya ambil NPWP yang disodorkannya. Kartu lusuh berwarna biru yang hampir koyak. NPWP jadul. "Saya tak tahu bagaimana cara bayar pajak. Toko saya jauh, bukan di Pontianak. Ke arah pelosok dekat Sekadau sana lah toko saya. Saya cari-cari di mana kantor pajak, tahunya di sini tempat saya terdaftar. KTP dan rumah saya juga masih ada di Pontianak, Kak," jawabnya panjang lebar. Tatapan matanya meminta pemakluman dari saya.

Saya lihat di sistem kami, NPWP atas namanya sejak terdaftar memang tidak pernah bayar, apalagi lapor pajak. Kok bisa ? Padahal kepada setiap Wajib Pajak baru rasanya tak kurang-kurang kami sampaikan hak dan kewajiban perpajakannya jika telah memiliki NPWP. Rasanya ... Nyatanya rasa kami berbeda. Tapi sudahlah, toh Bapak ini sudah jauh-jauh menemui saya di sini. Saya ingin mendengar ...

Penasaran saya dengan Bapak di depan saya ini, kalau sudah lama tidak bayar pajak kenapa tiba-tiba sekarang ingin bayar pajak toh selama ini pun juga nggak ketahuan sama orang pajak.

"Saya tempo hari ke Aruk (PLBN Aruk). Bagus sekali. Saya lahir di Singkawang dan sudah merantau putar-putar Kalbar dan biasanya menetap di sekitar perbatasan. Saya tahu dulu perbatasan kita jelek, jauh sekali dengan negara tetangga punya. Bikin pos perbatasan sebagus itu pasti pakai uang. Uang mana lagi kalau bukan uang pajak," jelasnya.

"Jadi karena Aruk trus Bapak mau ikut amnesti ?" tanya saya. "Sebenarnya tak juga persis seperti itu, Kak. Itu hanya antaranya saja. Saya tahu tak pernah bayar pajak, makanya saya mau minta pengampunan. Lagi pula saya lihat pembangunan di Kalbar ini mulai tampak," begitu katanya. Buat saya penjelasan Bapak ini sangat memuaskan, karena artinya ia sadar betul pentingnya bayar pajak. Memang harus diakui kalau uang pajak digunakan sebagaimana mestinya, tugas saya dan teman-teman akan jauh lebih ringan. Tugas orang pajak, orang yang ditugasi mengumpulkan uang pajak.

"Jadi berapa pajak yang mesti saya bayar, Kak ?" tanyanya.

"Kalau omset toko Bapak tidak lebih dari Rp4,8 juta / tahun bayar pajaknya 1% saja dan dibayar tiap bulan. Misalkan bulan Januari omset Rp100 juta, pajak penghasilannya Rp1 juta. Jadi pajaknya mengikuti omset Bapak. Bisa naik bisa turun. Bayar pajak Januari paling lambat 15 Februari. Bayarnya ke bank bisa juga ke ATM. Perlu diingat bayarnya bukan ke kantor pajak apalagi titip ke orang pajak. Gampang kan ?," kata saya.

"Iya gampang," jawabnya. Saya sodorkan kertas dan pulpen ke hadapannya sambil memintanya menuliskan omset per bulan selama 2015 dan harta apa saja yang dia miliki. Lalu saya kalkulasi berapa pajaknya (PPh)  tahun itu berikut uang tebusan jika ikut amnesti.

"Setelah ikut amnesti dan diampuni, bayar pajaknya mesti benar. Artinya pembayaran pajak 2016 nya juga harus diberesi," kata saya. Tangannya diketuk-ketukkan ke atas meja. Sepertinya ia sedang berhitung berapa uang mesti keluar. "Eh besar juga ya ? Nggak bisa dikurangi ?" gumamnya. Lalu ia memperlihatkan deretan giginya. Nyengir.

Saya balik kertas coret-coretan ilustrasi pajak dan uang tebusan. Saya tak ingin berdebat dengannya.

Kami kembali lagi asik bicarakan soal Aruk. Saya sendiri belum pernah ke perbatasan, jadi sebenarnya manalah tahu apa bedanya dulu dan sekarang. Saya manggut-manggut saja waktu ia bilang sekarang jauh lebih baik daripada dulu. Dari media memang saya tahu beberapa hari lalu Presiden baru resmikan PLBN Aruk dan PLBN Badau yang menyusul PLBN Entikong yang telah diresmikan lebih dulu. PLBN Aruk kabarnya memang paling mewah di antara semua PLBN yang baru dibangun. Sebagai batas dengan negara tetangga bisa dibilang Pos Lintas Batas Negara (PLBN) ini adalah wajah kita. Kalau mau jujur bahkan sebagian dari harga diri bangsa ada di sana.

"Kira-kira apa yang kurang menurut Bapak ?" tanya saya. "Saya rasa yang kurang hanya jalannya saja. Kalau di tetangga jalannya mulus-mulus. Tapi tak apa, setidaknya sudah ada kemajuan," jawabnya.

Bapak di depan saya menatap saya lekat-lekat, padahal saya tak lakukan apa-apa bahkan pertanyaan yang saya ajukan pun singkat saja tadi. Seperti digigit semut kecil, cekit cekit ... mungkin ia merasa sekarang  seperti dicubit sekarang.

"Ya lah, Kak. Saya bayar semua pajak dan uang tebusan yang Kakak tulis tadi. Masih banyak biaya kita perlu kan, bukan ? Saya juga ingin Kalbar ini semakin maju," katanya lagi sambil senyum-senyum.

Saya mengangguk. Kali ini bukan anggukan sok tahu seperti waktu bicara soal perbatasan tadi. Ini anggukan tanda setuju yang sangat mendalam. Iya, Pak. Kalau bayar pajaknya sedikit kapan jalan kita bisa semulus punya tetangga.

Tetiba saya teringat Ibu Sri Mulyani Indrawati ketika dialog dengan para bankir, Hotel Ritz Carlton, Pacific Place,  (8/11/2016), "kalau Indonesia, rakyat bayar pajak sekedarnya, maka jangan heran kalau republik ini menjadi sekedarnya. Guru sekedarnya, prajurit sekedarnya, militer sekedarnya, aparat pajak juga sekedarnya dan wajib pajak juga sekedarnya."
 
                                 --------
 





Read More

Saturday, March 25, 2017

Tuti Ismail

CARA GAMPANG MASUK KE DJPONLINE


Kalau sudah mendapat EFIN segera lakukan registrasi ke djponline.pajak.go id. Registrasi atau pendaftaran hanya dilakukan satu kali saja.

Pada saat registrasi atau daftar buatlah PASSWORD yang mudah diingat. Password inilah yang selanjutnya kamu perlukan untuk masuk ke djponline.pajak.go.id.

Beberapa kawan saya sempat salah pengertian, mereka panik menghubungi saya lantaran lupa EFIN. Saya tanya, kalau password masuk djponline ingat ?? Ingat donk ... Begitu jawabnya. Ya kalau ingat tidak perlu EFIN lagi. Kalau sudah registrasi di djponline tinggal masukkan NPWP dan password saja. Selanjutnya pengisian SPT Tahunan dapat langsung dilakukan. Gitu ?? Iya gitu ajaaa...

Ada beberapa Wajib Pajak yang saya temui begitu apik dalam hal administrasi. Mereka menyimpan lembar EFIN dari kantor pajak, menuliskan alamat email berikut passwordnya dan password masuk ke djponline. Apik sekali.

"Saya masih ingat tahun lalu Mbak Tuti sarankan simpan EFIN dan catat email plus passwordnya," begitu kata salah satu ibu guru di SMA 8 Pontianak. Sayangnya Wajib Pajak yang seperti ibu guru ini jumlahnya sangat sedikit.

Paling mudah adalah membuat password yang sama dengan password email atau facebook.

Lah ngape ?? Alasannya  supaya nggak lupa ! SPT Tahunan yang diisi hanya setahun sekali sangat potensi kita lupa password untuk masuk ke akun di djponline.

Lah ngape ?? Tiap kali sosialisasi dan saya tanya siapa yang tidak punya facebook, mayoritas menjawab punya akun facebook.

Bahkan beberapa orang bersikeras tidak punya email tapi punya facebook. Hehehe

Kalau begini kejadiannya samakan saja alamat email ketika registrasi ke djponline dengan email yang digunakan untuk facebook, berikut passwordnya.

Lah ngape ?? Ya alasannya biar nggak lupa ! Jangan sampai kejadian tahun lalu terulang lagi, Wajib Pajak tengah malam whatsapp saya tanya ketika isi SPT via efiling meski password benar mengapa nggak bisa masuk juga ? Saya bilang direset saja passwordnya. Kata dia tetap nggak bisa. Balas dia, tolonglah Mbak saya dah ngantuk nih.  Kasih tahu saya lah apa password email saya. $@/=/-'?:#  yaaahh



Pontianak, 25 Maret 2017


Read More

Sunday, March 19, 2017

Tuti Ismail

AMNESTI PAJAK, SEANDAINYA SAYA BOLEH MENYEBUT SEBUAH NAMA


Gambar by Raihan
Seandainya saja, saya sebagai petugas pajak boleh menyebut sebuah nama dalam tiap kisah yang saya tulis selama Amnesti Pajak berlangsung, rasanya ingin sekali. Penghormatan saya pada mereka yang telah suka rela memanfaatkan program ini di tengah segala keterbatasan memang tak bisa dibendung lagi. Kadang rasanya sampai ingin menangis karena terharu. Bangga betul menjadi bagian dari "keadaan" yang hebat ini.

Beberapa waktu yang lalu datang ke hadapan saya sepasang suami istri. Konsultasi tentang Amnesti Pajak. Bak seorang dokter, saya dan kawan-kawan lainnya sebagai petugas helpdesk memang ditugaskan melakukan diagnosa "penyakit pajak" yang diderita Wajib Pajak dan memberikan pilihan "pengobatan" yang tepat untuk mereka. Saya menyadari bahwa setiap opsi yang akan diambil oleh Wajib Pajak mempunyai konsekuesi bagi dirinya, sekecil apapun itu. Maka, saya, kami petugas helpdesk sebisa mungkin memberikan gambaran yang sejelas-jelasnya.

Biasanya saya memulai dengan menanyakan NPWP dan lanjut pada pengecekan pemenuhan kewajiban perpajakan Wajib Pajak selama ini. Baru kemudian berlanjut pada penjelasan mengenai Amnesti Pajak dan bagaimana jika tidak mengambil opsi Amnesti dikaitkan dengan rekam jejak kepatuhan Wajib Pajak.

Ada juga seorang kawan yang memulainya dengan gaya seorang psikiater, "gimana ? jadi bapak mau cerita apa sekarang ? ayooo cerita aja saya dengarkan, jangan malu-malu." Biasanya Wajib Pajak yang diajaknya bicara jadi tertawa atau minimal tersenyum dan suasana menjadi cair. Wajib Pajak jadi tidak sungkan berbicara secara terbuka soal masalah perpajakan yang dihadapinya. Soal gaya sih asik-asik aja.

Sepasang suami istri ini mulai mendengarkan setiap penjelasan saya. Ibarat sepotong roti yang saya sodorkan, roti itu disuir-suir kemudian dilahap oleh keduanya secara bergantian dan saya balas dengan melihat mereka secara bergantian pula.  Meski usaha kecil-kecilannya telah terdaftar sejak tahun 2012, mereka mengakui selama ini memang tidak pernah bayar pajak, tidak tahu bagaimana caranya, dan ketika dengar ada Amnesti langsung lari ke kantor pajak. "Kami harus bagaimana ?" begitu katanya. Seperti biasa, setelah menjelaskan saya memberi waktu kepada mereka untuk berfikir, "silahkan Bapak dan Ibu pikirkan dulu untung dan ruginya jika ikut Amnesti atau tidak." Di luar dugaan, sang suami yang sedang tadi berbicara tanpa menatap saya sedikitpun itu langsung nyamber, "Kami ikut Amnesti lah Bu. Kaya apa kami ini, sudah nggak pernah bayar pajak trus nggak ikut Amnesti juga". Oh baik Pak.

Semua proses ini dimulai dengan mengisi lebih dulu SPT Tahunan PPh Orang Pribadi  tahun pajak 2015 dan membayar pajak yang terutang. Ketika siap, SPT disodorkan oleh sang istri ke hadapan suaminya. Diambilnya pulpen yang saya sodorkan dan diiraihnya tangan suaminya itu. Pulpen diletakkan ke tangan suaminya dan tangan itu dibimbingnya untuk membubuhkan tanda tangan tepat di sudut kanan bawah formulir SPT. Saya tertegun.

Selesai mengisi SPT Tahunan mereka berdua pamit untuk menyampaikan SPT ke satgas SPT yang ada di ruangan lain. "Besok saya kembali lagi, sudah siap dengan daftar harta yang kami miliki. Tolong bimbing kami bagaimana cara membuat SPH ya Bu," kata sang istri. Saya mengangguk, "jika tidak ada saya disini petugas lain akan siap membantu Bapak dan Ibu. Saya bisa pastikan itu," jawab saya. Sang suami tersenyum. Mendengar istrinya telah berpamitan ia segera berdiri, tangannya mencari-cari pegangan yang seketika itu juga langsung disambut oleh sang istrinya. 

Tangan lebut sang istri menuntun suaminya yang pelan-pelan meninggalkan meja saya, membuka pintu ruang Amnesti Pajak. Menuruni tangga. Mereka pergi. Keesokan harinya, meski tidak menemui saya lagi mereka datang memenuhi janji menyampaikan SPH.

Pontianak, 19 Maret 2017



Read More

Monday, March 6, 2017

Tuti Ismail

INVESTASI TERJANGKAU SUKUK RITEL SR-009, UPAYA MENUJU KEUANGAN INKLUSIF


Gambar : Sukuk Ritel (http://www.kemenkeu.go.id/sukukritel)

Hasil survey Bank Dunia pada 2010 menunjukkan bahwa hanya 49 persen rumah tangga Indonesia yang memiliki akses terhadap lembaga keuangan formal. Pada 2011 Bank Dunia kembali mengadakan survey yang hasilnya memperlihatkan bahwa hanya 20 persen orang dewasa di Indonesia yang memiliki rekening di lembaga keuangan resmi. Fakta tersebut setidaknya menunjukkan bahwa mayoritas rakyat Indonesia belum dapat menikmati layanan keuangan. Dibandingkan negara-negara ASEAN yang lain, Indonesia pun relatif tertinggal. Dalam aspek “orang dewasa yang memiliki rekening di lembaga keuangan formal”, capaian Indonesia masih kalah dari Filipina (27 persen), Malaysia (66 persen), Thailand (73 persen) dan Singapura (98 persen). Studi lainnya yang dilakukan oleh Master Card pada 2013 menunjukkan hasil yang sama. Dari hasil studi terlihat bahwa index financial acces Indonesia pada 2013, yang sebesar 60 poin, masih kalah jika dibandingkan dengan Singapura (72 poin), Malaysia (70 poin), Thailand (68 poin) dan Vietnam (63 poin). Hasil-hasil survey di atas mengindikasikan bahwa sistem layanan keuangan di Indonesia masih memiliki masalah yang serius dalam hal pengembangan akses dan pendalamannya, khususnya bagi masyarakat golongan terbawah (in the bottom of the pyramid).

Untuk memberikan akses yang lebih luas bagi masyarakat golongan terbawah, Kementerian Keuangan pada tahun 2017 telah meluncurkan 20 inisiatif dalam program Reformasi Birokrasi dan Transformasi Kelembagaan salah satunya adalah dengan mempermudah akses masyarakat untuk berinvestasi di SBN Ritel, memperluas basis investor domestik, dan mendukung terwujudnya keuangan inklusif. Surat Berharga Syariah Negara Ritel (Sukuk Ritel) adalah surat berharga negara yang diterbitkan berdasarkan prinsip syariah sebagai bukti atas bagian penyertaan terhadap Aset Surat Berharga Syariah Negara, yang dijual kepada individu atau perseorangan Warga Negara Indonesia melalui Agen Penjual, dengan volume minimum yang telah ditentukan, salah satunya adalah Sukuk Retail seri SR-009 yang saat ini sedang ditawarkan / dipasarkan.

Bank Indonesia dalam lamannya menyebutkan kebijakan keuangan inklusif adalah suatu bentuk pendalaman layanan keuangan (financial service deeprning) yang ditujukan kepada masyarakat in the bottom of the pyramid untuk memanfaatkan produk dan jasa keuangan formal seperti menyimpan uang yang aman (keeping), transfer, menabung, maupun pinjaman dan asuransi. Secara sederhana, keuangan inklusif dapat dimaknai sebagai suatu sistem layanan keuangan yang dapat diakses oleh seluruh kelompok masyarakat, bukan hanya kelompok masyarakat menengah atas, tetapi juga kelompok masyarakat terbawah. Dengan demikian, model layanan atau jasa keuangan yang dijalankan bersifat nondiskriminatif sehingga setiap orang dengan beragam level ekonomi dapat mengakses layanan keuangan seperti tabungan, kredit, investasi, dan instrumen proteksi, yang sejatinya dibutuhkan untuk menaikkan taraf hidup mereka.

Sukuk Retail seri SR-009 dengan imbalan 6,9% per tahun dilego dengan nilai nominal yang sangat terjangkau (minimum pembelian Rp5 juta) telah diterbitkan dengan masa penawaran mulai tanggal 27 Februari s.d. 17 Maret 2017. Imbalan yang sangat menggiurkan dengan proteksi (jaminan) 100% dari Negara dan pajak yang lebih rendah dibandingkan instrumen keuangan lainnya membuat Sukuk Ritel seri SR-009 ini patut dilirik.

Penerbitan Sukuk Retail telah dilakukan secara reguler mulai tahun 2009, penerbitannya semata-mata bukan hanya sebagai sumber pembiayaan APBN dan mendorong perkembangan industri perbankan syariah di Indonesia tetapi juga untuk mendukung keuangan inklusif yang menyediakan produk keuangan dengan harga terjangkau dan juga untuk mendukung transformasi masyarakat dari savings-oriented society (menabung) menuju investing-oriented society (investasi). Berikut adalah fitur Sukuk Ritel seri SR-009 :


Struktur Akad
:
SBSN Ijarah Asset to be Leased
Tanggal Penerbitan
:
22 Maret 2017
Jatuh Tempo
:
10 Maret 2020
Sifat Perdagangan
:
Dapat diperdagangkan di pasar sekunder (tradable) setelah satu periode imbalan (setelah tanggal 10 April 2017)
Penerbit
:
Pemerintah Indonesia melalui Perusahaan Penerbit SBSN Indonesia
Underlying Asset
:
Proyek/Kegiatan APBN Tahun 2017 dan Barang Milik Negara
- Imbalan
:
6,9% per tahun , dibayarkan setiap Tanggal 10 setiap bulan dalam jumlah tetap (fixed)
Pembayaran Imbalan Pertama Kali
:
10 April 2017
Minimum Pembelian
:
Rp5 Juta dan kelipatannya
Maksimum Pembelian
:
Rp5 Miliar

Sukuk Ritel bukan surat utang, tetapi merupakan surat berharga syariah yang mencerminkan bukti kepemilikan investor atas Aset SBSN (underlying asset) yang disewakan. Akad syariah yang digunakan adalah akad Ijarah Asset to be Leased, yaitu akad ijarah yang obyek ijarahnya sudah ditentukan spesifikasinya dan sebagian obyek ijarah sudah ada pada saat akad dilakukan, tetapi penyerahan keseluruhan obyek ijarah dilakukan pada masa yang akan datang sesuai kesepakatan. Sedangkan SBSN Ijarah Asset to be Leased adalah surat berharga negara yang diterbitkan berdasarkan prinsip syariah, sebagai bukti kepemilikan atas bagian dari aset SBSN yang menjadi obyek ijarah, baik yang sudah ada maupun akan ada (Fatwa DSN-MUI Nomor 76/2010).

Underlying asset yang digunakan dalam penerbitan Sukuk Ritel adalah proyek/kegiatan APBN serta Barang Milik Negara berupa tanah dan bangunan, yang kemudian disewakan kepada Pemerintah melalui akad Ijarah Asset to be Leased. Imbalan yang diterima investor berasal dari pembayaran sewa (ujrah) dalam jumlah tetap yang dibayar secara berkala.

Selain aman karena Negara menjamin penuh (100%) pembayaran imbalan setiap bulan serta nilai nominal/pokok pada saat jatuh tempo diterbitkan, Sukuk Ritel ini juga diterbitkan oleh Pemerintah RI berdasarkan peraturan perundang-undangan yang sah yaitu Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2008 tentang Surat Berharga Syariah Negara dan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 218 Tahun 2008. Penerbitan Sukuk Ritel juga telah dinyatakan didasarkan pada prinsip syariah dan mendapat Pernyataan Kesesuaian Syariah (Opini Syariah) dari Dewan Syariah Nasional - Majelis Ulama Indonesia (DSN-MUI) Nomor B-101/DSN-MUI/II/2017 tanggal 14 Februari 2017.

Keuntungan lainnya membeli Sukuk Ritel adalah kita akan memperoleh pendapatan tetap setiap bulan (fixed coupon) serta potensi mendapatkan capital gain (jika dijual di pasar sekunder). Jangka waktu (tenor) Sukuk Ritel juga tidak terlalu lama yaitu selama 3 tahun. Pembayaran Nilai Nominal Sukuk Ritel seri SR-009 Pembayaran nilai nominal Sukuk Ritel seri SR-009 akan dilakukan pada tanggal jatuh tempo (10 Maret 2020) sebesar 100% dari jumlah nilai nominal. Nilai nominal akan dikreditkan langsung ke rekening pemilik Sukuk Ritel seri SR-009.

Berikut beberapa perbandingan fitur antara Sukuk Ritel dengan beberapa produk investasi lain, seperti ORI, Saham, Reksadana, dan Deposito.


   
Sukuk Ritel
ORI
Saham
Reksadana
Deposito
Return/ imbalan
Imbalan setiap bulan 
Kupon setiap bulan
Deviden 
Kenaikan Nilai Aktiva Bersih 
Bunga 
Pasar sekunder dan potensi capital gain
Ada 
Ada
Ada 
Ada 
Tidak ada 
Masa Jatuh tempo
Ada 
Ada
Tidak ada 
Ada 
Ada 
Jaminan Pemerintah 
Ada (100%) 
Ada (100%)
Tidak ada 
Tidak ada 
Ada (maks. Rp2 miliar) 
Pajak terhadap imbalan
15% final 
15% final 
10% final atas deviden yang diterima 
5%
dikenakan atas return yang diterima dari obligasi.
20% final 

Setiap individu Warga Negara Indonesia yang telah memiliki Kartu Tanda Penduduk (KTP) dapat membeli Sukuk Ritel. Membeli Sukuk Ritel dapat dilakukan di 22 Agen Penjual yang telah ditunjuk Pemerintah. Hampir seluruh bank besar, baik nasional, :maupun asing, bank syariah, dan perusahaan sekuritas yang kredibel, bergabung menjadi Agen Penjual Sukuk Ritel, yaitu: PT Bank Mandiri (Persero), Tbk,    PT Bank Danamon Indonesia, Tbk,    Citibank N.A. PT Bank Tabungan Negara (Persero), Tbk,    PT Bank ANZ Indonesia,    PT Bank DBS Indonesia, PT Bank Permata, Tbk    PT Bank Muamalat Indonesia, Tbk,    PT Bank Mega, Tbk, PT Bank Negara Indonesia (Persero), Tbk,    Standard Chartered Bank,    PT Bank Pan Indonesia, Tbk, PT Bank OCBC NISP, Tbk,    PT Bank CIMB Niaga, Tbk,  PT Bank Central Asia, Tbk, PT Bank Maybank Indonesia, Tbk, PT Bank Rakyat Indonesia (Persero), Tbk,    PT Bank Commonwealth,  PT Bank Syariah Mandiri,    PT Trimegah Sekuritas Indonesia, Tbk,    The Hongkong and Shanghai Banking Corporation Ltd,  dan  PT Bank BRISyariah.




Sumber : http://www.kemenkeu.go.id/sukukritel






Read More