Wednesday, September 14, 2016

Tuti Ismail

AMNESTI PAJAK, PENGHASILAN YANG DIPAJAKI

                 
Sebuah keluarga dengan 3 orang anaknya yang beranjak remaja selama ini hidup berkecukupan dan bahagia, dengan seorang ayah yang menjadi satu-satunya tulang punggung dalam keluarga.

Suatu hari sang ayah yang bekerja banting tulang demi keluarganya tercinta menderita sakit mata. Terdengar sangat sepele, apalagi mata yang sakit hanya sebelah. Tapi buat sang ayah yang seorang penulis handal, perkara sepele ini menjadi perkara besar. Produktifitas ayah menurun drastis. Hari-hari yang dilalui kini tak seindah masa-masa yang lalu. Untuk tetap mempertahankan gaya hidup seperti saat ini   hanya tabungan lah sebagai satu-satunya penopang hidup anak beranak tersebut, yang kian hari kian menipis pula jumlahnya. 

Jika berhutang bukanlah pilihan dan berhemat juga tak ingin dilaksanakan, lalu apa yang patut dilakukan ?
Samar-samar rasanya saya mendengar kembali jerit dan tangis anak kecil  di pesawat dalam perjalanan dari Jakarta menuju Pontianak tempo hari. Ia meradang karena sang ibu tak kunjung memberikan solusi atas masalah yang ia hadapi saat itu... ngompol di celan <ups> "huaaaaa macam mana ini.... macam mana ini..."

Saya sepenuhnya sependapat dengan Komisaris Bank Mandiri yang satu ini saat penutupan Indonesia Business Outlook di London, Bapak Mahendra Siregar, "Kita tidak bisa lagi, tidak bayar pajak, tidak boleh ngutang, tapi minta pertumbuhan ekonomi harus tinggi dan infrastruktur harus bagus. It's impossible." (seperti dikutip dari FB Ibu Ani Natalina).

Jika pilihannya adalah ibu harus turut mencari nafkah, mencari sumber penghidupan baru, lalu pekerjaan apa yang layak buat ibu.

Jika pilihan yang bisa diandalkan hanya melalui pajak, lalu apa yang patut dipajaki ??

PENGHASILAN
S-H-S Concept (konsep SHS) merupakan rumusan tentang konsep penghasilan yang disarankan oleh George Schanz, Henry C. Simons dan Robert Murray Haig, dimana konsep tersebut dirasakan sebagai konsep yang paling adil serta memenuhi azas jumlah penerimaan yang memadai, yang selanjutnya disingkat menjadi azas kecukupan penerimaan. Adapun inti dari konsep penghasilan yang dikemukakan oleh Schanz (1896), Haig (1921) dan Simon (1938) yang lebih dikenal sebagai konsep SHS, adalah sebagai berikut :

1. George Schanz mengemukakan apa yang disebut dengan The Accreation Theory of Income yang mengatakan bahwa pengertian penghasilan untuk keperluan perpajakan seharusnya tidak membedakan sumbernya dan tidak menghiraukan pemakaiannya, melainkan lebih menekankan kepada kemampuan ekonomis yang dapat dipakai untuk menguasai barang dan jasa. Berdasarkan The accreation Theory of Income tersebut, maka seluruh penghasilan yang diterima atau diperoleh oleh Wajib Pajak harus dikenakan, tanpa memandang dari mana sumbernya, baik dari dalam negeri maupun dari luar negeri. Disamping itu The Accreation Theory of Income tidak membedakan jenis dan nama penghasilan, apakah penghasilan tersebut dari usaha, pekerjaan, kapital (passive income) maupun penghasilan lainnya (other income). Selain itu The Accreation Theory of Income dalam pemungutan pajaknya tidak membedakan peruntukan suatu penghasilan, apakah untuk konsumsi, ataupun untuk ditabung, keduanya merupakan objek pajak.

2. Haig memberikan rumusan penghasilan sebagai the money value of the net accreation to one’s economic power between two points of time, atau (Ray M. Sommerfeld, 1982, 4)  the increase or accreation in one’s power to satisfy his wants in a given period in so far as that power consists. Haig mengemukakan bahwa yang dapat dikenakan pajak adalah yang dapat dinilai dengan uang (money value) dan dalam menghitung penghasilan harus dijumlahkan besarnya penghasilan yang sesungguhnya dikonsumsi (the amount actually consumed) pada suatu periode (misalnya satu tahun) ditambah dengan kenaikan neto kekayaan Wajib Pajak yang bersangkutan (net additions to wealth). Karena itu, dalam membuat definisi penghasilan harus dimasukkan net additions to wealth yang direfleksikan oleh tabungan (saving), karena tabungan menunjukkan adanya kenaikan konsumsi potensial (Harvey C Rosen, 1980, 349).

3. Henry C. Simon (1938) lebih lanjut mengembangkan definisi penghasilan sebagai berikut “Personal income may be defined as the algebrich sum of (a) the market value of rights exercised in consumtion and (b) the change in the value of the store of property right between the beginning and the end of the period in question. In the words, it is merely the result obtained by adding consumptin during the periode to ‘wealth’ at the end of the periode and then subtructing ‘wealth’ at the beginning” (Hal. 121). Sebagaimana yang dikemukakan oleh Haig, Simon juga menyarankan agar dalam menghitung penghasilan, antara konsumsi (nilai pasar dari hak yang dipakai untuk konsumsi) dengan tabungan (perubahan nilai dari hak-hak atas harta antara awal periode dengan akhir periode yang bersangkutan) harus dijumlahkan. Pendapat Simon tersebut telah diterima secara luas yang umumnya dikenal dengan formula sebagai berikut : I = C + S

Pengertian penghasilan sebagaimana terdapat dalam Pasal 4 Undang-undang Nomor 7 tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-undang Nomor 36 tahun 2008 (selanjutnya disebut UU PPh), yaitu : 

”Yang menjadi objek pajak adalah penghasilan, yaitu setiap tambahan kemampuan ekonomis yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak, baik yang berasal dari Indonesia maupun dari luar Indonesia, yang dapat dipakai untuk konsumsi atau untuk menambah kekayaan Wajib Pajak yang bersangkutan, dengan nama dan dalam bentuk apa pun” 

Dalam memutuskan definisi penghasilan, Pemerintah menetapkan untuk menggunakan Konsep SHS (SHS Concept). Dalam Konsep SHS, untuk keperluan perpajakan, definisi penghasilan yang dipakai hendaknya tidak memandang sumbernya, artinya darimana saja sumber tambahan kemampuan untuk menguasai barang dan jasa yang dapat digunakan untuk memenuhi kebutuhan adalah sebagai penghasilan yang dikenakan pajak (Mansyuri, 2000).

SHS Concept adalah best practice untuk mendefinisikan penghasilan untuk tujuan perpajakan, tetapi untuk mengadopsinya menjadi aturan perpajakan, teori tersebut haruslah dapat diterapkan (applicable), maka agar dapat diterapkan definisi penghasilan SHS Concept dimodifikasi, yaitu pada "saat kapan" suatu tambahan kemampuan ekonomis dengan nama dan dalam bentuk apapun yang berasal dari sumber manapun disebut penghasilan, yaitu apabila telah diterima (cash bassis) atau diperoleh (accrual bassis).

Tambahan kemampuan ekonomis alias penghasilan tidak memandang dari mana asalnya, apakah dari Indonesia ataupun dari luar Indonesia (world wide income). Tambahan kemampuan ekonomis yang dikategorikan sebagai penghasilannya juga tidak bergantung pada bentuknya, sepanjang memberikan tambahan kemampuan bagi Wajib Pajak baik yang kemudian digunakan untuk konsumsi maupun menambah kekayaan Wajib Pajak dengan nama dan dalam bentuk apapun (substance over form) maka tetap dikategorikan sebagai penghasilan. Tambahan kemampuan ekonomis yang dikategorikan sebagai penghasilan juga tidak memperhatikan sumbernya. 
( http://www.tutiismail.com/2016/08/amnesti-pajak-selalu-jatuh-hati.html )

Penjelasan Pasal 4 ayat (1) UU PPh
"Undang-undang ini menganut prinsip pemajakan atas penghasilan dalam pengertian yang luas, yaitu bahwa pajak dikenakan atas setiap tambahan kemampuan ekonomis yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak dari manapun asalnya yang dapat dipergunakan untuk konsumsi atau menambah kekayaan Wajib Pajak tersebut.

Pengertian penghasilan dalam Undang-undang ini tidak memperhatikan adanya penghasilan dari sumber tertentu, tetapi pada adanya tambahan kemampuan ekonomis.

Tambahan kemampuan ekonomi yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak merupakan ukuran terbaik mengenai kemampuan Wajib Pajak tersebut untuk ikut bersama-sama memikul biaya yang diperlukan pemerintah untuk kegiatan rutin dan pembangunan.

Dilihat dari mengalirnya tambahan kemampuan ekonomis kepada Wajib Pajak, penghasilan dapat dikelompokkan menjadi:
i.  Penghasilan dari pekerjaan dalam hubungan kerja dan pekerjaan bebas seperti gaji, honorarium, penghasilan dari praktek dokter, notaris, aktuaris, akuntan, pengacara dan sebagainya;
ii. penghasilan dari usaha dan kegiatan;
iii. penghasilan dari modal, yang berupa harta gerak ataupun harta tak gerak, seperti bunga, dividen, royalti, sewa dan keuntungan penjualan harta atau hak yang tidak dipergunakan untuk usaha; da
iv. penghasilan lain-lain, seperti pembebasan utang dan hadiah.

Dilihat dari penggunaannya, penghasilan dapat dipakai untuk konsumsi dan dapat pula ditabung untuk menambah kekayaan Wajib Pajak.
Karena Undang-undang ini menganut pengertian penghasilan yang luas maka semua jenis penghasilan yang diterima atau diperoleh dalam suatu tahun pajak digabungkan untuk mendaptkan dasar pengenaan pajak....."

Secara konsep, pajak atas penghasilan adalah pajak yang paling adil. Penerapan prinsip keadilan dalam  PPh tercermin diantaranya :
Keadilan Horizontal
Penghasilan dengan nama dan dalam bentuk apapun, dari mana pun sumbernya adalah objek PPh, dan siapapun yang menerima penghasilan adalah subjek pajak yang terhadap dirinya dikenakan PPh.
Seyogyanya pajak tidak hanya untuk mengumpulkan uang saja (fungsi budgeter) tapi juga dapat dijadikan sebagai regulasi (fungsi regulerend) dimana regulasi pajak diharapkan dapat mendorong kegiatan ekonomi di masyarakat, maka atas penghasilan dengan jumlah tertentu tidak dikenakan pajak penghasilan (dikenal dengan nama Penghasilan Tidak Kena Pajak / PTKP) sesuai Pasal 6 ayat (3) UU PPh. Besaran PTKP juga diterapkan sama untuk semua golongan masyarakat tidak pandang miskin atau kaya.

Keadilan Vertikal
Seseorang akan dikenakan pajak apabila menerima atau memperoleh penghasilan, jika tidak memperoleh penghasilan maka tidak ada pajak yang harus di bayar. Pun jika seseorang memperoleh penghasilan yang besar maka terhadap dirinya pun dikenakan pajak yang lebih besar pula, penerapannya dalam UU PPh adalah digunakannya tarif pajak progresif untuk Orang Pribadi sesuai Pasal 17 UU PPh. Penerapan tarif progresif ini adalah juga dalam rangka melakukan pemerataan penghasilan di tingkat masyarakat.

Saya teringat pada perbincangan dengan Prof. Dr. Mansyuri beberapa tahun lalu, dalam perpajakan teori yang diterapkan mungkin bukan merupakan best practice, bisa jadi adalah second best practice atau malah mungkin third best practice, yang pasti teori yang dipilih adalah yang dapat diterapkan (applicable) dan mudah dalam pelaksanaannya (easy administration). <rindu sangat>




Read More

Monday, September 12, 2016

Tuti Ismail

LEBARAN HAJI TANPA PAK HAJI



Belum juga bambu kecil-kecil itu ditusukkan pada potongan daging dan bara api dinyalakan Tari sudah berkemas. Tas selempang kecil yang hanya cukup selebar dompet dan handphone sudah tersangkut manis di pundaknya. Sepasang sandal jepit butut menemani langkahnya yang bergegas menuju bandara. Xpress jam 11.20 wib, Yogyakarta - Pontianak. "Mbak, daging tolong dicuci bersih trus masukkan freezer aja. Nanti kalau saya pulang baru saya masak", ujarnya sambil lalu ke asisten rumah tangga yang sedari tadi berdiri di depan pintu. Melonggo. "Memang, Mbak Tari kapan pulang lagi ??" Tanya Mbak Lah. "Nggak tau" jawab Tari. "Da atuh kalo nggak tau, trus itu daging sapi ditaro di freezer nunggu Mbak pulang mah bisa beranak pinak atuh. Dah dimasak ajalah besok yahhh ", Mbak Lah protes. Tari tak bergeming.

Ini kali pertama Tari melewati lebaran dengan tidak benar-benar "berlebaran". Sudah dua tahun belakangan Tari dipindah tugaskan ke Pontianak. Jauh dari keluarga,  bapak, ibu dan kakak-kakaknya. Idul Adha yang lalu dia ambil cuti barang 3 hari, menikmati betul lebaran di rumah. Mengolah dan menyantap habis daging pembagian qurban.

Meski perempuan, di tiap Idul Adha dia berubah jadi "jagal", jatah tumpukan daging dari sapi yang biasa diqurbankan keluarganya dia seorang dan bapaknya yang selesaikan. Jagoan !! Dengan sebilah golok di tanganya, terampil memotong-motong semua daging, memasukkannya ke  plastik dan membagikannya  ke tetangga dan saudara-saudara terdekat.

Tapi tahun ini sungguh lain ceritanya, dia menolak keinginan keluarganya yang hendak berqurban di langgar kecil depan rumah. "Qurban di tempat lain aja. Bagi-bagi dengan daerah lain tentu lebih baik" begitu alasannya. Tak ada yang tahu alasan dia yang baru tiba di Yogya hampir tengah malam, sudah harus kembali lagi ke Pontianak siang ini. Tak ada yang tahu .... tidak ibu nya, tidak juga kakak-kakaknya ...

Tapi marbot langgar depan rumahnya kiranya tahu persis. Ia memperhatikan Tari sejak tadi pagi saat shalat id di lapangan. Marbot langgar itu, lelaki tua dengan kopiah miring di kepalanya adalah sahabat kental bapaknya. Sewaktu bapaknya masih ada, Pak Jalal inilah yang rajin menuntun-nuntun bapaknya ke langgar. Meski bapak selalu menolak di bantu karena sudah berbekal tongkat, Pak Jamal selalu tergopoh-gopoh menuntun bapak. Dia orang baik, dan kenal baik juga bapak. Tari memalingkan pandangan mata ke kiri saat Pak Jamal bertanya sambil menepuk bahunya "kapan balik lagi ke Pontianak, nduk ??". Pertanyaan aneh, kenapa yang ditanya bukan kapan datang ? Padahal baru juga ketemu hari ini dengan Pak Jamal. "Nanti siang, Pak" jawab Tari ringkes sambil tetap tak mau bertatap mata dengan Pak Jamal, tapi sialnya tatapan Pak Jamal yang langsung memandang tepat ke bola mata Tari menyeretnya kembali ke pusaran kerinduan. Pak Jamal diam saja, dia hanya tersenyum.

Setelah membiarkan Tari bermain-main dengan pikirannya sendiri baru kemudian Pak Jamal bertanya "Kamu pasti kangen bapakmu ya ??" . Tari yang tersadar dari lamunan tak bisa berkata-kata, Pak Jamal terlihat ada dua dalam pandangan matanya. Mata Tari mulai berkaca-kaca. "Lebaran haji, tanpa Pak Haji" kata Pak Jamal lagi.

Ya..... inilah kali pertama lebaran haji tanpa bapak. Buat anak gadis, kehilangan seorang bapak seperti putus dengan cinta pertamanya. Pun demikian dengan Tari. Meski telah berselang satu tahun sejak kepergian bapak rasa kehilangan masih tetap menusuk ke jantung, merobek-robek dan mencakar-cakar harapan. Apalagi harapan seorang gadis ketimbang dinikahkan oleh bapaknya, bapak kandungnya.  Ah ... pikiran macam apa ini. Masih jauh kali kwalitas kepasrahan dan keikhlasan ini dari yang dicontohkan Nabi Ibrahim dan Nabi Ismail. Jauhhhh ... bagai pungguk merindukan bulan.

Tari buru-buru ia mengulurkan tangannya, mengambil tangan laki-laki tua itu... mencium tangannya yang sudah berkerut dimakan usia, tanda takzim. Pak Jamal pun tak kuasa menolak. Kalau tak malu, ingin rasanya Tari peluk laki-laki di hadapannya ini, tapi ia urungkan niatnya.

Tari lebih memilih tersenyum, menampilkan senyum konyol seperti biasanya ... senyum nakal anak bapak "Tari pamit ya, Pak. Inget jangan banyak-banyak makan sate kambing... nanti pemilik apotek di seberang jalan bisa makin kaya aja dia. Hehehe", katanya.

Sepanjang jalan pulang Tari terus bergumam ... Lebaran haji tanpa Pak Haji ... bisa aja tuh Pak Jamal ... memang setiap Idul Adha bapak selalu ngeledek kami anak-anaknya yang belum juga berhaji, "hari ini cuma bapak dan mamak mu yang lebaran, kalian semua cuma nonton orang lebaran ... ". Dan kami anak-anaknya akan kompak bilang .... "selamat lebaran Pak Haji dan Bu Haji .... numpang makan gule kambing yeee"

Roda ban Express mendecit... meninggalka Adi Sucipto, meninggalkan tumpukan daging, membawa terbang kenangan.

< Pak Haji, saya rindu  >
Read More

Tuesday, September 6, 2016

Tuti Ismail

GLORIA DAN FOTO LELAKI DI PASAR BARU



Masih ingat dengan kisah Gloria Natapradja Hamel ? Pelajar kelas XI Sekolah Islam Dian Didaktika Cinere, Depok yang nyaris gagal bertugas sebagai Paskibraka saat hari kemerdekaan RI tanggal 17 Agustus 2016 lalu ?? 

Setelah menjalani penantian yang mendebarkan, beruntung  akhirnya Gloria  diijinkan untuk bergabung dengan  tim Bima yang bertugas melakukan penurunan Bendera Merah Putih pada sore hari di tanggal yang sama. Kisah ini menjadi heboh lantaran ternyata Gloria yang berdarah campuran Perancis - Indonesia memiliki paspor Perancis.

Saya tidak tertarik dengan paspor Perancis Gloria, apa alasan Gloria nyaris dibatalkan sebagai anggota Paskibraka dan kemudiaan diijinkan kembali bertugas adalah perkara yang berbeda. Saya cuma melihat dari perspektif yang lain, kegigihan Gloria dan tekadnya yang membara untuk membuktikan cintanya pada Indonesia sangat patut diapresiasi. 

Yang saya tahu menjadi anggota Paskibraka itu tidak mudah. Latihannya panjang dan melelahkan < saya sewaktu SMA pun jujur saja tak sanggup >. Untuk sampai tahap bisa masuk sebagai tim Paskibraka di acara 17 Agustus jelas bukan perkara gampang, banyak saingan yang harus "dikalahkan". Waktu untuk menjadi anggota Paskibraka pun sangat pendek, rata2 mereka yang menjadi lolos seleksi rata-rata adalah siswa/i yang duduk di kelas XI. Jadi kalau ketika di kelas XI terlewat kesempatan itu maka bisa jadi tidak akan pernah ada kesempatan kedua, maksudnya tahun depan. Jadi saya bisa merasakan kecewanya bila tak jadi dinobatkan sebagai anggota Paskibraka, apalagi di detik-detik terakhir < terlepas dari ada masalah soal paspor loh ya... >. 

****

Menurut Dr. Hertz dalam bukunya yang berjudul Nationality in History and Politics mengemukakan empat unsur nasionalisme, yaitu:1. Hasrat untuk mencapai kesatuan.2. Hasrat untuk mencapai kemerdekaan.3. Hasrat untuk mencapai keaslian.4. Hasrat untuk mencapai kehormatan bangsa. Dari definisi itu nampak bahwa negara dan bangsa adalah sekelompok manusia yang:a. memiliki cita-cita bersama yang mengikat warga negara menjadi satu kesatuan; b. memiliki sejarah hidup bersama sehingga tercipta rasa senasib sepenanggungan; c. memiliki adat, budaya, dankebiasaan yang sama sebagai akibat pengalaman hidup bersama; d. menempati suatu wilayah tertentu yang merupakan kesatuan wilayah; dan e. teroganisir dalam suatu pemerintahan yang berdaulat sehingga mereka terikat dalam suatu masyarakat hukum.

"Papa dari Perancis, Ibu Indonesia. Tapi saya sudah confirm' mau pilih (menjadi warga negara) Indonesia kok," ujar  Gloria seperti dikutip berbagai media. 

Bagaikan spora pakis yang ditiup angin sore, singgah di pekarangan depan rumah, diperciki air hujan dan embun pagi.... cinta Gloria pastinya nggak tumbuh dengan sendirinya ... ia disemai, dipupuk dan dipelihara ... 

Sore itu saya dan keluarga pergi ke Pasar Baru, kali pertama  bersama anak-anak. Menyusuri trotoar, kami memasuki Pasar Baru dari sisi belakang. Tanpa saya sadari 1 orang anak kami lepas dari pengawasan, wadoohhh... adek kemana ?? Saya tengok samping kanan dan kiri, nihil. Saya kembali lagi ke trotoar di sepanjang jalan masuk Pasar Baru. Seorang anak kecil 5 tahunan, bulat dengan pipi tembemnya sedang mematung di depan sederetan foto-foto berfigura di sepanjang trotoar. Mata anak itu terbelalak,tak berkedip sedikitpun... dan dahinya berkerut. Berpikir keras. Saya panggil dia berulang kali, anak itu tetap mematung. Saya hampiri dan tepuk punggungnya "adek, mamah panggil-panggil diem aja... ngapain disini ?? Ayooo ... tuh ditunggu papah dan kakak-kakak". Dia diam saja, melirik saya ... matanya melihat penuh tanya "foto bapak-bapak ini mirip sama kaya yang ada di kelas ku... ini foto papahnya siapa ?? kok bisa ada disini ?? Aku cari dari tadi foto papah disini, siapa tau ada ...." katanya dengan muka datar sambil menunjuk foto di hadapannya. WAADOOHH ... Sekarang saya yang mematung dan gantian bermuka datar ... benar-benar datar sampai terasa tanpa hidung ... mungkin ini salah saya karena terlambat menebar "kecintaan" atau cinta itu memang belum waktunya disemai ?? 

"Adekkkkk ....  laki2 yang di foto itu presiden dan wakil presiden kita, sayang ...." kata saya lirih #bocah

Cinta bisa hilang, terlupakan bahkan bertukar menjadi benci ... lalu tumbuh lagi, berkembang dan mekar kembali ... cinta itu dimulai dari saling mengenal dan menghormati ... dan teruji oleh penantian dan kerinduan ...

Read More

Monday, September 5, 2016

Tuti Ismail

AMNESTI PAJAK, APA YANG DIAMPUNI ??



Seorang bapak (sebut saja namanya Pak Amir) menghampiri saya yang pagi itu bertugas di helpdesk Amnesti Pajak, "mau tanya Mbak, ini pemutihan untuk pajak mobil ya ? Istri saya tuh yang biasa pakai, tapi kalo disuruh bayar pajaknya alasan lupa terus.." katanya panjang lebar.

Istilah "pemutihan" sering sekali diucapkan ayah saya dulu,  maknanya sama dengan pengampunan pajak alias amnesti pajak.  Entah istilah dari mana, mungkin maksudnya dengan pengampunan pajak tentu semua urusan pajak menjadi kembali putih.

PAJAK APA YANG DIAMPUNI MELALUI AMNESTI PAJAK ??

Pajak saat ini adalah sumber utama pembiayaan baik dalam APBN maupun APBD. Ditinjau dari kewenangan lembaga yang mengadministrasikannya, pajak dibagi dua yaitu Pajak Pusat dan Pajak Daerah.

PAJAK PUSAT

PAJAK PUSAT adalah pajak yang kewenangannya dimiliki oleh Pemerintah Pusat baik dalam pengadministrasiannya maupun dalam menetapkan kriteria subjek pajak, objek pajak ataupun prosedur serta tata cara dalam pengenaannya. Pajak Pusat ini dikelola oleh Direktorat Jenderal Pajak (di bawah Kementerian Keuangan RI) dengan kantor-kantor yang tersebar di seluruh nusantara yaitu Kantor Pelayanan Pajak (KPP) dan Kantor Pelayanan, Penyuluhan dan Konsultasi Perpajakan (KP2KP).

Kriteria suatu pajak ditetapkan sebagai Pajak Pusat apabila objek pajaknya mobile / dinamis <lintas sektoral>, dan mempunyai dampak yang luas. Pajak Pusat diantaranya adalah Pajak Penghasilan (PPh) Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah (PPnBM) dan Bea Materai serta Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) untuk sektor  Perkebunan, Perhutanan, dan Pertambangan (P3).

Pajak Pusat inilah yang menjadi sumber utama pendanaan dalam APBN (hampir 85%), dan akan digunakan untuk membiayai pengeluaran pemerintah sesuai dengan ketentuan APBN. Pada prakteknya untuk mengurangi dispatitas antar daerah Pajak yang telah dikumpulkan kemudian akan didistribusikan kembali ke daerah dalam bentuk DAK, DAU maupun dana perimbangan. Beberapa jenis pajak didistribusikan ke daerah dalam bentuk sharing (bagi hasil) yaitu PPh Pasal 21 yaitu sebesar 20%.

Tidak semua yang bertempat tinggal di Indonesia mempunyai kewajiban membayar pajak, tetapi seluruh hasil yang diperoleh dari pajak tersebut digunakan untuk kepentingan bersama, juga untuk  kepentingan rakyat yang tidak memikul beban pajak. Disini letak pemerataan dari pajak. Pembangunan yang sebagian besar dibiayai dari hasil pajak dinikmati oleh seluruh rakyat Indonesia tidak perduli apakah rakyat itu ikut memikul beban pajak atau tidak. Pemerataan pembangunan yang dibiayai dengan pajak sehingga setiap orang sampai ke pelosok- pelosok (Rochmat Soemitro).

Pajak Pusat ini lebih lanjut diatur dalam UU Perpajakan antara lain :
- UU Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (UU KUP), adalah UU yang mengatur formal perpajakan yang meliputi  prosedur dan tata cara perpajakan.
- UU Pajak Penghasilan (UU PPh), mengatur tentang materi perpajakan khususnya PPh, antara lain siapa subjek, objek, tarif, saat terutang  pajak dan sebagainya.
- UU Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa, dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah, mengatur tentang materi perpajakan khususnya terkait PPN dan PPnBM,  meliputi subjek, objek, tarif, saat terutang pajak dan sebagainya.
- UU Bea Materai, mengatur pajak atas pemanfaatan dokumen.
- UU PBB, mengatur tentang materi pengenaan pajak bumi dan bangunan atas sektor P3.

PAJAK DAERAH

PAJAK DAERAH adalah pajak yang kewenangannya dimiliki oleh Pemerintah Daerah (provinsi, kota dan kabupaten) baik dalam pengadministrasiannya maupun menetapkan kriteria subjek pajak, objek pajak ataupun prosedur serta tata cara dalam pengenaannya. Pajak Daerah sebagai salah satu sumber Pendapatan Asli Daerah (PAD) sebagaimana tertuang dalam APBD akan digunakan untuk pengeluaran-pengeluaran yang diatur dalam APBD. Pajak Daerah pengadministrasiannya dilakukan oleh Dinas Pendapatan Daerah (DISPENDA) baik pada tingkat provinsi, kota maupun kabupaten.

Suatu pajak ditetapkan sebagai Pajak Daerah jika kriteria berikut ini dipenuhi yaitu objek pajak terletak pada wilayah provinsi / kota / kabupaten, mobilitas objek pajak rendah dan bukan merupakan objek Pajak Pusat. UU yang mengatur Pajak Daerah adalah UU No. 22 Tahun 2009 tentang Pajak dan Retribusi Daerah.

Berdasarkan Pasal 2 UU No. 22 Tahun 2009 :

Pajak Provinsi terdiri dari :
a. Pajak Kendaraan Bermotor;
b. Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor;
c. Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor;
d. Pajak Air dan Permukaan; dan
e. Pajak Rokok

Pajak Kabupaten / Kota terdiri dari:
a. Pajak Hotel;
b. Pajak Restoran;
c. Pajak Hiburan;
d. Pajak Reklame;
e. Pajak Penerangan Jalan;
f. Pajak Mineral Bukan Logam dan Batuan;
g. Pajak Parkir;
h. Pajak Air Tanah;
i. Pajak Sarang Burung Walet;
j. Pajak Bumi dan Bangunan Sektor Perkotaan dan Pedesaan;
k. Bea Perolehan Atas Tanah dan atau Bangunan.

AMNESTI PAJAK yang sedang kita bicarakan adalah program pengampunan yang diberikan oleh Pemerintah kepada Wajib Pajak meliputi penghapusan pajak yang seharusnya terutang, penghapusan sanksi administrasi perpajakan, serta penghapusan sanksi pidana di bidang perpajakan atas harta yang diperoleh pada tahun 2015 dan sebelumnya yang belum dilaporkan dalam SPT, dengan cara melunasi seluruh tunggakan pajak yang dimiliki dan membayar uang tebusan.

Amnesti Pajak ini diberlakukan seiring diundangkannya UU No. 11 Tahun 2016 tentang Pengampunan Pajak.

Manfaat (benerfit) bagi wajib pajak yang mengikuti Amnesti Pajak antara lain :
- Penghapusan pajak yang seharusnya terutang (PPh, PPN, dan/atau PPnBM) sanksi administrasi dan sanksi pidana yang belum diterbitkan ketetapannya.
- penghapusan sanksi atas ketetapan pajak yang telah diterbitkan.

Berdasarkan uraian di atas, saya menjawab pertanyaan Pak Amir yang hadir di helpdesk tepat di hadapan saya, "mohon maaf Pak, amnesti pajak ini bukan program pengampunan atas Pajak Daerah (Pajak Provinsi), tapi PAJAK PUSAT. Yang diampuni adalah PPh, PPN dan/atau PPnBM"

"Oo bukan ya, Mbak. Trus dimana ya Mbak kalo pemutihan pajak mobil saya ??" tanya Pak Amir lagi.  "Di Dispenda Provinsi, Pak ... coba Bapak tanya kesana" jawab saya.

Sebagai informasi Provinsi Kalimantan Barat tengah menjalankan Kebijakan program bulan sadar pajak dengan SK Gubernur Nomor 544/Dispenda/2016 tanggal 13 Juli 2016 berlaku sejak tanggal 18 Juli 2016 sampai dengan 31 Desember 2016. Tujuannya adalah meningkatkan kesadaran masyarakat dalam menjalankan hak dan kewajiban perpajakannya. Program ini dalam bentuk penghapusan denda pajak dan pembebasan bea balik nama kedua dan seterusnya.  ( http://dipenda.kalbarprov.go.id/berita-196-dispenda-kalbar-hapus-denda-pajak-dan-bebaskan-bea-balik-nama-kendaraan-bermotor-kedua.html ).

Jadi, apakah pengampunan pajak alias Amnesti Pajak adalah program terobosan yang lazim ? jawabannya adalah IYA ... di tengah kondisi wajib pajak yang taat membayar pajak lebih rendah daripada yang tidak taat, kebijakan ini adalah kebijakan yang paling rasional dan "berperasaan". Contoh terdekat ada di sekitar kita, di kampung kita sendiri... yang diampuni tentu apa-apa yang menjadi kewenangannya, sebab pajak tidak melulu mempunyai fungsi budgeter (taxation for revenue only) tetapi pajak juga mempunyai fungsi regulerend. Pemerintah Daerah mengampuni Pajak Daerah dan Pemerintah Pusat mengampuni Pajak Pusat.

.. cerita dari mereka-mereka yang  mencari dan memberi pengampunan ..
Read More

Saturday, September 3, 2016

Tuti Ismail

AMNESTI PAJAK, PADA SEBUAH KISAH - TENTANG PAJAK



Saya coba meresapi percakapan seorang lelaki dan pasangannya yang duduk di samping saya dalam penerbangan dari Balikpapan menuju Jakarta  "sudah nggak apa-apa, aku maapin kamu... tapi jangan diulangi lagi ya...". Sang wanita yang diajak bicara dengan ketus dan marah-marah menjawab "kok tiba-tiba saya harus dimaapin sih,  memang saya salah apa ??" mencubiti lengan lelaki di sampingnya dan lambat laun menangis #Eh deh kok dikasih maaf malah marah. Tak ingin membuat suasana semakin rikuh dan juga menghindari kena cubitan nyasar, saya langsung mengambil headset yang ada di kantong kursi depan, memasangnya di kedua terlinga saya lekat-lekat, memejamkan mata dan memutar lagu dengan volume yang agak keras ... Jangan Ada Dusta Di antara Kita by Broery Marantika dan Dewi Yull. 

Bagian tersulit dari peristiwa di atas adalah sang wanita tidak tahu apa kesalahannya sementara sang lelaki berangkapan bahwa sang wanita sudah paham dengan apa yang ia maksud. Saran dari saya nih mbak cantik dan mas  ganteng, mungkin ada baiknya kalian berdua mereview dan mengingat-ingat lagi komitmen yang telah dibuat berdua. Saran aja sih ... Bisa jadi memang tidak ada komitmen yang sudah dilanggar mbak-nya atau memang ada tapi mbak-nya lupa .... bisa jadi ....

Seperti halnya reaksi yang timbul atas program  Amnesti Pajak alias pengampunan pajak, mereka yang bereaksi dengan mengernyitkan kening ataupun membelalakkan mata bisa jadi karena mereka tidak tahu dimana letak kekeliruannya atau bahkan tidak tahu apa mereka yang dimaksud dalam program tersebut. Kalau sudah begini, maka ada baiknya kita bicara mulai dari A, tidak melompat ke C apalagi langsung lari ke J ... meski seharusnya orang yang kita ajak bicara telah berada di titik yang sama dengan kita. SEHARUSNYA ....

Ya.... ini masih soal Amnesti Pajak, mundur satu langkah untuk kemudian berjalan cepat dan siap melompat jauh bersama-sama sambil bergandengan tangan menurut saya adalah sebuah keniscayaan...  Jadi mulailah kita bicara apa itu PAJAK, sebelum mulai membahas apa itu AMNESTI PAJAK ....

P. J. A. Adriani, Pajak adalah iuran masyarakat kepada negara (yang dapat dipaksakan) yang terutang oleh yang wajib membayarnya menurut peraturan-peraturan umum (undang-undang) dengan tidak mendapat prestasi kembali yang langsung dapat ditunjuk dan yang gunanya adalah untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran umum berhubung tugas negara untuk menyelenggarakan pemerintahan.

Prof. Dr. H. Rochmat Soemitro S.H, Pajak adalah iuran rakyat kepada Kas Negara berdasarkan undang-undang (yang dapat dipaksakan) dengan tiada mendapat jasa timbal (kontra prestasi) yang langsung dapat ditunjukkan dan yang digunakan untuk membayar pengeluaran umum. Definisi tersebut kemudian dikoreksinya yang berbunyi sebagai berikut: Pajak adalah peralihan kekayaan dari pihak rakyat kepada Kas Negara untuk membiayai pengeluaran rutin dan surplusnya digunakan untuk public saving yang merupakan sumber utama untuk membiayai public investment.

Ray M. Sommerfeld, Herschel M. Anderson, dan Horace R. Brock Pajak adalah suatu pengalihan sumber dari sektor swasta ke sektor pemerintah, bukan akibat pelanggaran hukum, namun wajib dilaksanakan, berdasarkan ketentuan yang ditetapkan lebih dahulu, tanpa mendapat imbalan yang langsung dan proporsional, agar pemerintah dapat melaksanakan tugas-tugasnya untuk menjalankan pemerintahan.

Berdasarkan pendapat para ahli ilmu hukum di atas dapat ditarik benang merah bahwa PAJAK yang dalam bahasa Latin "taxo" disebut, dalam bahasa Inggris disebut "tax" dan dalam bahasa ibu saya disebut "pajek" adalah :

1.     iuran masyarakat kepada negara,
2.     diatur dalam undang-undang (hingga sifatnya dapat dipaksakan),
3.     untuk membiayai penyelenggaraan negara (pembangunan dan pengeluaran rutin) dan,
4.     tidak mendapat timbal balik secara langsung.

Ø  IURAN MASYARAKAT KEPADA NEGARA

Negara adalah sekumpulan orang yang menempati wilayah tertentu dan diorganisasi oleh pemerintah negara yang sah, yang umumnya memiliki kedaulatan. Negara juga merupakan suatu wilayah yang memiliki suatu sistem atau aturan yang berlaku bagi semua individu di wilayah tersebut, dan berdiri secara independent. Syarat primer sebuah negara adalah memiliki rakyat, memiliki wilayah, dan memiliki pemerintahan yang berdaulat. Sedangkan syarat sekundernya adalah mendapat pengakuan dari negara lain.
Dari definisi di atas, sebagai organisasi (negara) maka dapat dipahami bahwa untuk mengelolanya dalam pengertian luas  memerlukan iuran dari para anggotanya yaitu penduduk. Iuran dari penduduk ini lah yang disebut dengan pajak.

Ø  DIATUR DALAM UNDANG-UNDANG

Untuk memberikan adanya kepastian hukum dan mencegah terjadinya kesewenang-wenangan penguasa, maka pajak yang dipungut di suatu negara harus didasarkan pada undang-undang (UU). UU harus disepakati oleh pemerintah sebagai penyelenggara negara dan parlemen (DPR) yang merupakan representasi dari rakyat. Dalam undang-undang yang mengatur tentang perpajakan diuraikan dengan jelas siapa yang dimaksud sebagai subjek pajak, objek pajak, tarif pajak dan prosedur dalam pengenaan pajak.   

Mari kita lihat apakah pajak yang diterapkan di negara kita benar merupakan perintah undang-undang.

Pasal 23A Undang-undang Dasar 1945 Amandemen, Pajak dan pungutan lain yang bersifat memaksa untuk keperluan negara diatur dengan undang-undang.

Berikut ini adalah UU perpajakan yang menjadi dasar dalam pemungutan pajak, yaitu:
§         UU No. 6 tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sttd UU No. 6 Tahun 2009 (UU KUP), UU ini mengatur segala sesuai yang berkaitan dengan ketentuan formal yang mengatur tentang tata cara atau prosedur perpajakan.
§       UU No. 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan sttd UU No. 36 Tahun 2009, yaitu UU material perpajakan yang mengatur tentang pajak penghasilan (objek, non objek dan subjek PPh).
§    UU No. 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai dan Penjualan Atas Barang Mewah sttd UU No. 42 Tahun 2010, UU perpajakan yang mengatur tentang objek, subjek PPN dan PPnBM.

.... dan UU Bea Materai, UU PBB dll ....

Berdasarkan uraian di atas jelas lah bahwa pajak yang kini sedang kita bicarakan dikenakan berdasarkan UU dan seperti kita tahun UU adalah produk hukum yang dirancang dan dibuat serta disetujui oleh pemerintah maupun para wakil rakyat di DPR. Dengan demikian pemungutan pajak sah menurut hukum.

Ø  DAPAT DIPAKSAKAN

Meski sifatnya dipaksakan, pajak bukanlah hukuman. Pajak bukan harus dibayar karena yang bersangkutan melanggar UU tetapi karena merupakan penduduk suatu negara yang mempunyai kemampuan ekonomis untuk membayar pajak. Bedakan antara pajak dengan sanksi karena Anda melanggar UU, sebagai contoh jika Anda membuang sampah sembarangan di Jakarta maka berdasarkan Perda Nomor 3 Tahun 2013 tentang Pengelolaan Sampah yang merupakan aturan pelaksanaan dari PP 81 Tahun 2012 tentang Pengelolaan Sampah dan UU Nomor 81 Tahun 2008 meski dapat dipaksakan Anda harus membayar Rp500 ribu, jumlah tersebut bukanlah pajak.

Ø  TIDAK MENDAPAT IMBAL BALIK SECARA LANGSUNG

Ciri berikutnya adalah wajib pajak tidak mendapatkan imbal balik secara langsung. Pajak disamping mempunyai fungsi budgeter, yang artinya sebagai sumber pembiayaan negara baik untuk keperluan rutin maupun pembangunan. Pajak yang kita bayar sebagian juga digunakan untuk memenuhi kebutuhan dasar masyarakat seluruh Indonesia seperti pendidikan dan kesehatan. Sebagai contoh  bisa jadi sebagai pembayar pajak Anda tidak menikmati fasilitas pendidikan dasar (SD, SMP dan SMA) yang saat ini seluruh biayanya ditanggung pemerintah, karena Anda lebih memilih menyekolahkan anak Anda di sekolah swasta (berbayar) atau fasilitas tersebut dinikmati  oleh orang lain yang tidak membayar pajak karena penghasilannya di bawah Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) menikmati fasilitas tersebut.

Jika yang Anda bicarakan adalah adanya imbalan langsung dari uang yang Anda keluarkan untuk negara, bisa jadi yang sedang Anda bicarakan bukan pajak, tetapi retribusi.

Retribusi adalah pungutan yang dikenakan kepada masyarakat yang menggunakan fasilitas yang disediakan oleh negara. Di sini terlihat bahwa bagi mereka yang membayar retribusi akan menerima balas jasanya secara langsung berupa fasilitas negara yang digunakannya. Retribusi menurut UU no. 28 tahun 2009 adalah "pungutan daerah" sebagai pembayaran atas jasa atau pemberian izin tertentu yang khusus disediakan dan/atau diberikan oleh Pemerintah Daerah untuk kepentingan pribadi atau badan.

Jadi jelas jika yang kamu bayar kepada negara mendapat imbal balik secara langsung, seperti setelah/sebelum membayar sejumlah uang (tentu kepada petugas parkir resmi) baru bisa parkir di sepanjang jalan Boulevard, Kelapa Gading, jika tidak maka tidak dapat fasilitas tersebut,  maka pembayaran itu masuk dalam kategori RETRIBUSI (pemungutan dilakukan oleh  pemerintah daerah melalui Dinas Pendapatan dan Daerah). Atau dengan kata lain jika tidak membayar, maka tidak mendapat fasilitas tersebut.

Berdasarkan penjelasan di atas, maka semakin jelaslah bahwa PAJAK ADALAH KEWAJIBAN penduduk / warga sebagai bentuk perwujudan dari komitmen dalam bernegara. Tarif, objek dan siapa yang wajib membayar pajak serta sanksi apabila tidak membayar pajak lebih lanjut diatur dalam UU Perpajakan.  

Satu step atau langkah penting untuk saling memahami telah dimulai ....

Wanita di samping saya sudah reda tangisnya, dan lelaki disampingnya sudah menurunkan volume bicaranya. Mereka mulai bicara dari hati ke hati ....   Broery Marantika dan Dewi Yull pun tlah berganti dengan suara manja Yuni Shara ... Kucari Jalan Terbaik.    

ku cari dan selalu kucari jalan terbaik ...
agar tiada penyesalan dan air mata ....



Read More