Sunday, May 28, 2017

Tuti Ismail

Dunia Hampa Tanpa Seni


Gambar dari @potretlawas
Lewat suara Chrisye di lagu berjudul Seni, Guruh Soekarno Putra pada tahun 1984 memang telah menyampaikan "dunia hampa tanpa seni dan seniman". Tapi ternyata bukan  cuma Guruh, yang bilang begitu. Lihatlah baik-baik gambar di bawah ini, semua membawa senjata tapi ada seorang yang menenteng gitar.  Memeluknya dengar erat, intim dan romantis.

Potret pada masa penarikan tentara  Belanda dari wilayah Solo, Tentara Pelajar di depan Pasar Gede, 1949. (twitter @potretlawas)  memuntahkan  banyak kata-kata. Tidakkah kita terpana dan tersenyum melihatnya ?

Mark Zuckerberg pada pidato kelulusannya dari Harvard mengatakan,"... menemukan tujuan saja tidak cukup. Tantangan generasi kita adalah menciptakan sebuah dunia di mana setiap orang memiliki kesadaran akan tujuan".

Ya,  dari mereka yang terekam dalam selembar potret lawas ini kita bisa membaca dengan sangat jelas adanya kesadaran akan tujuan.  Tujuan besarnya adalah mempertahankan kemerdekaan,  mengusir penjajah dari bumi pertiwi. Jika semua anggota tim telah mahfum dan memiliki kesadaran akan tujuan,  maka langkah berikutnya menjadi ringan. Memang pasti tidak seringan melangkah di udara.

Dari perjuangan dan proses perubahan yang mereka lakukan juga menegaskan bahwa kontribusi tiap-tiap personil tidak sama. Tidak selalu sama, bahkan tidak wajib sama ! Tidak menjadi kecil arti lelaki pemetik gitar,  ketika berdampingan dengan lelaki pemanggul bedil.  Ia tetap kece dan berwibawa seperti apa adanya.

Lalu, pertanyaan besar yang menggelayut dan berputar-putar di kepala saya adalah apakah kita segenap insan yang berkeinginan memiliki negara dengan APBN yang mandiri telah berkontribusi pada reformasi perpajakan yang sedang berlangsung  ?  (merenung)
Jika tujuannya telah ditetapkan, apakah kesadaran akan tujuan itu telah dimiliki ? (merenung lagi)

Saya tutup renungan demi renungan ini dengan sebuah kisah ketika Presiden John F Kennedy mengunjungi pusat antariksa NASA. Ia melihat seorang petugas pembersih membawa sebuah sapu. Ia datangi dan bertanya kepada petugas itu apa yang sedang ia kerjakan. Petugas pembersih itu menjawab: "Tuan presiden, saya membantu mengirimkan manusia ke bulan".

Belalang Sipit
28 Mei 2017
Read More

Tuesday, May 23, 2017

Tuti Ismail

Knowing Your Employee Sebagai Strategi Perubahan


Dengan wajah ditekuk Amanda menghampiri saya yang sedang asik menonton TV, mungkin saking kesalnya dia sampai lupa mengetuk pintu kamar saya lebih dulu. "Kenapa ?" tanya saya. "Boss ku di kantor kelewatan banget, Mbak. Tadi pas acara perpisahan dia tuh, semua karyawan pastinya kan kasih salam perpisahan satu persatu. Percaya nggak Mbak, dia nggak kenal siapa aku," kata Amanda. Amanda terus berkeluh kesah, meski telah bekerja di sana selama 1,5 tahun nyatanya boss besar tidak juga "ngeh" dengan keberadaan dia. Parahnya pada hari perpisahan karena si boss memasuki usia pensiun, kata-kata terakhir yang diucapkan kepada Amanda adalah,"Kamu anak baru ya di sini ?"

Amanda menyadari sebagai pegawai junior dia pasti tidak sepopuler karyawan lain yang telah puluhan tahun bekerja di kantornya. Sesungguhnya yang jadi persoalan bukanlah tidak terkenal, tetapi fakta tidak dikenal itu yang bikin dia patah hati.  "Jika karena berbagai alasan aku melakukan kecurangan di kantor, mencuri uang kantor misalnya, bagaimana  boss-ku itu bisa tahu atau lakukan pencegahan jika kenal karyawannya saja tidak ?" katanya dengan lesu.

Saya menepuk-nepuk punggung tangannya dengan lembut mencoba menyalurkan  ketenangan dan penghiburan padanya, "syukurnya boss mu itu sudah pensiun ya, Nda. Diingat-ingat nanti kalau Kamu jadi boss, yang begitu itu jangan ditiru ya." Amanda mengangguk.

Perlukan seorang boss mengenal seluruh karyawannya ? mengetahui di mana dia tinggal, apa hobby-nya, apa makanan kesukaannya, dimana sekolah anaknya dan sederet informasi yang bersifat personal tentang karyawannya ? Jawabannya adalah PERLU bahkan HARUS.

Knowing your employee alias waskat atau pengawasan melekat adalah upaya untuk lebih mengenal karyawan dalam suatu organisasi. Upaya ini diterapkan tidak hanya ketika seseorang tercatat sebagai karyawan misalkan dengan memantau gaya hidup karyawan, tetapi dimulai dari proses rekrutmen misalkan dengan mengecek rekam jejak calon karyawan,  sampai dengan sebelum pegawai tersebut tidak lagi bekerja.

Knowing your employee adalah salah satu strategi untuk mencegah, mendeteksi dan mengatasi terjadinya fraud yang dilakukan anggota team (karyawan). Tidak hanya fraud yang mungkin dilakukan para staff namun juga yang dilakukan para manajer. Berhentilah untuk tidak perduli dengan staff atau bawahan di kantor dengan dalih tidak ingin mencampuri urusan pribadi orang lain karena begitu banyak  pelanggaran yang terjadi karena ketidakperdulian.  Perlu disadari bahwa fraud yang dilakukan oleh karyawan pada level manapun akan meruntuhkan motivasi dan mengalihkan fokus karyawan lainnya dari tujuan perusahaan, terlebih jika perusahaan dalam proses perubahan besar-besaran (reformasi).

Bank Indonesia adalah salah satu contoh organisasi yang telah memiliki kebijakan know your employee dalam salah satu  (pilar pencegahan) dari empat pilar dalam strategi anti fraud yang tertuang dalam  Surat Edaran perihal Penerapan Strategi Anti Fraud bagi Bank Umum.

Mengenal karyawan atau team work secara baik di samping dapat mencegah terjadinya fraud juga dapat menjadi sebuah sumber inspirasi team karena  anggota team merasa dihargai, dipercaya dan bahagia. Perlu disadari mayoritas karyawan yang merasa tidak dihargai dan tidak bahagia dapat mengalami demoralisasi atau frustasi.

Karyawan yang tidak bahagia menciptakan pelanggan yang tidak bahagia, dan karyawan yang bahagia akan membuat pelanggan bahagia. Orang yang bahagia secara umum akan lebih mudah menerima perubahan.

Sebuah studi yang dilakukan oleh Heiner Evanschitzky, Christopher Groening, Vikas Mittal, dan Maren Wunderlich dan telah dipublikasikan pada The Journal of Service Research pada 17 Desember 2010 yang berjudul How Employer and Employee Satisfaction Affect Customer Satisfaction : An Application to Franchise Services. Peneliti meminta karyawan dari lebih dari 300 lokasi peritel besar, masing-masing memiliki antara 40 dan 60 karyawan, untuk menilai kepuasan kerja mereka di seluruh elemen seperti suasana di tempat kerja umum, kondisi kerja, kohesi tim dan atasan mereka, dan tingkah laku. Penelitian tersebut membuktikan bahwa pegawai yang bahagia tidak hanya meningkatkan kepuasan pelanggan, tetapi juga memberikan manfaat lainnya yaitu keinginan pelanggan untuk kembali lagi belanja di toko tersebut.

Strategi yang sama diterapkan oleh Starbucks dalam mengembangkan bisnisnya sebagaimana dikemukakan CEO Howard Schultz dalam wawancara dengan forbes.com (27/02/2017), "we built the Starbucks brand first with our people, not with the customer. Because we believed that the best way to meet and exceed the expectations of our customers was to hire and train great people, we invested in employees."

Knowing your employee sebagai program budaya Ditjen Pajak

Reformasi Ditjen Pajak mempunyai visi menjadikan Ditjen Pajak sebagai institusi perpajakan yang kuat, kredibel dan akuntabel, dengan tujuan jangka panjang menuju Rasio Pajak 15% pada tahun 2020.

Berdasarkan data pada laman Kemenkeu, jumlah pegawai Ditjen Pajak per tanggal 01 Mei 2017 tercatat mencapai 37.193 orang. Jumlah yang tidak sedikit ini dapat menjadi faktor yang melemahkan ataupun justru menjadi kekuatan dalam implementasi transformasi yang sedang berjalan di Ditjen Pajak. Untuk itulah diperlukan kepiawaian dalam mengelola semua tantangan yang timbul seiring proses implementasi transformasi, khususnya tantangan yang timbul dari dalam.

Saya berpendapat bahwa jumlah pegawai Ditjen Pajak yang cukup besar adalah sebuah keuntungan yang bila dikelola dengan benar menjadi kekuatan yang dahsyat. Pendapat tersebut bukan tanpa dasar. Terbukti pada pelaksanaan Amnesti Pajak yang baru saja berlalu, Ditjen Pajak begitu solid hingga Amnesti Pajak tercatat sebagai program serupa yang paling berhasil.

Memang masih diperlukan banyak langkah yang sistematis dan lebih terstruktur, perbaikan pada perilaku dan penguatan budaya organisasi diantaranya dengan menerapkan knowing your employee (knowing your employee adalah salah satu dari tujuh program budaya Ditjen Pajak. Enam program budaya lainnya yaitu peduli DJP, malu terlambat, teladan pemimpin, santun dalam bermedia sosial, berkas aman pulang nyaman, sesapa (senyum-salam-sapa)). Dengan menerapkan kwoning your employee saya meyakini bahwa reformasi perpajakan tidak akan mengalami hambatan yang berarti dalam mencapai visi dan misinya, khususnya hambatan yang bersumber dari dalam.

Sumber DJP

Menutup tulisan ini saya akan mengutip quote inspiratif dari Sir Richard Charles Nicholas Bronson, seorang industrialis asal Inggris, yang dikenal  sukses mendirikan 360 perusahaan di bawah bendera Virgin Group,  "Client do not come first. Employees come first. If you take care of your employees, they will take care of the clients"  

--------------------
Belalang Sipit
23 Mei 2017






Read More

Monday, May 1, 2017

Tuti Ismail

Belajar dari Pendidikan Finlandia


Saya beberapa kali mendengar "selentingan" tentang hebatnya pendidikan di Finlandia, tapi baru beberapa hari lalu paham soal itu. Seorang kawan pada laman FB nya memposting video dari Brilio Video Indonesia tentang pendidikan di Finlandia, begini resume-nya :

Finlandia menjadi salah satu negara yang sukses pendidikannya dalam 20 tahun terakhir. Dalam Global School Rank 2015 Finlandia berada di posisi ke 5 sementara Indonesia berada di posisi 40. Pada sekolah-sekolah di Finlandia anak-anak diberi waktu beristirahat di sekolah lebih lama hingga waktu berinteraksi dengan kawan-kawan semakin banyak,  tidak dibebani PR alias pekerjaan rumah, bisa memilih hanya mengikuti pelajaran yang mereka sukai dan tidak menggunakan nilai sebagai standar pendidikan.

Ternyata pola pendidikan di Finlandia itu menerapkan pola pendidikan ala Ki Hajar Dewantara. Lah kan itu bapak pendidikan Indonesia ?
Itulah ....

Ki Hadjar menjadikan Taman Siswa alias sekolah sebagai tempat belajar yang menyenangkan.  

Kamu mungkin sama tidak berdayanya dengan saya yang tidak punya kekuatan mengubah pola pendidikan di Indonesia, tapi percayalah kita punya banyak cara untuk mensiasatinya.  

Saya merasa tersindir dengan video itu khususnya di menit 1:25, "Di Indonesia semua murid harus mengikuti semua pelajaran,  sementara di Finlandia murid bisa memilih pelajaran kesukaan mereka". 

Saya masih ingat obrolan antara kami (saya dan suami)  dengan anak mbarep 3 tahun lalu
"Nanti aku pilih jurusan apa ya Ma, IPA atau IPS ?" 
"IPA lah Kak, masa IPS sih! " 
"Tapi aku sukanya pelajaran ekonomi."
"Kalau Kakak pilih IPA pas kuliah tetep bisa kuliah di Fakultas Ekonomi kok."
"Kalau aku dah tahu mau kuliah di jurusan ekonomi kenapa harus belajar fisika sih, Ma? "
"Dah ah ambil jurusan IPA aja! "
@/++*'@@$?!

THIS !! 

Sudah lah sekolahnya nggak kaya di Finlandia eh punya orang tua nggak paham pula pola pendidikan ala Ki Hadjar Dewantara. Maksa !

Begitu nilai UN diumumkan tanpa merasa gimana-gimana anak saya bilang begini, "ini Ma nilai UN-nya. Sengaja nilai IPA aku bikin jelek,  biar Mama nggak paksa aku masuk IPA."
/*+''$@!"?

Saya shock bukan kepalang.  Lah kalo nilai IPA rendah bukan soal 'nggak bisa lagi dipaksa' masuk IPA, tapi bisa-bisa nggak dapet sekolah negeri karena total nilai UN jadi ikut-ikutan rendah donk. Gawat bener ini. Setelah saya jelaskan anak saya jadi sama kagetnya, dan semua ini sepenuhnya salah saya sebagai orang tua.  Aaaahh.  

Untungnya nasib baik masih berpihak pada kami, mbarep saya itu tetep bisa masuk di SMA yang dia inginkan, jurusan IPS (meski di urutan nomor 2 dari bawah dalam daftar siswa yang diterima).  

Cerita saya kiranya tidak dimaksudkan untuk membanga-banggakan diri tetapi justru bisa dijadikan pelajaran buat para orang tua. Mengutip apa yang disampaikan dosen saya dulu yang menurut saya pernyataan paling egois tapi benar adanya,  "pengalaman orang lain adalah guru terbaik.  Jangan pakai pepatah -pengalaman apalagi kegagalan (kita) adalah guru terbaik - jangan  tunggu kita gagal dulu." Jadi jangan meniru saya yang memaksakan kehendak pada anak. Jangan....

Kebahagian seorang anak ketika melakukan sesuatu adalah kunci dari keberhasilannya dan kebahagiaan tersebut diperoleh karena mereka melakukan apa yang mereka inginkan. 
Mengutip Wingkel dalam bukunya Psikologi Pendidikan dan Evaluasi Belajar (1996 : 30 - 31), "minat adalah kecenderungan yang menetap dalam diri seseorang untuk tertarik pada bagian atau hal tertentu dan merasa senang berkecimpung dalam bidang tertentu." 

Memperhatikan minat anak itu penting, sebab kecenderungan ini bersifat fundamental atau mendasar sehingga akan menimbulkan suatu kesadaran untuk selalu berhubungan aktif dan timbul keinginan untuk memperoleh serta mengembangkan apa yang telah membuatnya senang dan bahagia. 

Betul dan tak terbantahkan bahwa kita sebagai orang tua tahu lebih dulu tentang hidup, dan sangat bijaksana jika pengetahuan kita itu hanya untuk mengarahkan masa depannya bukan untuk memaksakan.  Ada sebagian anak yang sejak awal sudah tahu minatnya, kesukaannya bahkan ingin jadi apa kelak sudah ada dalam angan-angan. Jika sudah begini tugas kita sebagai orang tua sebenarnya menjadi jauh lebih mudah karena tinggal memberikan mendorong, pandangan yang jelas supaya cita-cita mereka terwujud tentu saja dengan tambahan doa. 

Sebagian anak yang lain masih mencari-cari apa minat mereka sesungguhnya, tugas kita sebagai orang tua adalah memberi terang dan menunjukkan jalan mereka menemukan minatnya.

Saya merasa dimarahi ketika membaca buku The Secret of Happy Children, 100 Cara Agar Anak Bahagia karangan Dr.  Thimothy J.  Sharp, "disadari atau tidak, banyak orang tua yang memaksakan keinginannya, melakukan itu karena pengalaman masa lalu mereka. Mungkin di masa lalu mereka pernah menjadi seorang ahli di bidang tertentu sehingga menginginkan anaknya juga melakukan hal yang sama. Bisa juga sebaliknya,  di masa lalu orang tua gagal dalam sebuah bidang dan sekarang ia ingin anak-anaknya menebus kegagalan tersebut." Saya menarik nafas dalam-dalam dan renungkan,  sepertinya yang kedua itu alasan saya. Hmmm

Anakmu bukanlah milikmu,  
mereka adalah putra putri sang hidup, yang rindu akan dirinya sendiri. 

Mereka lahir lewat engkau,
tetapi bukan dari engkau, mereka ada padamu, tetapi bukanlah milikmu

Berikanlah mereka kasih sayangmu, namun jangan sodorkan pemikiranmu, sebab pada mereka ada alam pikirannya sendiri. 

Patut kau berikan rumah bagi raganya, namun tidak bagi  jiwanya, sebab jiwa mereka adalah penghuni rumah masa depan,  yang tiada dapat kau kunjungi, 
sekalipun dalam mimpimu.

Engkau berusaha menyerupai mereka, namun jangan membuat mereka menyerupaimu, sebab kehidupan tidak pernah berjalan mundur,  ataupun tenggelam ke masa lampau 
......
 (Kalil Gibran,  Anakmu Bukan Milikmu)

Belalang Sipit
2 Mei 2017
Read More
Tuti Ismail

Tak Ada Yang Bisa Menggantikan Ketulusan


Sariawan ya ? Kok diam aja ?"
"Xoncenya mana ?"
***
Masih ingat kan dengan senyum manis Elma Theana saat itu ? Pada tahun 1994 iklan Xonce (tablet hisap vitamin C) menjadi hits dan melambungkan nama Elma Theana di jagad hiburan tanah air. Iklan itu ngetop bukan sebab Elma saat itu memang sedang cantik-cantiknya, tapi menurut saya karena iklan itu sangat humanis.

Mengambil setting di gerbang tol, Elma berperan sebagai petugas pengumpul tol yang sedang melayani pengguna jalan. Elma balas menyapa pengguna jalan dan sambil melayani pengguna jalan ia tidak lupa menjelaskan manfaat produk tersebut  dengan ramah (namanya juga iklan ya).

Dua puluh tiga tahun berselang, di tahun 2017,  pada beberapa ruas jalan tol petugas pengumpul tol diganti dengan mesin yang bernama e-toll, tidak ada lagi interaksi antara pengguna jalan dengan petugas pengumpul tol,  jadi jangan lagi berharap senyuman apalagi sapaan, "Xonce-nya mana?"  

Pun begitu halnya dengan yang terjadi di Direktorat Jenderal Pajak (DJP) ,  ketika layanan yang dulu dilakukan secara manual sekarang beralih menjadi serba elektronik,  mulai dari e-spt,  e-filing, e-form, e-billing, e-faktur sampai yang teranyar e-bukti potong. Layanan secara elektronik pasti akan memangkas ttatap muka antara Wajib Pajak dari Petugas Pajak. Ada "pihak ketiga" antara mereka kini yang bernama aplikasi, sistem, software, script atau apapun namanya.

Bisa jadi suatu saat nanti DJP tidak memerlukan terlalu banyak lagi Petugas Pajak, karena mulai dari menghitung, membayar sampai melaporkan pajak telah terotomatisasi dan dilakukan secara elektronik. Bisa jadi ...

Hal ini memang tidak bisa dihindari. Teknologi yang terus berkembang sejatinya seperti dua sisi mata uang, pada satu sisi bertujuan memudahkan pekerjaan manusia yang satu sedangkan pada sisi yang lain justru meniadakan peran manusia lainnya.

Bukan hal aneh sebenarnya, karena keadaan ini sudah diramalkan para ekonom beberapa tahun silam bahwa kelak akan banyak pekerjaan yang bakal diganti oleh mesin, robot,  software, script,  dan Al,  dalam 20 tahun ke mendatang. 

Stephen Hawkings melalui wawancara dengan BBC baru saja menyatakan bahwa banyak orang akan menjadi pengangguran seiring dengan majunya teknologi.  Kebiasaan kita dimanjakan teknologi akan membuat evolusi biologis yang membuat kemampuan kita terus menurun secara perlahan dan nantinya akan bisa dikalahkan oleh kemampuan teknologi Al.

Lantas kita bisa apa ?

Seperti telah saya sampaikan di atas bahwa perubahan memang tidak bisa dielakkan lagi,  dia seperti bayangan yang kadang mendahului si empunya badan. Jadi jangan heran jika kemudian persaingan antar manusia, para pekerja menjadi begitu ketatnya. 

Karenanya,  tidak bisa tidak selain kita sebagai manusia,  para pekerja yang merupakan bagian dari sebuah organisasi mesti dan harus segera mentransformasi diri menjadi lebih baik, meng-upgrade kemampuan,  dan terpenting memperbaiki attitude. Dengan upaya yang maksimal mestinya kita tak perlu berkecil hati,  kita memiliki satu senjata pamungkas,  karena secanggih apapun sebuah mesin ia tidak dapat memberikan apa yang dimiliki oleh manusia,  yaitu "ketulusan". Mainkan lah itu !

Mesin tidak akan sanggup memberikan tatapan penuh empati,  selembar tissu dan segelas air mineral kepada Wajib Pajak yang kehausan menunggu antrian di TPT,  tetapi kita bisa. 

Terakhir,  saya tutup tulisan ini dengan kata-kata bijak dari seorang penulis banyak buku tentang kepemimpinan dari Amerika, John C. Maxwell

"People may hear your words,  but they feel your attitude"


Belalang Sipit
1 Mai 2017
Read More