Wednesday, February 28, 2018

Tuti Ismail

Inklusi Kesadaran Pajak Dalam Pendidikan Bukan Angan-angan



Pagi ini dateng ke kantor kami, seorang wajib pajak bernama Bapak Randy Ramanda. Pak Randy adalah seorang guru di SMP Negeri 16 Pontianak. "Saya lupa password djponline dan lupa juga nomor EFIN saya. Boleh saya minta cetak kembali nomor EFIN saya ?" begitu kata Pak guru Randy kepada rekan saya.

Tentu saja boleh, Pak.

Electronic Filing Identification Number (EFIN) adalah nomor identitas yang diterbitkan oleh Ditjen Pajak kepada Wajib Pajak yang melakukan transaksi elektronik dengan Ditjen Pajak. EFIN diperlukan wajib pajak untuk melakukan pendaftaran atau membuat akun di djponline. EFIN juga diperlukan apabila wajib pajak lupa password untuk masuk ke akun miliknya di djponline, seperti Pak Guru Randy ini.  Setelah melakukan reset password barulah wajib pajak dapat melakukan transaksi elektronik dengan Ditjen Pajak melalui akunnya tersebut seperti melapor SPT Tahunan (e-filing dan e-form), membuat e-billing maupun melakukan e-tracking.

Sebenarnya jika lupa EFIN-nya ada beberapa langkah yang bisa dilakukan wajib pajak:
1. Bongkar berkas-berkas perpajakan, mungkin kertas EFIN keselip.
2. Cek Inbox email, search "EFIN".
3. Telepon ke Kring apajak 1500200 siapkan nomor NPWP dan konfirmasi data diri.
4. Datang ke KPP terdekat untuk cetak ulang EFIN, jangan lupa bawa fotokopi KTP dan NPWP beserta aslinya.

Pak Guru Randy memilih cara ke empat. Tentu dengan senang hati kami akan membantu.
https://djponline.pajak.go.id

Setelah menyerahkan kertas cetak ulang EFIN, sambil menggeser sedikit laptop ke arahnya rekan saya menanyakan padanya,"sekalian isi SPT Tahunan, Pak ?"  Meskipun e-filing dapat dilakukan dimana saja dan kapan saja, tentu sangat tidak elok jika kami tidak menawarkan bantuan apalagi sampai tidak mengingatkan kewajiban melapor SPT Tahunan kepadanya, bukan ?  Pak Guru Randy menyambut dengan antusias. Jadilah pagi ini, selangkah demi selangkah rekan saya membimbingnya mengisi SPT Tahunan.

Pegawai pajak membimbing wajib pajak melakukan kewajiban perpajakannya dan  wajib pajak melaporkan SPT Tahunan tepat waktu mungkin hal biasa bagimu, tapi bagi saya pagi ini sangat istimewa. Di mulai pada tahun 2014, program edukasi kesadaran pajak dalam sistem pendidikan nasional telah dimulai. Lewat inklusi kesadaran pajak dalam dunia pendidikan Ditjen Pajak dan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan bekerja sama berupaya meningkatkan kesadaran perpajakan peserta didik, guru, dan dosen yang dilakukan melalui integrasi materi kesadaran pajak dalam kurikulum, pembelajaran dan perbukuan.

Seorang guru adalah teladan yang digugu dan ditiru. Para pendidik  (guru dan dosen) adalah ujung tombak keberhasilan inklusi kesadaran pajak dalam dunia pendidikan. Inklusi kesadaran pajak telah menempuh setengah keberhasilannya manakala para guru patuh dan taat menjalankan kewajiban perpajakannya.  Bukankah permisalan yang sempurna sejatinya berasal dari sebuah perbuatan yang nyata ? Lewat kehadiran Pak Guru Randy boleh lah pagi ini kita berbesar hati, malambungkan harapan yang membumbung tinggi bahwa inklusi kesadaran pajak dalam dunia pendidikan akan berhasil dan nyata adanya.


Belalang Sipit
Pontianak (01/03/2018)

Read More

Tuesday, February 20, 2018

Tuti Ismail

Outbound Calling, Jurus Jitu DJP Mengerek Kepatuhan Wajib Pajak






Gambar by pixabay

Beberapa minggu lalu seorang kerabat bercerita pada saya, Kring Pajak di nomor 1500200 menghubunginya melalui sambungan telepon. Pada saat itu agen Kring Pajak memberi informasi soal adanya surat ketetapan pajak yang belum dibayar atas nama perusahaan yang dikelolanya. Agar terhindar dari sanksi administrasi bunga penagihan wajib pajak dihimbau untuk melakukan pembayaran sebelum jatuh tempo. Dia bertanya apakah itu benar dari Ditjen Pajak? Saya katakan padanya bahwa itu benar adanya. Itulah yang disebut dengan Outbound Calling dalam rangka kegiatan Billing Support.
Target Penerimaan Pajak 2018
Melalui perbaikan iklim investasi dunia usaha, pemberian insentif dan mengoptimalkan potensi ekonomi dan langkah reformasi perpajakan, pada APBN 2018 penerimaan perpajakan ditargetkan sebesar Rp1.618,1 triliun (meliputi PPh, PPN, Cukai, Bea Masuk, Bea Keluar dan Pajak Lainnya. Dengan besaran target tersebut, dominasi Penerimaan Perpajakan mencapai 85,4% di dalam APBN 2018.[1]Beberapa kebijakan digadang-gadang bakal mampu merealisasikan target tersebut diantaranya dengan meningkatkan kepatuhan wajib pajak dengan membangun kesadaran wajib pajak (sustainable compliance) antara lain melalui e-service, mobile tax unit, KPP Mikro, dan outbond call.
Dalam self assessment system, wajib pajak diharapkan secara sukarela membayar pajak yang terutang sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku dengan tidak menggantungkan pada adanya surat ketetapan pajak. Adalah juga menjadi tugas Ditjen Pajak untuk mengawasi kepatuhan wajib pajak. Melalui kegiatan pengawasan dan pengujian kepatuhan perpajakan seringkali ditemukan adanya pajak yang kurang dibayar, sehingga Ditjen Pajak harus menagihnya berikut denda atau sanksi administrasi perpajakan melalui penerbitan surat ketetapan pajak ataupun Surat Tagihan Pajak (STP). Sebagai bagian dari pembinaan kepada wajib pajak, penegakan hukum (low enforcement)juga digunakan sebagai alat untuk menciptakan rasa keadilan di masyarakat dan menimbulkan efek jera (deterrent effect).
Sejurus dengan itu pembinaan kepada wajib pajak melalui penegakan hukum menghadapkan Ditjen Pajak pada kenyataan semakin meningkatnya jumlah piutang pajak. Meskipun berdasarkan Laporan Kinerja DJP Tahun 2016 pencairan piutang pajak mencapai Rp20,32 triliun (33,54%) dari piutang outstanding sebesar Rp60,59 triliun (lebih dari target)[2], seyogianya strategi tidak terfokus pada bagaimana meningkatkan pencairan piutang pajak saja. Strategi bahkan bisa dimulai dengan mencegah tagihan pajak berubah menjadi piutang pajak dengan mengupayakan wajib pajak membayar tagihan sebelum tanggal jatuh tempo pembayaran, salah satunya melalui outbound call.
Perkembangan Outbound dan Inbound Call Centre
Kerin & Peterson (1993) menuturkan bahwa,”Marketing communication is the process by which information about an organization and its offering is disseminated to selected markets.”[3] Perusahaan yang memperhatikan kepuasan pelanggan akan terus menerus memfasilitasi kemudahan akses pelanggan ke perusahaan. Fasilitas yang diberikan dengan menerima telepon dari pelanggan yang menyampaikan keluhan (inbound call), maupun secara aktif menghubungi pelanggan untuk menyampaikan informasi berkaitan dengan produk (outbound call). Terhubungnya perusahaan dengan pelanggan memberi peluang bagi perusahaan untuk secara terus menerus melakukan inovasi dan perbaikan mutu pelayanan.
Dalam perkembangannya,outbound call kemudian juga digunakan perusahaan sebagai cara untuk memasarkan produk. Pada beberapa jenis usaha, misalkan  perbankan, selain untuk memasarkan produk outbound call centre juga digunakan sebagai alat untuk mengelola piutang (manajemen piutang). Sebagai pengguna kartu kredit, Anda mungkin sama seperti saya yang sering kali dihubungi melalui oleh pihak bank untuk mengingatkan jumlah tagihan berikut tanggal jatuh tempo pembayaran.  Hal ini lah yang kemudian menjadikan call center sebagai alat komunikasi handal yang banyak digunakan oleh banyak perusahaan.
Keandalan call center belakangan mulai dilirik oleh instansi pemerintah sebagai penyedia jasa pelayanan publik. Penggunaan call center (inbound dan outbound)oleh otoritas pajak sebagai bagian dari pelayanan dan pendistribusian informasi kepada wajib pajak sudah lumrah dilakukan di banyak negara, termasuk pengunaan outbound call centre untuk mengelola tagihan pajak baru. Penggunaan outbound call centre dapat dipandang dari dua sisi yaitu sebagai bagian dari pelayanan kepada wajib pajak, maupun dari sisi otoritas pajak yaitu dalam rangka meningkatkan kepatuhan (material) wajib pajak. Pada tulisan ini, penulis ingin melihatnya dari sudut pandang Ditjen Pajak khususnya sebagai strategi untuk meningkatkan penerimaan pajak dan menekan timbulnya piutang pajak.
Kanada memulai strategi ini di tahun 1997 dengan membentuk call center nasional yang disebut Debt Management Call Centre (DMCC). Swedia menggunakan outbound calling untuk tagihan baru dari wajib pajak yang memiliki resiko tinggi dan hasilnya 80% wajib pajak tersebut melakukan pembayaran. Selandia Baru menerapkan strategi “Prevent, Assist, Recover & Enforce” (PARE) untuk meminimalisir piutang pajak, akibatnya penanganan sejak awal atas tunggakan pajak yang dilakukan para agen outbound call centre telah meningkatkan pembayaran tunggakan pajak yang dilakukan secara langsung maupun melalui angsuran. Penjadwalan pembayaran dengan cara mengangsur pun dapat lebih cepat dilakukan. Sejak dioperasikan pada tahun 2002 di Jepang, saat ini terdapat 12 call centre collection yang bertugas melakukan penagihan melalui telepon yang dapat dinilai sangat efektif (82% pembayaran tagihan pajak yang dilakukan sebelum tiga bulan). Jepang mencatat selama tahun pajak 2012 (Juli 2012 – Juni 2012) telah melakukan 750.000 panggilan dan 80% dari wajib pajak yang memiliki tagihan pajak melakukan pembayaran.[4]
Outbound Calling Ditjen Pajak
Secara teknis Outbound Calling dilakukan oleh Kantor Layanan Informasi dan Pengaduan Direktorat Jenderal Pajak (KLIP DJP). Sebenarnya sejak 2008 disamping Inbound Calling  Ditjen Pajak juga telah memberikan layanan Outbound Calling, namun hanya berupa penyampaian informasi perpajakan seperti batas waktu penyerahan SPT Tahunan dan menghimbau wajib pajak segera melapor. Baru kemudian pada kuartal pertama 2017, Outbound Calling dalam rangka kegiatan Billing Support yang didukung oleh e-billing support dilakukan. E-billing supportadalah salah satu capaian reformasi perpajakan Bidang Teknologi Informasi, Basis Data dan Proses Bisnis pada kuartal pertama tahun 2017, dimana Ditjen Pajak telah mampumengintegrasi sistem billing dengan sistem penagihan, termasuk notifikasi jatuh tempo pembayaran dan pemberitahuan melalui Outbound Calling.[5]
Sebagai langkah awal, agen KLIP DJP akan melakukan melakukan cleansing terhadap basis data awal STP dan surat ketetapan pajak baru yang tersedia dalam aplikasi Outbound Calling sehingga menjadi call list yang siap digunakan untuk pelaksanaan kegiatan Billing Support. Secara persuasif para agen (pegawai Ditjen Pajak) akan menghubungi wajib pajak/penanggung pajak. Komunikasi awal dimulai dengan terlebih dahulu memastikan kebenaran profil wajib pajak/penanggung pajak untuk pemutakhiran data. Selanjutnya, agen akan menginformasikan adanya tagihan pajak berupa surat ketetapan pajak ataupun STP yang telah diterbitkan. Agen outbound calling juga akan memastikan apakah ketetapan tersebut telah diterima atau sedang dilakukan upaya hukum. Jawaban yang diberikan akan menentukan informasi selanjutnya yang akan disampaikan oleh agen.
Jika tunggakan pajak tidak sedang diajukan upaya hukum, wajib pajak/penanggung pajak diimbau agar segera melunasi tagihan tersebut sebelum jatuh tempo. Agen juga akan  memberitahukan fasilitas pembayaran pajak yang meliputi angsuran dan penundaan serta sanksi apabila pembayaran dilakukan setelah melewati tanggal jatuh tempo sekaligus menanyakan komitmen pelunasannya.
Apabila wajib pajak/penanggung pajak berkomitmen untuk melakukan pembayaran, para agen akan menghubungi kembali untuk memastikan bahwa pembayaran memang telah dilakukan. Seandainya tagihan belum juga dibayar, agen akan kembali memberikan informasi fasilitas pembayaran pajak yang meliputi angsuran dan penundaan serta mengingatkan adanya sanksi apabila pembayaran dilakukan setelah melewati tanggal jatuh tempo. Penjadwalan ulang juga akan dilakukan agen jika pada pelaksanaan outbound calling nomor telepon wajib pajak/penanggung pajakkedapatan tidak dapat dihubungi atau yang bersangkutan meminta untuk dihubungi kembali. Keseluruhan kegiatan Outbound Calling  dalam rangka tindak lanjut Billing Support dilakukan maksimal pada hari terakhir jatuh tempo pembayaran.
Mengingat pada kegiatan Outbound Calling data berupa nomor telepon wajib pajak/penanggung pajak memegang peranan yang sangat vital, profiling wajib pajak yang meliputi pembaharuan atas data terkini wajib pajak khususnya validitas nomor telepon wajib pajak/penanggung pajak pada sistem informasi Ditjen Pajak harus terus menerus dilakukan (knowing your taxpayer). Tanpa data yang valid strategi ini mustahil mencapai hasil yang maksimal.
Sampai tulisan ini dibuat belum ada data statistik yang dipublikasikan Ditjen Pajak atas pelaksanaan Outbound Calling di tahun 2017. Namun, berkaca pada keberhasilan negara lain yang lebih dulu menerapkannya kita semua patut berharap strategi tersebut secara signifikan memberi kontribusi pada tercapainya penerimaan pajak, mendorong kepatuhan wajib pajak (kepatuhan material), menekan timbulnya piutang pajak dan mengurangi tindakan penagihan aktif.(*)

Referensi:
[1]Outlook APBN 2018
[3]Kerin, Roger A., Peterson, Robert A. 1993. Strategic Marketing Problems, Cases and Comments. Sixth Edition, Massachusetts: Ally and Bacon A Division of Simon & Schuster, Inc.
[4] OECD. 2014. Working Smarter in Tax Debt Management. OECD Publisher
[5]http://www.pajak.go.id/reformasiperpajakan/faq

Tulisan telah dimuat di :
www.pajak.go.id/article"/outbound-calling-jurus-jitu-djp-mengerek-kepatuhan-wajib-pajak

Back to top

Read More