Monday, September 12, 2016

Tuti Ismail

LEBARAN HAJI TANPA PAK HAJI



Belum juga bambu kecil-kecil itu ditusukkan pada potongan daging dan bara api dinyalakan Tari sudah berkemas. Tas selempang kecil yang hanya cukup selebar dompet dan handphone sudah tersangkut manis di pundaknya. Sepasang sandal jepit butut menemani langkahnya yang bergegas menuju bandara. Xpress jam 11.20 wib, Yogyakarta - Pontianak. "Mbak, daging tolong dicuci bersih trus masukkan freezer aja. Nanti kalau saya pulang baru saya masak", ujarnya sambil lalu ke asisten rumah tangga yang sedari tadi berdiri di depan pintu. Melonggo. "Memang, Mbak Tari kapan pulang lagi ??" Tanya Mbak Lah. "Nggak tau" jawab Tari. "Da atuh kalo nggak tau, trus itu daging sapi ditaro di freezer nunggu Mbak pulang mah bisa beranak pinak atuh. Dah dimasak ajalah besok yahhh ", Mbak Lah protes. Tari tak bergeming.

Ini kali pertama Tari melewati lebaran dengan tidak benar-benar "berlebaran". Sudah dua tahun belakangan Tari dipindah tugaskan ke Pontianak. Jauh dari keluarga,  bapak, ibu dan kakak-kakaknya. Idul Adha yang lalu dia ambil cuti barang 3 hari, menikmati betul lebaran di rumah. Mengolah dan menyantap habis daging pembagian qurban.

Meski perempuan, di tiap Idul Adha dia berubah jadi "jagal", jatah tumpukan daging dari sapi yang biasa diqurbankan keluarganya dia seorang dan bapaknya yang selesaikan. Jagoan !! Dengan sebilah golok di tanganya, terampil memotong-motong semua daging, memasukkannya ke  plastik dan membagikannya  ke tetangga dan saudara-saudara terdekat.

Tapi tahun ini sungguh lain ceritanya, dia menolak keinginan keluarganya yang hendak berqurban di langgar kecil depan rumah. "Qurban di tempat lain aja. Bagi-bagi dengan daerah lain tentu lebih baik" begitu alasannya. Tak ada yang tahu alasan dia yang baru tiba di Yogya hampir tengah malam, sudah harus kembali lagi ke Pontianak siang ini. Tak ada yang tahu .... tidak ibu nya, tidak juga kakak-kakaknya ...

Tapi marbot langgar depan rumahnya kiranya tahu persis. Ia memperhatikan Tari sejak tadi pagi saat shalat id di lapangan. Marbot langgar itu, lelaki tua dengan kopiah miring di kepalanya adalah sahabat kental bapaknya. Sewaktu bapaknya masih ada, Pak Jalal inilah yang rajin menuntun-nuntun bapaknya ke langgar. Meski bapak selalu menolak di bantu karena sudah berbekal tongkat, Pak Jamal selalu tergopoh-gopoh menuntun bapak. Dia orang baik, dan kenal baik juga bapak. Tari memalingkan pandangan mata ke kiri saat Pak Jamal bertanya sambil menepuk bahunya "kapan balik lagi ke Pontianak, nduk ??". Pertanyaan aneh, kenapa yang ditanya bukan kapan datang ? Padahal baru juga ketemu hari ini dengan Pak Jamal. "Nanti siang, Pak" jawab Tari ringkes sambil tetap tak mau bertatap mata dengan Pak Jamal, tapi sialnya tatapan Pak Jamal yang langsung memandang tepat ke bola mata Tari menyeretnya kembali ke pusaran kerinduan. Pak Jamal diam saja, dia hanya tersenyum.

Setelah membiarkan Tari bermain-main dengan pikirannya sendiri baru kemudian Pak Jamal bertanya "Kamu pasti kangen bapakmu ya ??" . Tari yang tersadar dari lamunan tak bisa berkata-kata, Pak Jamal terlihat ada dua dalam pandangan matanya. Mata Tari mulai berkaca-kaca. "Lebaran haji, tanpa Pak Haji" kata Pak Jamal lagi.

Ya..... inilah kali pertama lebaran haji tanpa bapak. Buat anak gadis, kehilangan seorang bapak seperti putus dengan cinta pertamanya. Pun demikian dengan Tari. Meski telah berselang satu tahun sejak kepergian bapak rasa kehilangan masih tetap menusuk ke jantung, merobek-robek dan mencakar-cakar harapan. Apalagi harapan seorang gadis ketimbang dinikahkan oleh bapaknya, bapak kandungnya.  Ah ... pikiran macam apa ini. Masih jauh kali kwalitas kepasrahan dan keikhlasan ini dari yang dicontohkan Nabi Ibrahim dan Nabi Ismail. Jauhhhh ... bagai pungguk merindukan bulan.

Tari buru-buru ia mengulurkan tangannya, mengambil tangan laki-laki tua itu... mencium tangannya yang sudah berkerut dimakan usia, tanda takzim. Pak Jamal pun tak kuasa menolak. Kalau tak malu, ingin rasanya Tari peluk laki-laki di hadapannya ini, tapi ia urungkan niatnya.

Tari lebih memilih tersenyum, menampilkan senyum konyol seperti biasanya ... senyum nakal anak bapak "Tari pamit ya, Pak. Inget jangan banyak-banyak makan sate kambing... nanti pemilik apotek di seberang jalan bisa makin kaya aja dia. Hehehe", katanya.

Sepanjang jalan pulang Tari terus bergumam ... Lebaran haji tanpa Pak Haji ... bisa aja tuh Pak Jamal ... memang setiap Idul Adha bapak selalu ngeledek kami anak-anaknya yang belum juga berhaji, "hari ini cuma bapak dan mamak mu yang lebaran, kalian semua cuma nonton orang lebaran ... ". Dan kami anak-anaknya akan kompak bilang .... "selamat lebaran Pak Haji dan Bu Haji .... numpang makan gule kambing yeee"

Roda ban Express mendecit... meninggalka Adi Sucipto, meninggalkan tumpukan daging, membawa terbang kenangan.

< Pak Haji, saya rindu  >

Tuti Ismail

About Tuti Ismail -

tax officer, a mother