Sunday, June 11, 2017

Tuti Ismail

Seperti Air

Gambar by pixabay

Selembar surat memisahkan saya dan orang yang saya cintai. Setelah selesai mengucap istighfar dan hamdalah saya lihat bapak berusaha  menguasai dirinya. Sejurus kemudian ia lalu berkata, "kamu pasti bisa. Sebagai anak polisi kamu pasti kuat !"

Alamakkk ...

Saya tertawa, pun demikian ibu saya.  Kalimat pertama saya sepakat, tapi kalimat kedua jelas lebay. Sambil bergumam ibu saya bilang, "yang polisi kan,  Bapak. Anak saya kan bukan." Saya senggol ibu saya supaya tidak melanjutkan kata-katanya lagi,  khawatir akan terdengar oleh bapak. Saya tidak mau membuatnya gusar.

****

Manusia itu seperti air,  dituang ke dalam botol ia akan sebangun dengan botol. Diletakkan di dalam mangkok, ia akan sebentuk dengannya. Tidak perduli dia anak (mantan) polisi, tidak perduli siapapun bapak atau ibunya. Manusia pasti dan memang ditakdirkan mempunyai kemampuan untuk menyesuaikan diri.

Jadi itulah alasan kenapa siapapun ketika menyongsong takdirnya tidak perlu takut menghadapinya, hadapi saja sebab pasti ada jalan. "Jika di depanmu ada sebuah tembok tinggi, pasti kamu punya cara untuk sampai ke seberang. Mbuh piye carane," bijak  bapak saya berkata.

****

Mbuh piye carane....

Seperti cinta lama bersemi kembali,  saya tertawa sendiri bila teringat pengalaman puluhan tahun yang lalu di Pangandaran. Petuah bapak saya itu bekerja dan tak terbantahkan sedikitpun.  Petuah yang entah kapan  bisa saya dengar lagi.  

Suatu hari 25 tahun yang lalu di Pangandaran, saya tengah berlibur dengan sahabat-sahabat saya. Kami menginap di salah satu rumah nenek sahabat kami. Ketika siang itu kami berjalan di pekarangan, 2 ekor Soang mengejar kami.  Lehernya yang panjang terjulur dan paruhnya yang lebar dan keras siap nyosor.

Kami menjerit,  panik dan berlari tunggang langgang. Hampir menangis karena tidak ada jalan untuk menghindar.  Sebuah pagar setinggi  hampir  1 m terbentang di hadapan. Hanya melompatinya lah jalan satu-satunya untuk selamat.  Tanpa dikomando  dengan sekali lompatan kami melintasi tembok itu. Setelah sampai kami cuma bisa geleng-geleng kepala,  kok ya bisa lompati tembok setinggi itu.  Meskipun kalau diputar ulang adegan itu pasti lebih keren dari pada  pertandingan para pelari gawang  (FYI ketinggian gawang pada lari gawang adalah 3 kaki (1,067 meter)), saya sih tidak mau mengulanginya lagi hehe
Deg deg kan euy...

Maka jadilah seperti air, pandailah menyesuaikan diri.  Bukankah Allah memang menjadikan kita dari setetes air mani ?

QS. Ghafir [40] : 67

هُوَ ٱلَّذِى خَلَقَكُم مِّن تُرَابٍ ثُمَّ مِن نُّطْفَةٍ ثُمَّ مِنْ عَلَقَةٍ ثُمَّ يُخْرِجُكُمْ طِفْلًا ثُمَّ لِتَبْلُغُوٓا۟ أَشُدَّكُمْ ثُمَّ لِتَكُونُوا۟ شُيُوخًا ۚ وَمِنكُم مَّن يُتَوَفَّىٰ مِن قَبْلُ ۖ وَلِتَبْلُغُوٓا۟ أَجَلًا مُّسَمًّى وَلَعَلَّكُمْ تَعْقِلُونَ

Dialah yang menciptakan kamu dari tanah kemudian dari setetes mani, sesudah itu dari segumpal darah, kemudian dilahirkannya kamu sebagai seorang anak, kemudian (kamu dibiarkan hidup) supaya kamu sampai kepada masa (dewasa), kemudian (dibiarkan kamu hidup lagi) sampai tua, di antara kamu ada yang diwafatkan sebelum itu. (Kami perbuat demikian) supaya kamu sampai kepada ajal yang ditentukan dan supaya kamu memahami(nya).

Belalang Sipit
08062017


Tuti Ismail

About Tuti Ismail -

tax officer, a mother