Monday, August 7, 2017

Tuti Ismail

Akhlaqul Karimah Adalah Oli Bagi Mesin Reformasi



Teman saya memiliki sebuah sepeda motor, suaranya berisik macam emak-emak sedang ngomel,  tetapi herannya dia bangga sekali dengannya. Sebuah motor bebek dengan mesin 2 tak. Dia bilang jangan lihat bentuknya apalagi cuma dengar suaranya, tapi rasakan semburan dahsyat mesinnya. Kecepatan tinggi mesin 2 tak 500 cc memang pernah membawa Valentino Rossi selama bertahun-tahun menancapkan kejayaannya di ajang MotoGP.

Motor bermesin 2 tak, bisa melesat seperti kilat karena ia memakai 2 jenis oli yaitu oli pelumas samping dan pelumas mesin. Model kerja yang seperti itu membuat tenaga yang dihasilkan lebih besar. Perbandingannya pada mesin 4 tak dalam 2 kali putaran crankcase = 1 x kerja, sedangkan untuk 2 tak 2 kali putaran crankcase = 2 x kerja. Untuk itu dibutuhkan pelumas yang lebih karena putaran yang dihasilkan lebih cepat.

Jika suatu bangsa diibaratkan sebuah motor 2 tak dengan pajak sebagai bensinnya, maka pastilah akhlaqul karimah fiskus adalah oli sampingnya. Meminjam istilah yang disampaikan oleh seorang  ekonom Perancis yang dijuluki “ekonom yang hidup di masa sulit”, Jean Baptiste Colbert (1619 – 1683), bahwa The art of taxation is the art of plucking the goose so as to get the largest possible amount of feathers with the least possible squealing, yaitu seni mengumpulkan pajak itu seperti mencabut bulu angsa tanpa kesakitan, maka dalam seni pemungutan pajak, akhlaqul karimah fiskus adalah penawar rasa sakit sekaligus pelipur lara ketika bulu-bulu angsa terlepas dari kulit.

Siang itu hadir di hadapan kami, seorang laki-laki berusia senja. Ia didampingi istrinya yang terlihat beberapa bulan lebih muda. Ia datang dengan membawa secarik kertas yang beberapa waktu lalu kami kirimkan padanya. Kami menyebutnya Surat Permintaan Penjelasan Data dan/atau Keterangan (SP2DK). Setelah menjelaskan duduk perkaranya bahwa melalui surat tersebut kami bermaksud mengkonfirmasi sebuah transaksi penjualan saham yang telah ia dilakukan namun belum dilaporkan, apalagi dibayar pajak atas keuntungan penjualannya. Wajib Pajak di hadapan saya manggut-manggut, sepertinya ia paham dan mengakui transaksi itu memang benar adanya.
Saya tersenyum puas dan langsung menghitung berapa besar pajak yang harus ia bayar. Tanpa ampun saya segera mengeluarkan berita acara dan selembar materai Rp6.000 – an, tapi kawan di samping saya menahannya. Sejurus kemudian dia telah mengambil alih pembicaraan. Dia menanyakan hal-hal lain yang tidak ada hubungannya dengan transaksi jual beli saham itu. Kening saya berkerut. “Bapak masih bugar sekali. Pasti rajin olah raga ya ?” tanyanya dengan wajah antusias. Seperti sedang bercermin, lelaki di hadapan saya dengan wajah sama antusiasnya langsung menjawab pertanyaan teman saya itu bahkan lebih panjang dari pilihan jawaban yang tersedia. Saya lirik kawan di samping saya, tatapan tulus dan senyum sekali-sekali mengembang dari sudut bibirnya. Tidak ada tipu daya dan kepura-puraan, yang saya dapati adalah keikhlasan untuk setia mendengarkan cerita dari lelaki senja di hadapan saya. Seperti seorang anak kecil yang meniru semua hal yang dilakukan oleh orang tuanya, saya seperti tersihir. Saya meniru kawan di samping saya. Kami berganti-gantian bertanya, mendengarkan, tersenyum, bertanya lagi, mendengarkan lagi dan tersenyum lagi. Setiap inchi cerita panjang lelaki itu adalah kesenangan baginya dan bagi saya kini.

Saya belajar mendengarkan.

Bersedia mendengarkan adalah refleksi dari kematangan jiwa, kesediaan untuk memberikan penghormatan dan empati kepada lawan bicara. Kali ini kami persembahkan kepada orang yang lebih tua dari kami.

Setelah semua gelak tawa dan keakraban dihadirkan, akhirnya sampai jua di penghujung perbincangan. Wajib Pajak di hadapan saya mengambil berita acara yang sedari tadi kami lupakan, menuliskan sebaris kata-kata, membubuhkan tanda tangan di atasnya dan menyodorkannya pada saya. Sebuah tulisan tangan dengan huruf sambung besar-besar dan miring pada kolom  tanggapan dari Wajib Pajak membuat mata saya panas menahan bendungan air mata ketika membacanya “Saya akan melaksanakan kewajiban perpajakan saya dan membayar pajak sesuai dengan petunjuk yang disampaikan kedua petugas pajak di hadapan saya.”

Dua hari kemudian setelah pertemuan itu, tanpa paksaan, pembayaran lebih dari setengah milyar telah masuk ke kas negara dan copy bukti pembayaran pajak tergeletak manis di atas meja kerja saya.

Belalang Sipit
Pontianak
7 Juni 2017


Tuti Ismail

About Tuti Ismail -

tax officer, a mother