Tuesday, February 20, 2018

Tuti Ismail

Outbound Calling, Jurus Jitu DJP Mengerek Kepatuhan Wajib Pajak






Gambar by pixabay

Beberapa minggu lalu seorang kerabat bercerita pada saya, Kring Pajak di nomor 1500200 menghubunginya melalui sambungan telepon. Pada saat itu agen Kring Pajak memberi informasi soal adanya surat ketetapan pajak yang belum dibayar atas nama perusahaan yang dikelolanya. Agar terhindar dari sanksi administrasi bunga penagihan wajib pajak dihimbau untuk melakukan pembayaran sebelum jatuh tempo. Dia bertanya apakah itu benar dari Ditjen Pajak? Saya katakan padanya bahwa itu benar adanya. Itulah yang disebut dengan Outbound Calling dalam rangka kegiatan Billing Support.
Target Penerimaan Pajak 2018
Melalui perbaikan iklim investasi dunia usaha, pemberian insentif dan mengoptimalkan potensi ekonomi dan langkah reformasi perpajakan, pada APBN 2018 penerimaan perpajakan ditargetkan sebesar Rp1.618,1 triliun (meliputi PPh, PPN, Cukai, Bea Masuk, Bea Keluar dan Pajak Lainnya. Dengan besaran target tersebut, dominasi Penerimaan Perpajakan mencapai 85,4% di dalam APBN 2018.[1]Beberapa kebijakan digadang-gadang bakal mampu merealisasikan target tersebut diantaranya dengan meningkatkan kepatuhan wajib pajak dengan membangun kesadaran wajib pajak (sustainable compliance) antara lain melalui e-service, mobile tax unit, KPP Mikro, dan outbond call.
Dalam self assessment system, wajib pajak diharapkan secara sukarela membayar pajak yang terutang sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku dengan tidak menggantungkan pada adanya surat ketetapan pajak. Adalah juga menjadi tugas Ditjen Pajak untuk mengawasi kepatuhan wajib pajak. Melalui kegiatan pengawasan dan pengujian kepatuhan perpajakan seringkali ditemukan adanya pajak yang kurang dibayar, sehingga Ditjen Pajak harus menagihnya berikut denda atau sanksi administrasi perpajakan melalui penerbitan surat ketetapan pajak ataupun Surat Tagihan Pajak (STP). Sebagai bagian dari pembinaan kepada wajib pajak, penegakan hukum (low enforcement)juga digunakan sebagai alat untuk menciptakan rasa keadilan di masyarakat dan menimbulkan efek jera (deterrent effect).
Sejurus dengan itu pembinaan kepada wajib pajak melalui penegakan hukum menghadapkan Ditjen Pajak pada kenyataan semakin meningkatnya jumlah piutang pajak. Meskipun berdasarkan Laporan Kinerja DJP Tahun 2016 pencairan piutang pajak mencapai Rp20,32 triliun (33,54%) dari piutang outstanding sebesar Rp60,59 triliun (lebih dari target)[2], seyogianya strategi tidak terfokus pada bagaimana meningkatkan pencairan piutang pajak saja. Strategi bahkan bisa dimulai dengan mencegah tagihan pajak berubah menjadi piutang pajak dengan mengupayakan wajib pajak membayar tagihan sebelum tanggal jatuh tempo pembayaran, salah satunya melalui outbound call.
Perkembangan Outbound dan Inbound Call Centre
Kerin & Peterson (1993) menuturkan bahwa,”Marketing communication is the process by which information about an organization and its offering is disseminated to selected markets.”[3] Perusahaan yang memperhatikan kepuasan pelanggan akan terus menerus memfasilitasi kemudahan akses pelanggan ke perusahaan. Fasilitas yang diberikan dengan menerima telepon dari pelanggan yang menyampaikan keluhan (inbound call), maupun secara aktif menghubungi pelanggan untuk menyampaikan informasi berkaitan dengan produk (outbound call). Terhubungnya perusahaan dengan pelanggan memberi peluang bagi perusahaan untuk secara terus menerus melakukan inovasi dan perbaikan mutu pelayanan.
Dalam perkembangannya,outbound call kemudian juga digunakan perusahaan sebagai cara untuk memasarkan produk. Pada beberapa jenis usaha, misalkan  perbankan, selain untuk memasarkan produk outbound call centre juga digunakan sebagai alat untuk mengelola piutang (manajemen piutang). Sebagai pengguna kartu kredit, Anda mungkin sama seperti saya yang sering kali dihubungi melalui oleh pihak bank untuk mengingatkan jumlah tagihan berikut tanggal jatuh tempo pembayaran.  Hal ini lah yang kemudian menjadikan call center sebagai alat komunikasi handal yang banyak digunakan oleh banyak perusahaan.
Keandalan call center belakangan mulai dilirik oleh instansi pemerintah sebagai penyedia jasa pelayanan publik. Penggunaan call center (inbound dan outbound)oleh otoritas pajak sebagai bagian dari pelayanan dan pendistribusian informasi kepada wajib pajak sudah lumrah dilakukan di banyak negara, termasuk pengunaan outbound call centre untuk mengelola tagihan pajak baru. Penggunaan outbound call centre dapat dipandang dari dua sisi yaitu sebagai bagian dari pelayanan kepada wajib pajak, maupun dari sisi otoritas pajak yaitu dalam rangka meningkatkan kepatuhan (material) wajib pajak. Pada tulisan ini, penulis ingin melihatnya dari sudut pandang Ditjen Pajak khususnya sebagai strategi untuk meningkatkan penerimaan pajak dan menekan timbulnya piutang pajak.
Kanada memulai strategi ini di tahun 1997 dengan membentuk call center nasional yang disebut Debt Management Call Centre (DMCC). Swedia menggunakan outbound calling untuk tagihan baru dari wajib pajak yang memiliki resiko tinggi dan hasilnya 80% wajib pajak tersebut melakukan pembayaran. Selandia Baru menerapkan strategi “Prevent, Assist, Recover & Enforce” (PARE) untuk meminimalisir piutang pajak, akibatnya penanganan sejak awal atas tunggakan pajak yang dilakukan para agen outbound call centre telah meningkatkan pembayaran tunggakan pajak yang dilakukan secara langsung maupun melalui angsuran. Penjadwalan pembayaran dengan cara mengangsur pun dapat lebih cepat dilakukan. Sejak dioperasikan pada tahun 2002 di Jepang, saat ini terdapat 12 call centre collection yang bertugas melakukan penagihan melalui telepon yang dapat dinilai sangat efektif (82% pembayaran tagihan pajak yang dilakukan sebelum tiga bulan). Jepang mencatat selama tahun pajak 2012 (Juli 2012 – Juni 2012) telah melakukan 750.000 panggilan dan 80% dari wajib pajak yang memiliki tagihan pajak melakukan pembayaran.[4]
Outbound Calling Ditjen Pajak
Secara teknis Outbound Calling dilakukan oleh Kantor Layanan Informasi dan Pengaduan Direktorat Jenderal Pajak (KLIP DJP). Sebenarnya sejak 2008 disamping Inbound Calling  Ditjen Pajak juga telah memberikan layanan Outbound Calling, namun hanya berupa penyampaian informasi perpajakan seperti batas waktu penyerahan SPT Tahunan dan menghimbau wajib pajak segera melapor. Baru kemudian pada kuartal pertama 2017, Outbound Calling dalam rangka kegiatan Billing Support yang didukung oleh e-billing support dilakukan. E-billing supportadalah salah satu capaian reformasi perpajakan Bidang Teknologi Informasi, Basis Data dan Proses Bisnis pada kuartal pertama tahun 2017, dimana Ditjen Pajak telah mampumengintegrasi sistem billing dengan sistem penagihan, termasuk notifikasi jatuh tempo pembayaran dan pemberitahuan melalui Outbound Calling.[5]
Sebagai langkah awal, agen KLIP DJP akan melakukan melakukan cleansing terhadap basis data awal STP dan surat ketetapan pajak baru yang tersedia dalam aplikasi Outbound Calling sehingga menjadi call list yang siap digunakan untuk pelaksanaan kegiatan Billing Support. Secara persuasif para agen (pegawai Ditjen Pajak) akan menghubungi wajib pajak/penanggung pajak. Komunikasi awal dimulai dengan terlebih dahulu memastikan kebenaran profil wajib pajak/penanggung pajak untuk pemutakhiran data. Selanjutnya, agen akan menginformasikan adanya tagihan pajak berupa surat ketetapan pajak ataupun STP yang telah diterbitkan. Agen outbound calling juga akan memastikan apakah ketetapan tersebut telah diterima atau sedang dilakukan upaya hukum. Jawaban yang diberikan akan menentukan informasi selanjutnya yang akan disampaikan oleh agen.
Jika tunggakan pajak tidak sedang diajukan upaya hukum, wajib pajak/penanggung pajak diimbau agar segera melunasi tagihan tersebut sebelum jatuh tempo. Agen juga akan  memberitahukan fasilitas pembayaran pajak yang meliputi angsuran dan penundaan serta sanksi apabila pembayaran dilakukan setelah melewati tanggal jatuh tempo sekaligus menanyakan komitmen pelunasannya.
Apabila wajib pajak/penanggung pajak berkomitmen untuk melakukan pembayaran, para agen akan menghubungi kembali untuk memastikan bahwa pembayaran memang telah dilakukan. Seandainya tagihan belum juga dibayar, agen akan kembali memberikan informasi fasilitas pembayaran pajak yang meliputi angsuran dan penundaan serta mengingatkan adanya sanksi apabila pembayaran dilakukan setelah melewati tanggal jatuh tempo. Penjadwalan ulang juga akan dilakukan agen jika pada pelaksanaan outbound calling nomor telepon wajib pajak/penanggung pajakkedapatan tidak dapat dihubungi atau yang bersangkutan meminta untuk dihubungi kembali. Keseluruhan kegiatan Outbound Calling  dalam rangka tindak lanjut Billing Support dilakukan maksimal pada hari terakhir jatuh tempo pembayaran.
Mengingat pada kegiatan Outbound Calling data berupa nomor telepon wajib pajak/penanggung pajak memegang peranan yang sangat vital, profiling wajib pajak yang meliputi pembaharuan atas data terkini wajib pajak khususnya validitas nomor telepon wajib pajak/penanggung pajak pada sistem informasi Ditjen Pajak harus terus menerus dilakukan (knowing your taxpayer). Tanpa data yang valid strategi ini mustahil mencapai hasil yang maksimal.
Sampai tulisan ini dibuat belum ada data statistik yang dipublikasikan Ditjen Pajak atas pelaksanaan Outbound Calling di tahun 2017. Namun, berkaca pada keberhasilan negara lain yang lebih dulu menerapkannya kita semua patut berharap strategi tersebut secara signifikan memberi kontribusi pada tercapainya penerimaan pajak, mendorong kepatuhan wajib pajak (kepatuhan material), menekan timbulnya piutang pajak dan mengurangi tindakan penagihan aktif.(*)

Referensi:
[1]Outlook APBN 2018
[3]Kerin, Roger A., Peterson, Robert A. 1993. Strategic Marketing Problems, Cases and Comments. Sixth Edition, Massachusetts: Ally and Bacon A Division of Simon & Schuster, Inc.
[4] OECD. 2014. Working Smarter in Tax Debt Management. OECD Publisher
[5]http://www.pajak.go.id/reformasiperpajakan/faq

Tulisan telah dimuat di :
www.pajak.go.id/article"/outbound-calling-jurus-jitu-djp-mengerek-kepatuhan-wajib-pajak

Back to top

Tuti Ismail

About Tuti Ismail -

tax officer, a mother