Thursday, April 20, 2017

Tuti Ismail

KARTINI BUKAN CUMA KEBAYA (3)





Akhirnya sampailah saya pada pemahaman bahwa apa yang diperjuangkannya bukan semata karena "kerakusan dan keegoisannya sendiri" pada ilmu pengetahuan, tetapi pada kesadaran sesadar-sadarnya bahwa pengetahuan yang dimiliki perempuan inilah yang kelak akan menjadi pupuk yang akan menyuburkan tunas-tunas bangsa yang baru disemai. Tidak jadi soal perempuan akan menjadi apa nantinya, karena pendidikan bagi perempuan adalah investasi bagi masyarakatnya.

Pada suratnya kepada Prof. Dr. E. K. Anton dan istrinya, 4 Oktober 1902 ia menuturkan:

"Ibulah yang menjadi pusat kehidupan rumah tangga, dan kepada ibu itulah dipertanggungjawabkan kewajiban mendidik anak-anaknya yang berat itu, yaitu bagian pendidikan yang membentuk budinya. Berilah anak-anak gadis pendidikan yang sempurna, jagalah supaya ia cakap kelak memikul kewajiban yang berat itu."

Dalam suratnya kepada Nona Zeehandeler, 9 Januari 1901

"Dari semenjak dahulu kemajuan perempuan itu menjadi pasal yang amat penting dalam usaha memajukan bangsa. Kecerdasan pikiran penduduk pribadi tidak akan maju dengan pesatnya bila perempuan itu ketinggalan dalam usaha. Perempuan jadi membawa peradaban."

Surat kepada Ny. Abendanon, 21 Januari 1901
 "Perempuan itu soko guru peradaban ! Bukan karena perempuan yang dipandang cakap itu, melainkan oleh saya sendiri yakin sungguh yakin bahwa perempuan itu pun mungkin timbul pengaruh yang besar akibatnya, dalam hal membaikkan maupun memburukkan kehidupan, bahkan dialah yang paling banyak memajukan kesusilaan manusia."

Satu lagi sudut lain yang luput dari "prasangka" saya selama ini bahwa Kartini telah meletakkan pondasi yang kuat pada sebuah kata sakral bernama "perkawinan". Bahwa perkawinan adalah persengkongkolan dahsyat antara perempuan dan laki-laki untuk mencapai kebahagian.

Dalam surat yang tidak jelas kepada siapa, tanggal 16 Desember (Novel Panggil Aku Kartini Saja , hal 227), Kartini menuturkan:

"Suamiku ingin melihat aku menulis buku tentang saga dan legenda Jawa. Ia akan mengumpulkannya buat aku,  kemudian kami pun akan kerjakan bahan itu bersama-sama."

Tuti Ismail

About Tuti Ismail -

tax officer, a mother