Tuesday, April 11, 2017

Tuti Ismail

KEEP STRONG SENANTIASA

Gambar by Andreas Joko

Dulu sekali saya pernah menangis, kecewa berat pasalnya ketika sudah betul mengurus sesuatu eh masih aja ada yang iseng ngomongin. Bukan ngomongin hal yang bagus-bagus tentu saja. Sebaliknya. Bikin sakit hati rasanya pingin nangis guling-guling sambil garuk-garuk aspal. Ggrrr ....

Hari itu kira-kira sebulan yang lalu kawan baik saya curhat. Dia bilang sedih sekali ketika sudah mengorbankan waktu, tenaga dan mungkin sedikit uang [kata dia sih sedikit, tapi saya mah nggak percaya😆] buat institusi yang ia cintai ternyata kok ya masih aja ada yang usil ngomongin. Masih dari penuturannya yang berapi-api, "padahal gw tuh ikhlas. Sama sekali nggak ambil untung baik secara finansial maupun hal lainnya. Semata-mata buat kantor gw !" Untuk part yang satu ini saya percaya. 

Saya cuma jawab, "iya, sabar dan tetap fokus ya." Sewaktu saya mengalami peristiwa yang hampir mirip dengannya [saya bilang hanya mirip, sangat jauh dari istilah apple to apple] saya belajar.

Pertama yang harus diingat-ingat adalah tidak semua orang mengenal kita, banyak yang bertindak seolah-olah mengenal kita dengan baik bahkan kadang-kadang kenal kita melebihi diri kita sendiri. Kalau sudah begini jangan heran kalau tiba-tiba kita trus ngerasa pingin kenalan lagi sama diri sendiri, "serius itu gw ? Kok beda ya ? Kenalan yukk." 
Kedua, untuk setiap hal yang kita lakukan yakin lah bahwa kita tidak bisa menyenangkan semua orang. Pertanyaan saya ke kawan yang baik hati tapi lagi sakit hati itu cuma satu, "kamu ngerjain itu semua sukarela [di luar job desc] atau dibayar  ?" "Free tanpa bayaran sepeser pun dan memang voluntary aja sifatnya," katanya dengan emosi yang tertahan.

Ih kamu keren ...
Kalau mengutip penjelasan Billy Boen [penulis buku Young on Top] di Ruang Mezanine - Kemenkeu beberapa waktu lalu, job desc itu standard minimum yang diharapkan organisasi / institusi / perusahaan dari seorang pekerja. Organisasi / insititusi / perusahaan menilai kamu istimewa tuh kalaukamu baik kalo bekerja lebih dari ekspektasi minimum mereka. Ih bener juga. Sekonyong-konyong saya merasa iri dengan teman saya itu. Dia nggak kikir berbagi potensi dirinya. 😁

Ketika melakukan sesuatu hal yang bersifat sukarela pemahaman yang saya sebutkan tadi harus berkali lipat ditanamkan dalam diri. Terpenting adalah kegiatan yang dilakukan terukur dan dapat dipertanggungjawabkan. Jadi ketika ketemu dengan hal-hal yang begituan ya senyum aja, boleh sih ngedumel dikit, habis itu jangan lupa senyum lagi. 

Ketiga, fokus pada niat dan tujuan yang ingin dicapai. Untuk bagian yang ini saya teringat pesan almarhumah ibu saya. Begini katanya, ketika kamu menapaki tangga dengan kecepatan 2 kali orang rata-rata bersiaplah akan banyak orang yang menarikmu ke bawah. Menjatuhkan mentalmu. Bukan karena yang kamu lakukan tidak benar, tapi karena mereka putus asa tidak bisa mengejarmu, tidak rela kamu berada di atas. Menarikmu ke bawah agar sejajar lagi dengan mereka adalah hal terbaik yang dapat mereka lakukan. Kuncinya tiada yang lain selain tetap fokus pada tujuan dan niat awal. Kokohkan langkah jangan biarkan langkahmu berbalik arah, mundur dan terjerembab kembali ke tempat yang sama. Sekali lagi jangan !! 

Baik jika kamu mengulurkan tangan dan menarik mereka menjadi sejajar denganmu. 


Keempat, ini yang hampir kelupaan saya sampaikan, 'clustering your enemies'. Penyebutan 'enemies' hanya untuk memudahkan penyebutan saja yaitu bagi mereka yang tidak sejan dengan kita. Meski saya katakan tadi abaikan saja mereka yang tidak suka sama apa yang kita lakukan hal tersebut khusus dilakukan jika 'enemies' berdasarkan teropong adalah orang yang rese lahir batin. Tapi ... tapi nih seandainya 'enemies' adalah orang yang berhati baik ada baiknya juga kamu evaluasi apa yang sudah dilakukan. Meski dilakukan secara sukarela, bukan berarti bisa suka-suka kan ? tujuannya supaya kamu tetap on the right track aja ... nggak jumawa dan terus bisa mawas diri. krik krik ...

Teman saya manggut-manggut wajahnya memarah karena mendapat dukungan, trus bilang, "sok tahu, lo ah !"

Saya ambil secarik kertas dan pulpen. Saya urek-urek sebentar biar keliatan makin sok tahu, sambil pasang muka nyebelin saya tepuk-tepuk bahunya dan senyum-senyum. Saya serahkan kertas itu ...
"Di daerah kami yang miskin,  jarang orang berani membuat sumur. Dan di daerah kami yang kering, sumur adalah pusat perhatian manusia dalam hidupnya di samping beras dan garam. Karena itu, sekalipun pembuatan sumur  itu atas ongkosnya sendiri, akhirnya dia menjadi hak umum. Orang yang membuat sumur adalah orang yang berwakaf di tempat kami. Dan bila memiliki sumur di daerah kamu, dia akan mendapat penghormatan penduduk : sedikit atau banyak. Dan kalau engkau punya sumhr disini, dan sumur itu kau tutup untuk kepentingan sendiri, engkau akan dijauhi orang dan dicap kedekut."
- Pramoedya Ananga Toer, Bukan Pasarmalam -


Cat : 
KBBI : Kedekut/kikir

Tuti Ismail

About Tuti Ismail -

tax officer, a mother