Sunday, October 29, 2017

Tuti Ismail

Dongeng di Kemenkeu Mengajar

Tokoh-tokoh dalam dongeng (foto by Noviardi)

Pada  Kemenkeu Mengajar 2 (Senin,  23/10) saya menjadi salah satu dari total delapan orang relawan pengajar yang bertugas di Sekolah Dasar Negeri (SDN) 45 Dusun Kampung Baru, Desa Sungai Ambangah, Kabupaten Kubu Raya, Kalimantan Barat. Sesiangan hari itu, saya dan Danu, teman  satu tim akan menghabiskan waktu bersama anak-anak kelas bawah (istilah kami untuk menyebut anak didik di kelas 1, 2 dan 3). 

Mendongeng. Ya kami akan mendongeng di kelas. Ketika saya mengatakan bahwa nanti akan mendongeng di dalam kelas, banyak kawan-kawan yang bertanya, apakah dongeng saya tentang si Gembul Domba atau Molly Monyet yang rajin membayar pajak ? Hanya tersenyum yang saya berikan untuk menjawab pertanyaan mereka. Tentu saja bukan tentang itu.

Saya akan mendongeng tentang kejujuran sebagai bagian dari edukasi pemberantasan (pencegahan) korupsi.

Tujuan utama dari Kemenkeu Mengajar adalah memberikan informasi kepada anak-anak tentang beragam profesi yang ada di Kemenkeu. Bisa jadi setelah hari ini, mereka lantas memiliki cita-cita menjadi salah satu punggawa keuangan negara.

Lalu apa hubungannya dengan kejujuran?

Sebenarnya, bukan karena memperkenalkan profesi di Kemenkeu maka kejujuran mendadak diajarkan pada anak didik. Dalam profesi apapun, jujur adalah prasyarat mutlak bila seseorang ingin sukses.
Soal materi, saya tidak pusing memikirkannya. Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sudah menyediakannya secara lengkap di laman resminya. Tinggal pilih sesuai kebutuhan. Cerita yang saya dongengkan berjudul "Akrobat Wortel" dengan bintang utama si Cici Kelinci. Supaya lebih menarik, kami mencetak dan menggunting para tokoh hingga bisa dimainkan serupa wayang. 

Ketika mendongeng, untuk menghidupkan suasana sesekali saya buat para tokoh (seolah-olah) bertanya kepada anak-anak,  hingga mereka merasa menjadi bagian dari cerita yang saya bawakan. 

Alangkah kagetnya  Boni si Ayam Babon pulang, dia mendapati telurnya pecah. Semua penghuni kandang diam seribu basa, tak berani melawan ketika Boni membabi buta mengumbar kemarahannya. Tinggallah Cici Kelinci di sudut kandang menangis menyesali perbuatannya. 

"Bagaimana suara tangis Cici Kelinci ?" tanya saya. Kompak anak-anak menjawab,"hu hu hu."

Melihat teman-temannya dimarahi oleh Boni, Cici Kelinci merasa bersalah. Buru-buru dia keluar dari persembunyiannya, "Boni, maafkan aku. Aku berkata jujur padamu,  Wortel yang aku mainkan tadi tidak sengaja jatuh dan memecahkan telur-telurmu." Boni senang Cici Kelinci mengakui kesalahannya,"oh tidak apa-apa Cici. Telur yang kau pecahkan itu sebenarnya sudah busuk. Meski begitu, kamu tetap bersalah karena telah merusak barang milik teman. Jadi kamu harus tetap dihukum, menyediakan makanan buat teman-teman selama seminggu ya." Cici Kelinci menganggguk. Ia kini bisa bernafas lega.

"Sikap Cici yang sudah berkata jujur, baik atau tidak  ?" tanya saya. "Baik Bu" jawab anak-anak.
Setelah cerita usai, anak-anak bersemangat mengulang cerita dan memerankan tokoh-tokoh itu kembali.
"Saya jadi Molly Monyet yang pandai akrobat Wortel ya Bu"
"Saya jadi Cici Kelinci yang nakal"
"Saya jadi si Boni Ayam Babon"

Anak-anak semangat memainkan peran tokoh-tokoh dalam dongeng (foto by Noviardi)

====

"Human memory is story-based" (Schank, 1999)
Bercerita, mendongeng, atau pun storytelling sebenarnya bukan hanya menjadi konsumsi anak-anak semata. Semua kalangan usia senang mendengarkan cerita dan bercerita. Bahkan sejak dahulu orang tua menggunakan strategi mendongeng untuk menyampaikan nilai dari generasi ke generasi.

Kesukaan manusia terhadap storytelling alias dongeng tidak lepas dari peran otak manusia, yang lebih mudah menyerap cerita daripada sederet data dan fakta yang kering emosi. Sebab lain disukainya storytelling karena otak manusia menyimpan memori secara episodik—berupa kisah-kisah mengenai insiden tak terlupakan, pengalaman, dan nuansa yang menimbulkan kesan tertentu pada tiap individu. Mengingatkan, menghidupkan kembali, ataupun mengulang berbagai kisah melalui storytelling juga akan membuahkan kesenangan tersendiri. Termasuk berusaha memahami percakapan, peristiwa, dan hal-hal yang dialaminya. Melalui dongeng komunikasi yang terjadi tidak lagi satu arah dan membosankan. Cerita tentang kejujuran tidak lagi menjadi doktrin yang kaku. Ibarat jamu, rasa mungkin akan tetap sama pahitnya tetapi cara penyajiannya yang berbeda membuat jamu yang pahit sedikit terasa lebih "manis". 

Sudah lebih dari satu dekade cara bercerita (storytelling) mulai banyak diadopsi perusahaan sebagai salah satu metode dalam pemasaran (promosi) produk mereka. Salah satu contoh perusahaan yang melancarkan strategi itu adalah Coca Cola dan Indomie.  Indomie pada 2011 mengusung kampanye berjudul "Cerita Indomie" dimana konsumen diajak berbagi cerita tentang produk makanan instan tersebut. Cerita  yang terpilih akan ditampilkan di media konvensional (iklan TV, cetak, dan radio) serta digital (situs dan media sosial).  Hal tersebut membuahkan hasil yang positif. Survei yang dilakukan beberapa lembaga riset pemasaran (SITTI, Majalah SWA, dam OMG Consulting) pada 2011  menobatkan Indomei sebagai merek mie instan yang paling banyak dibicarakan di media sosial. Bercerita adalah alat yang penting dalam memahami dan mengambil manfaat dari psikologi konsumen (Holt, 2004 dalam Woodside, 2010).

Belakangan, Direktorat Jenderal Pajak (Ditjen Pajak)  juga mulai melirik menggunakan storytelling dalam memperkenalkan pajak kepada masyarakat, dimulai melalui Pajak Bertutur.

===

Anak-anak memerankan tokoh dalam dongeng (foto by Noviardi)

Dengan bercerita, pendengar merasa terhubung secara emosional dengan pesan yang mereka terima, sehingga pada akhirnya dalam jangka panjang akan melekat dalam memorinya menjadi nilai yang akan dipegang teguh. Jika hari ini  kami mendongeng tentang betapa hidup mesti dijalani dengan kejujuran kepada anak-anak didik kelas bawah, di lain waktu ketika mereka sudah dewasa bisa jadi nilai kejujuran itulah yang akan menemani laku lampah mereka. 


===


Belalang Sipit
Pontianak
29 Oktober 2017

Sumber :
- Melissa. (Januari 2012). Penggunaan Storytelling dalam Terjadinya Word of Mouth pada Produk Indomie Versi “Cerita Indomie”.
- Schank, Roger. Dynamic Memory Revisited, 2nd Edition. New York: Cambridge Universiti Press, 1999.
-http://www.psychoshare.com/file-1128/psikologi-industri-dan-organisasi/menggunakan-cerita-sebagai-strategi-pemasaran.html
- http://marketeers.com/strategi-coca-cola-mengembangkan-storytelling/



Tuti Ismail

About Tuti Ismail -

tax officer, a mother