Kapten Andika (foto by Noviardi) |
Saya melihat jam di tangan, waktu menunjukkan pukul 08.00 WIB. Setelah tadi pagi bertarung melawan keinginan menarik selimut melanjutkan tidur, sepertinya ruang kelas di seberang lapangan itu akan menjadi tempat pertarungan terbesar kedua saya hari ini. Ayah saya pernah bilang bahwa hidup sejatinya adalah rentetan pertarungan yang terskenario dengan apik. Jika hari ini kita kalah, lain waktu pasti jadi pemenang. Sejak melangkahkan kaki menaiki sampan yang membawa saya menyeberangi Sungai Ambangah menuju Sekolah Dasar Negeri (SDN) 45 Kampung Baru, saya sudah bertekat kali ini saya harus menang !
SDN 45 terletak di Dusun Kampung Baru, Desa Sungai Ambangah, Kecamatan Sungai Raya, Kabupaten Kubu Raya, Provinsi Kalimantan Barat.
Ketika kaki saya menapaki lantai sampan, hidung saya sudah bisa mencium aroma harum kesederhanaan dan kearifan dari dusun di seberang sana. Aromanya makin kuat saat saya melawati rumah-rumah penduduk berdinding papan dan menapaki jalan setapak dari papan kayu menuju sekolah itu.
Mata saya menyapu sekeliling merekam kesederhanaan yang menentramkan, sekolahnya, murid-muridnya, lingkungannya, udaranya, dan harapan-harapan yang beterbangan di udaranya.
Selepas upacara bendera usai, kami berjalan menyusuri pinggir lapangan yang mulai hangat dipeluk matahari pagi, menyeberanginya menuju ruang belajar kelas 3 SDN 45 Kampung Baru. Hari ini, Senin (23/10) saya menjadi titik kecil dari catatan pinggir kegiatan Kemenkeu Mengajar 2 yang digelar serentak di 53 kota / kabupaten di seluruh Indonesia. Bersama seorang kawan dari Ditjen Bea dan Cukai, Danu, saya bertugas mengajar di kelas 3.
Perjalanan menuju SDN 45 Kampung Baru (foto by Noviardi) |
Melintasi Sungai Ambangah (foto by Noviardi) |
SDN 45 terletak di Dusun Kampung Baru, Desa Sungai Ambangah, Kecamatan Sungai Raya, Kabupaten Kubu Raya, Provinsi Kalimantan Barat.
Melintasi Sungai Ambangah (foto by Noviardi) |
Ketika kaki saya menapaki lantai sampan, hidung saya sudah bisa mencium aroma harum kesederhanaan dan kearifan dari dusun di seberang sana. Aromanya makin kuat saat saya melawati rumah-rumah penduduk berdinding papan dan menapaki jalan setapak dari papan kayu menuju sekolah itu.
Mata saya menyapu sekeliling merekam kesederhanaan yang menentramkan, sekolahnya, murid-muridnya, lingkungannya, udaranya, dan harapan-harapan yang beterbangan di udaranya.
SDN 45 Kampung Baru (foto by Noviardi) |
Selepas upacara bendera usai, kami berjalan menyusuri pinggir lapangan yang mulai hangat dipeluk matahari pagi, menyeberanginya menuju ruang belajar kelas 3 SDN 45 Kampung Baru. Hari ini, Senin (23/10) saya menjadi titik kecil dari catatan pinggir kegiatan Kemenkeu Mengajar 2 yang digelar serentak di 53 kota / kabupaten di seluruh Indonesia. Bersama seorang kawan dari Ditjen Bea dan Cukai, Danu, saya bertugas mengajar di kelas 3.
Seorang guru memperkenalkan kami berdua,"anak-anak hari ini Kalian akan belajar dengan Bapak dan Ibu guru dari Kementerian Keuangan. Ibu Tuti dan Bapak Danu." Dua puluh satu pasang mata mengawasi kami lekat-lekat, satu diantaranya bahkan tak berkedip menatap kami. Sekilas saya mendengar bisik-bisik di dalam hati mereka, ini kah sang pendatang baru ? Guru yang akan mengajar di kelas seharian ini.
Kami mengeluarkan senyum termanis yang kami miliki. Mengucap salam dan membalas lembut tatapan mereka, "selamat pagi anak-anak." Tiba-tiba saja hati saya berlagu,"aku bisa membuatmu jatuh cinta kepada ku meski kau tak cinta." Ah bukan itu yang saya mau. Saya ingin menjadi pemenang karena dicintai.
Perkara menang, kalah, menaklukkan ataupun ditaklukkan sebenarnya berkisar pada soal kejelian membaca situasi dan komunikasi. Siapa yang dengan cepat membaca situasi dan melihat peluang acapkali secara tepat pula bisa mengatur teknik komunikasi yang tepat.
Setiap anak memiliki karakternya sendiri, seperti sebuah gerabah meski bisa lebih halus bentuknya tidak akan pernah berubah. Sebuah vas akan tetap menjadi sebuah vas, keindahannya lah yang membuatnya pantas bersanding dengan setangkai Mawar merah atau Bunga Bakung.
Dalam kehidupan sehari-hari (tidak hanya di dalam kelas), kita akan bertemu dengan banyak orang dan melakukan komunikasi dengan mereka. Terdapat tiga perilaku dalam komunikasi, yaitu agresif, asersif dan pasif.
Orang dengan tipe agresif sangat menekan dan merupakan pendengar yang buruk. Mereka pemarah dan penguasa atas orang lain, juga sangat buruk ketika berkomunikasi dengan pihak lain karena kata-kata atau kalimat yang mereka gunakan. Orang dengan tipe pasif sangat tidak aktif dan terkesan sangat sungkan. Mereka tidak menyukai peperangan dan cenderung mencari jalan damai agar riak pertempuran tidak menimbulkan pertikaian yang tidak berkesudahan. Sementara itu, orang dengan tipe asersif lebih mengedepankan kesamaan yang dimiliki semua orang. Mereka lebih menerapkan sifat inklusif dan akomodatif daripada eksklusif. Tipe asersif inilah yang seharusnya dimiliki setiap orang.
Meskipun pada kenyataannya tidak ada seseorang yang memiliki karakter sempurna, maksud saya agresif 100% ataupun asersif 100%. Dengan memahami karakter lawan bicara, kita dapat secara tepat menentukan pola komunikasi agar berjalan efektif dan memetik hasil yang baik.
Seorang anak dengan sepasang mata yang mengawasi kami berdua sejak pertama melangkah masuk ke dalam kelas ini adalah seorang anak yang memiliki karakter cenderung agresif. Seorang anak yang berani, cerdas dan aktif dalam arti yang sesungguhnya. Hampir di sepanjang pelajaran ia mondar mandir. Saya tidak melihatnya sebagai sesuatu yang buruk. Anak ini lah yang sedari tadi menjadi perhatian saya. Dialah sasaran yang akan saya "kalahkan", seketika akan saya buat dia jatuh cinta.
Memberi Pengakuan
Meski tidak ada yang keliru jika seorang anak bercita-cita menjadi dokter, tentara ataupun polisi namun ada baiknya seorang anak mengetahui bahwa begitu banyak profesi yang bisa menjadi sandaran hidupnya kelak. Kemenkeu Mengajar dimaksudkan untuk memberi wawasan yang luas kepada anak-anak didik tentang pekerjaan atau profesi, khususnya yang ada di Kemenkeu.
Pada kesempatan pertama di kelas setiap anak saya berikan tanda pengenal yang akan memuat nama dan cita-cita mereka kelak. Sungguh saya merasa penasaran, ingin jadi apa dia kelak.
Adalah Andika, anak yang saya ceritakan sejak tadi. Saya mengokang senjata, membidikkannya tepat ke arahnya. Saya mendekatinya, meraih tanda pengenal yang mengantung di lehernya dan membacanya keras-keras,"teman kita Andika kalau sudah besar nanti ingin menjadi seorang tentara. Jadi mulai hari ini, kita panggil Andika dengan sebutan KAPTEN ANDIKA. Coba ulangi, kita panggil apa ?" Ruangan dipenuhi teriakan anak-anak,"KAPTEN ANDIKA !"
Dia terkejut. Terselip rasa bangga di pipinya yang berangsur memerah. Matanya berbinar-binar.
Saya tidak membiarkan kesempatan ini berlalu. Dia sedang lengah, terbuai dengan rasa bangga pada dirinya sendiri. Saya memuntahkan peluru kedua,"seorang kapten adalah seorang pemimpin. Anak buahnya banyak, karena itu dia mesti menjadi contoh buat yang lain." Matanya tidak berkedip menatap saya. Saya tersenyum dalam hati.
Berikutnya saya dan Danu memanggil Aulia dengan sebutan Dokter Aulia, Fahmi dengan sebutan Mayor Fahmi ataupun Suci dengan sebutan Ibu Guru Suci.
Kami mengeluarkan senyum termanis yang kami miliki. Mengucap salam dan membalas lembut tatapan mereka, "selamat pagi anak-anak." Tiba-tiba saja hati saya berlagu,"aku bisa membuatmu jatuh cinta kepada ku meski kau tak cinta." Ah bukan itu yang saya mau. Saya ingin menjadi pemenang karena dicintai.
Perkara menang, kalah, menaklukkan ataupun ditaklukkan sebenarnya berkisar pada soal kejelian membaca situasi dan komunikasi. Siapa yang dengan cepat membaca situasi dan melihat peluang acapkali secara tepat pula bisa mengatur teknik komunikasi yang tepat.
Setiap anak memiliki karakternya sendiri, seperti sebuah gerabah meski bisa lebih halus bentuknya tidak akan pernah berubah. Sebuah vas akan tetap menjadi sebuah vas, keindahannya lah yang membuatnya pantas bersanding dengan setangkai Mawar merah atau Bunga Bakung.
Dalam kehidupan sehari-hari (tidak hanya di dalam kelas), kita akan bertemu dengan banyak orang dan melakukan komunikasi dengan mereka. Terdapat tiga perilaku dalam komunikasi, yaitu agresif, asersif dan pasif.
Orang dengan tipe agresif sangat menekan dan merupakan pendengar yang buruk. Mereka pemarah dan penguasa atas orang lain, juga sangat buruk ketika berkomunikasi dengan pihak lain karena kata-kata atau kalimat yang mereka gunakan. Orang dengan tipe pasif sangat tidak aktif dan terkesan sangat sungkan. Mereka tidak menyukai peperangan dan cenderung mencari jalan damai agar riak pertempuran tidak menimbulkan pertikaian yang tidak berkesudahan. Sementara itu, orang dengan tipe asersif lebih mengedepankan kesamaan yang dimiliki semua orang. Mereka lebih menerapkan sifat inklusif dan akomodatif daripada eksklusif. Tipe asersif inilah yang seharusnya dimiliki setiap orang.
Meskipun pada kenyataannya tidak ada seseorang yang memiliki karakter sempurna, maksud saya agresif 100% ataupun asersif 100%. Dengan memahami karakter lawan bicara, kita dapat secara tepat menentukan pola komunikasi agar berjalan efektif dan memetik hasil yang baik.
Seorang anak dengan sepasang mata yang mengawasi kami berdua sejak pertama melangkah masuk ke dalam kelas ini adalah seorang anak yang memiliki karakter cenderung agresif. Seorang anak yang berani, cerdas dan aktif dalam arti yang sesungguhnya. Hampir di sepanjang pelajaran ia mondar mandir. Saya tidak melihatnya sebagai sesuatu yang buruk. Anak ini lah yang sedari tadi menjadi perhatian saya. Dialah sasaran yang akan saya "kalahkan", seketika akan saya buat dia jatuh cinta.
Memberi Pengakuan
Meski tidak ada yang keliru jika seorang anak bercita-cita menjadi dokter, tentara ataupun polisi namun ada baiknya seorang anak mengetahui bahwa begitu banyak profesi yang bisa menjadi sandaran hidupnya kelak. Kemenkeu Mengajar dimaksudkan untuk memberi wawasan yang luas kepada anak-anak didik tentang pekerjaan atau profesi, khususnya yang ada di Kemenkeu.
Pada kesempatan pertama di kelas setiap anak saya berikan tanda pengenal yang akan memuat nama dan cita-cita mereka kelak. Sungguh saya merasa penasaran, ingin jadi apa dia kelak.
Tanda pengenal (foto by Noviardi) |
Dia terkejut. Terselip rasa bangga di pipinya yang berangsur memerah. Matanya berbinar-binar.
Saya tidak membiarkan kesempatan ini berlalu. Dia sedang lengah, terbuai dengan rasa bangga pada dirinya sendiri. Saya memuntahkan peluru kedua,"seorang kapten adalah seorang pemimpin. Anak buahnya banyak, karena itu dia mesti menjadi contoh buat yang lain." Matanya tidak berkedip menatap saya. Saya tersenyum dalam hati.
Berikutnya saya dan Danu memanggil Aulia dengan sebutan Dokter Aulia, Fahmi dengan sebutan Mayor Fahmi ataupun Suci dengan sebutan Ibu Guru Suci.
Setelah kejadian itu, ia sedikit melunak. Menurunkan kaki yang sesekali dia naikkan ke atas bangku. Hei bung, kapten mesti jadi contoh bukan ? Pelan-pelan dia mulai berpartisipasi di dalam kelas, menjawab pertanyaan yang saya atau Danu ajukan. Sebagai ganjaran saya memberinya stiker bintang dan menempelkan ke dadanya sambil ramai-ramai berucap,"Andika, kamu hebat !".
Kapten Andika dengan bintang di pipi (foto by Noviardi) |
Interaksi dengan anak-anak di dalam kelas (foto by Noviardi) |
Hal yang sama saya lakukan buat siapa saja dalam ruangan ini yang bisa menjawab pertanyaan yang kami berikan.
Salah satu yang saya suka dengan Kemenkeu Mengajar di SDN 45 adalah yel-yel yang diteriakkan di upacara tadi.
Siapa kita ? Indonesia
Dimana kita ? Indonesia
Adakah Indonesia di dadamu ? Ada.. ada.. (sambil menepuk dada)
Mana dia ? ini dia.. ini dia.. (sambil menunjukkan bentuk hati ke luar dari dada)
Ketika topi yang dikenakan Danu terjatuh, Andika memungutnya,"Pak, songkongnya jatuh." Ia lantas memakainya. "Sudah mirip kapten betulan," sahut saya melihat tingkahnya. "Kapten siap memimpin prajurit menerikkan yel-yel seperti di upacara tadi ?" tanya saya. "Siap, Bu !" sahutnya mantap.
Kapten Andika memimpin yel-yel (foto Noviardi) |
Adakah yang tidak lantas jatuh cinta melihat Kapten Andika kini ? Ah Kapten Andika, kenapa kita jadi saling serang seperti ini. Jika sudah begini entah siapa yang kalah dalam pertarungan kita pagi ini.
Tetiba saya teringat pada Dorothy Law Nolte, saya rasa dia ada benarnya
Jika anak dibesarkan dengan Pujian, maka ia belajar Menghargai.
Jika anak dibesarkan dengan Olok-Olok, maka ia belajar Rendah Diri.
Jika anak dibesarkan dengan Pengakuan, maka ia belajar Mengenali Tujuan.
===
Belalang Sipit
Pontianak
30/10/2017
Sumber:
Ponijan Liaw, Understanding Your Communication Styles - Memahami Gaya Komunikasi Anda, 2009
1 comments :
Write commentsCadas
Reply