Monday, June 11, 2018

Tuti Ismail

Kursi Darurat dan Usiaku yang Baru 13 Tahun


Jakarta cerah hari ini. Seluruh penumpang telah duduk manis di bangkunya masing-masing. Koper, dus oleh-oleh dan tas jinjing juga sudah masuk kabin. Semuanya sudah siap mengudara bersama si burung besi. Tapi mbak pramugari dan mas pramugara masih hilir mudik di lorong kabin pesawat, entah apa yang dicarinya. 

Seorang pramugari berdiri tepat di baris nomor sebelas, matanya yang bulat melihat satu persatu penumpang yang duduk di deretan kursi darurat. Seorang anak muda dan dua orang lelaki paruh baya di sisi sebelah kanan. Pramugari tersenyum. Lalu dilihatnya sisi sebelah kiri, dua orang  bapak. Hampir wajahnya tersenyum lagi, namun urung. Seorang gadis kecil di bangku darurat paling ujung di sisi sebelah kiri.

Mata  mbak pramugari sibuk melirik ke kanan dan kekiri entah apa yang dicarinya. Tetiba matanya berhenti di anak muda tanggung yang duduk di nomor 11C, persis di sebelah kanan tempat dia berdiri. Mereka beradu pandang. Mbak pramugari tersenyum. Anak muda membalas dengan kernyit di dahinya. 

"Mas, boleh minta tolong bertukar tempat duduk dengan ibu," tangannya menunjuk gadis kecil yang duduk di kursi pintu darurat sebelah kiri. Seperti di sihir hampir saja si anak muda tadi berdiri dan berpindah tempat duduk dengan segera. Gerakannya terhenti ketika mbak pramugari berbicara gadis kecil melanjutkan kata-katanya,"Adek boleh bertukar dengan Mas ini ya, yang boleh duduk di kursi darurat hanya mereka yang berusia di atas lima belas tahun."  

"Aku belum lima belas tahun," anak muda tanggung itu yang menjawab.

"Masa ?" Mbak pramugari penasaran. Tatapannya menerka-nerka kebenaran cerita anak muda tanggung itu. Tinggi anak ini sudah lebih dari 160 cm. Sungguh tidak percaya jika umurnya belum menyentuh angka lima belas tahun.

"Iya, aku baru tiga belas tahun. Itu juga baru lebih empat hari. Hadiah ulang tahunnya aja belum dibeliin. Ya kan Pa ?" jawab anak muda tanggung itu serius sambil melirik lelaki di sebelahnya. Kode keras nih !! Lelaki yang dipanggilnya papa mengangukkan kepala.  

Saya tertawa mendengar cerita mereka berdua ketika tiba di bandara tujuan. 

Soal kursi di pintu darurat. Kalau ingin membanding-bandingkan dengan kursi lain di dalam  kabin pesawat, kursi di deretan pintu darurat memang paling nyaman. Jarak antar kursi di deretan itu lebih lebar, sangat lapang. Tempat duduk ini biasanya menjadi incaran mereka yang memiliki tubuh tinggi. Problem dengkul yang sering beradu dengan kursi di depannya kerap jadi alasan. 

Bungsu saya yang baru berusia tiga belas tahun empat hari itu boleh dibilang terhitung bongsor. Cerita tentang mimik mbak pramugari yang kaget dan tidak percaya sungguh menarik untuk dibahas, tetapi bukan itu yang menggelitik hati saya. Ada apa dengan usia lima belas tahun di kursi pintu darurat pesawat ?

Selidik punya selidik ternyata UU Nomor 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan alasannga. pasal 56 ayat (1) menyebutkan bahwa, “Dalam penerbangan dilarang menempatkan penumpang yang tidak mampu melakukan tindakan darurat pada pintu dan jendela darurat pesawat udara”.

Pantas saja mbak pramugari memeriksa dengan teliti penumpang yang duduk di kursi tersebut. Resume kriteria siapa yang boleh duduk di kursi terbebut saya ambil dari FAQ pada website resmi Airasia ( https://support.airasia.com/s/article/Who-can-occupy-emergency-seats-en?language=in ). Meski saya tidak menggunakan maskapai tersebut saat itu, saya kira syarat yang tetapkan seluruh maskapai sama. Penumpang yang duduk di baris pintu darurat keluar darurat harus memenuhi kriteria berikut :
  1. Sehat fisik dan mental untuk  membantu awak kabin dalam keadaan darurat,
  2. Mampu memahami instruksi darurat tertulis/yang diucapkan,
  3. Berusia 15 tahun ke atas,
  4. Tidak dalam keadaan hamil usia berapa pun,
  5. Tidak bepergian dengan bayi,
  6. Tidak membeli tempat duduk tambahan.
Awak kabin berhak menunjuk tempat duduk baru di dalam pesawat jika penumpang tidak memenuhi kriteria di atas.

Jadi untuk yang berminat duduk deretan kursi pintu darurat silahkan ukur-ukur diri apakah cocok dengan kriteria di atas. Jangan ngambek jBahkan pernah suatu kali ketika check in saya meminta duduk di kursi pada deretan pintu darurat namun ditolak. Saya menganggapnya penolakanan itu dilakukan semata-mata demi alasan kehati-hatian mungkin karena saya mudah panik, meskipun jawaban petugas pada loket check in bilang begini,"maaf, kursi pintu darurat tidak untuk wanita hamil, Bu." Dih siapa yang hamil.  ðŸ˜ˆðŸ˜ˆ 

Belalang sipit
Ramadhan 2018
Semarang 

Tuti Ismail

About Tuti Ismail -

tax officer, a mother