Friday, January 18, 2019

Tuti Ismail

Ingin Ke Luar Negeri


Gambar by pixabay

Sebelumnya dari kantor mana, Mbak  ?" teman di kantor baru saya bertanya.
"Saya dari Matraman.  Kalau Mas dari mana  ?" balas saya kembali bertanya padanya.
"Saya dari fiskal,  Mbak," jawabnya. 

Kami sama-sama bekerja di kantor pajak. Sebut saja kawan baru saya itu bernama Aji. Saat itu kami baru saja di pindah ke kantor pajak lainnya.  Ada banyak kantor pajak di Indonesia. Hanya kantor pajak tertentu yang mempunyai tugas dan fungsi melakukan administrasi perpajakan PPh Fiskal Luar Negeri (populer disebut FLN).   Biasanya kantor tersebut adalah kantor pajak yang terdekat dengan bandara, pelabuhan ataupun pos lintas batas antar negara. Dengan catatan melalui bandara atau pelabuhan tersebut ada penerbangan atau pelayaran ke luar negeri. 

Sebelum 1 Januari 2011 setiap kali seseorang akan bertolak ke manca negara ada pajak yang harus di bayar. Namanya PPh Fiskal Luar Negeri. Pajak ini  dapat menjadi kredit pajak pada PPh Orang Pribadi sepanjang pada saat membayarnya mencantumkan NPWP.

Pada saat itu FLN dikenakan untuk membatasi seseorang melancong ke luar negeri. Pada tahun 1998 saat krisis moneter menggempur Indonesia, Pemerintah menaikkan FLN (pesawat) dari 250 ribu rupiah menjadi 1 juta per orang.  Tujuannya mencegah agar rupiah tidak semakin terpuruk.  

Tidak semua yang bertolak ke luar negeri terutang FLN.  Ada juga yang dibebaskan seperti TKW/I dan mahasiswa yang kuliah di luar negeri. 

Seiring berjalannya waktu membuat Indonesia tidak lagi menerapkan jenis pajak ini.  Ada banyak sebab mengapa pajak jenis ini menjadi tidak populer lagi,  antaranya  mobilitas manusia sangat tinggi. Dunia seolah menjadi tanpa sekat. Penerapannya juga disinyalir menghambat industri jasa khususnya pariwisata berkembang pesat. Pariwisata bagi beberapa negara mulai dilirik sebagai penopang pertumbuhan ekonomi.  Karenanya tidak mungkin lagi menghalang-halangi seseorang untuk bepergian ke luar negeri. Di lain pihak penerimaan pajak dari FLN ternyata juga tidak pula terlampau besar.  

Bukan cuma FLN yang ditiadakan,  belakangan malah beberapa negara menerapkan bebas visa  ketika masuk ke negaranya. Jika kita masih menerapkan FLN mungkin industri pariwisata kita tidak semaju sekarang. 

"Wah asik donk di Fiskal."
"Iya tiap hari lihat pesawat. Lihat pramugari. Cantik-cantik."

Aji bercerita kadang  iri juga lihat anak-anak muda yang peroleh kesempatan belajar di luar negeri. Apalagi kalau ke sana lewat beasiswa. Terbayang olehnya anak-anak muda nan pintar suatu saat akan menjadi orang besar.  Mungkin juga akan jadi bossnya kelak. Karenanya setiap kali ada kesempatan Aji tidak melewatkan berbagi cerita dengan mereka. Barangkali dari cerita yang terucap bisa menjadi semangat, inspirasi dan motivasi baru.

"Mau sekolah ke mana nih,  Mas  ?" Aji menyodorkan keterangan bebas fiskal untuk anak muda yang akan bertolak ke luar negeri itu. 
"Inggris," yang ditanya menjawab
"Beasiswa  ?"
"Iya. Alhamdulillah. Bisa kuliah gratis."
"Rahasianya apa sih  ? Belajarnya mesti getol banget ya, Mas ini  ?"
"Rahasia pertama  mengajukan beasiswanya dulu. Baru deh belajar dan ikut tes." 
"Hahaha. Iya lah. Orang tua pasti bangga banget ya  ?"
"Alhamdulillah.  Tapi jangan dikira semua orang akan senang kalau kita sekolah tinggi-tinggi."
"Ah masa ada yang nggak suka. Sirik aja tuh !"
"Temen saya, Mas. Kasihan.  Malah mau diusir istrinya gara-gara pingin ngambil S3. Istrinya bahkan ngancem minta cerai."
"Ah masa sih  ?"
"Iya,  soalnya temen saya itu belum selesai kuliah S2 - nya."
"Halah."
"Masih pagi.  Jangan serius-serius ah, Mas  !"

----
Belalang Sipit
19/01/2019


Tuti Ismail

About Tuti Ismail -

tax officer, a mother