Sunday, January 13, 2019

Tuti Ismail

B.E.L.A.J.A.R.


Tidak ada orang yang pintar dengan sendirinya. Namun, percaya lah tidak ada pula orang yang akan bodoh selamanya. Selama seseorang mau belajar dan mencoba tidak ada yang mustahil di dunia ini.

Bahkan Thomas Alva Edison  pun harus mencoba ribuan kali sampai akhirnya menemukan lampu pijar. Mari kita renungi kutipannya yang mahsyur berikut ini :

"I have not failed 10,000 times.  I have not failed once. I have succeeded in proving that those 10,000 ways will not work.  When I have eliminated the ways that will not work,  I will find the way that will work."

Bayangkan jika pada percobaannya yang ke 999 Thomas putus asa, entah kapan kita bisa menikmati terangnya malam dengan lampu pijar.

Tidak ada kata terlambat untuk belajar dan berusaha.   Meski sulit bukan tidak mungkin ketika  telah beranjak dewasa seseorang baru mulai belajar sampai pada akhirnya mencapai kejayaannya. Ibu Mooryati Soedibyo pemilik kerajaan bisnis Mustika Ratu membuktikannya. Seperti ditulis oleh Prof. Rainal Kasali, Ibu Mooryati Soedibyo menyelesaikan studi doktoralnya di bidang Ekonomi di Universitas Indonesi saat ia berusia 80 tahun. Lebih membanggakannya lagi, Ibu Mooryati memiliki komitmen yang sangat baik dalam selama menjalani masa perkuliahan.

Pun begitu, ada benarnya juga sebuah teori (teori empirisme)  yang dipopulerkan oleh John Lock seorang filsuf dari Inggris. Teori ini mengatakan bahwa seorang anak seperti "Tabularasa" (a blank sheet of paper / selembar kertas putih). Orang tua serta lingkungannya lah yang kemudian memberi warna pada kertas tersebut. 

Baiknya belajar di waktu kecil diilustrasikan dengan jelas oleh sebuah pepatah lawas, 'Belajar di waktu kecil bagaikan mengukir di atas batu. Belajar di waktu dewasa bagai mengukir di atas air'.

Tidak jadi soal berapa kali kita jatuh dan berapa kali juga kita salah. Terpenting adalah berapa kali kemudian kita bisa bangkit lagi dengan tidak mengulangi kesalahan yang sama.

Bagi seorang anak,  pendidikan bukan cuma soal kalistung tapi meliputi juga soal adab.

Sepulang dari mushala anak suung merajuk,"aku ditegur bapak-bapak tadi. Adek nakal.  Aku dah minta maaf untuk dia."

Mata saya melotot ke arah Adek, "berisik lagi? "
Bocah yang menjadi subjek pembicaraab cuma nyengir,"orang aku cuma kentut doang,  Ma."
"Masalahnya tuh Ma dia kentutnya pas orang-orang lagi doa.  Kompakan sama teman-temannya. Adek yang paling kenceng, " sahut Kakak. 
"Tadi lomba tuh, Ma."
"Menang ? Bangga ?"
"Hehehe iya maaf.  Nggak diulangi lagi."
"Besok lagi bikin lomba bersih-beesih mushala.  Lebih manfaat."
"Nggak bikin bau lagi ya hehe."
"Nah itu tahu  !"

Saya sekuat tenaga menahan tawa. Nakalnya orisinil.  Memang saya sudah dengar pepatah ngawur yang bilang, 'jangan takut jangan khawatir,  ini kentut bukan petir.'  Meski dilakukan setelah shalat, dia harus paham bahwa yang dilakukannya itu keliru. Dia harus belajar tentang adab di dalam rumah ibadah, terlebih  dia harus belajar cara bergaul yang pantas.


----

Belalang Sipit
14/01/2019

Tuti Ismail

About Tuti Ismail -

tax officer, a mother