"Duh mobil di depan lelet banget sih ! Mana ada nenek-nenek mau nyebrang lagi. Huh !"
"Sabar. Waktunya masih lama. Kita nggak terburu-buru kok. Biar nenek itu lewat."
----
Untuk kamu yang kurang memiliki kesabaran coba lah sesekali berlatih diri. Sesekali naik lah commuter line alias KRL. Menurut saya tidak ada tempat yang paling tepat untuk membuktikan seberapa hebatnya kamu memahami arti bahwa kepentingan umum jauh berada di atas kepentingan pribadimu, selain di Commuter Line alias KRL. Di sana sabar menjadi panglima, senyum menjadi mahkota dan kata maaf seperti mutiara.
Ketika kembali menggunakan KRL pada Oktober tahun lalu teman saya mengingatkan,"sekarang makin padat. Kalau sudah berhasil naik, ingat jangan berdiri di depan pintu ! Jangan juga grusa grusu."
Pesannya itu saya lahap sebagai camilan sambil menunggu sarapan pagi. Waktu masih menunjukkan pukul 05.15 WIB.
Pada jam-jam sibuk, berdiri di depan pintu sementara stasiun tujuan masih jauh dan KRL akan singgah di stasiun transit besar macam Manggarai atau Tanah Abang adalah bukti nekat yang nyata. Hukuman paling ringan daru kenekatanmu adalah terdorong. Karenanya jangan memaksakan diri dan jangan pula mencoba melawan ! Ikuti saja iramanya. Anggap kamu sedang berada di kolam ombak Snowbay.
Di Ibukota yang ramai, waktu seperti hantu, yang antara datang dan perginya nyaris tidak ada yang tahu. Semua orang berlomba menaruh air dalam baskom, berharap barangkali bisa sekedar melihat bayangnya. Jadi jangan tumpahkan airnya. Keberadaanmu di muka pintu KRL jelas menggoyangkan baskom. Air bisa tumpah. Kasihan.
Bagi pengguna KRL multi trip ada baiknya mulai belajar untuk tidak grusa grusu. Tetap tenang dan perhatikan petunjuk arah tujuan serta jangan malu bertanya. Memiliki sikap tersebut jadi penting, apalagi jika kamu berada di stasiun transit besar seperti di Stasiun Manggarai. Manggarai sekarang sudah menjadi stasiun transit yang super ramai. Ada sepuluh jalur pemberangkatan.
----
Pagi itu Manggarai masih sedikit gelap. Matahari masih malu-malu. Kereta Bekasi tiba di Manggarai sebelum waktunya. Saya melanjutkan perjalanan menuju Stasiun Duri melalui jalur tiga. Tumben, bisa bertemu kereta Depok - Jatinegara (lewat Duri dan Angke). Begitu kereta datang tanpa dikomando penumpang wanita menggeruduk gerbong pertama. Gerbong khusus wanita. Seorang ibu setengah baya yang telah berhasil naik berdiri di muka pintu.
"Aduh jangan dorong-dorong, dong !"
"Masuk Bu, jangan di depan pintu !"
"Aduh Mbak. Mana Mbaknya badannya gede banget lagi !"
Aduh ! Saya yang sudah berdiri di tengah gerbong cuma bisa nyengir. Mbak yang dimaksud diam saja. Wajahnya tidak menunjukkan rasa marah. Sejurus kemudian tanpa basa basi mbak yang dimaksud sudah berada di tempat ibu tadi, dan ibu tadi berpindah tempat ke sudut gerbong. Saya tahu bukan mbak maksud tadi memindahkan ibu itu hingga ke sudut gerbong. Dia cuma terbawa arus penumpang.
Sungguh, tidak ada tempat untuk drama macam begitu di KRL. Semua mesti bisa menahan diri. Ingat, di KRL kepentingan pribadi ndodok ndlosor di bawah kepentingan umum.
Kereta berhenti kurang lebih 2 menit. Sekonyong-konyong dari arah jalur lima dengan sedikit maksa naik seorang wanita. Tidak perduli ada yang disikut dan dihimpitnya. Wajah jumawa karena hanya dia seorang dari kereta di jalur lima yang lolos masuk kereta ini jelas ditampakkannya. Kereta dari Bogor di jalur lima memang baru saja tiba setengah menit yang lalu. Saya dan penumpang lain cuma saling pandang.
"Ini kereta ke Kota kan ?"
"Bukan Bu, ini ke Angke."
Saya mengaduh lagi dalam hati. Wajah ibu tadi berubah jadi pucat menahan kesal sekaligus malu. Baru turun dari KRL tujuan Angke lalu berpindah KRL lain dengan tujuan yang sama memang pedih sih.
----
Belalang Sipit
08/01/2019