SUDAH KU BILANG
Sebagai orang tua pernah nggak kamu-kamu ditanya oleh anak-anak ketika menyampaikan sesuatu, bukan dengan pertanyaan "apa" tapi pada pertanyaan "mengapa". Saya pernah. Pertanyaan itu kerap kali diajukan anak saya, apalagi jika yang saya sampaikan menyangkut dirinya. Dia akan terus bertanya ... bertanya lagi.. lagi dan lagi sampai dia merasa bahwa jawaban saya masuk akal dan tidak mengada-ada.
Awalnya saya kaget, dia tidak sama seperti saya sewaktu kecil .... saya baru tersadar, ya jelas aja sih kami kan beda generasi (Generasi X (The Baby Bust) vs generasi Z (Generation Net) : Don Tapscott dalam bukunya Grown Up Digital). Tapi lama-lama sebagai orang tua saya dan mungkin juga kamu terbiasa dengan anak-anak model begini, atau bahkan mulai ketularan dengan pola pikirnya... kalau ada peraturan baru di kantor yang ditanya adalah mengapa sih harus begini... mengapa nggak begitu aja... mengapa harus saya... dan yang terakhir kalo saya nggak lakukan memang apa akibatnya..... hmmm
Pertanyaan terbesar dari anak (anak kedua) yang saya ingat adalah saat saya menyampaikan jika selepas TK dia akan bersekolah di SD yang sama dengan kakaknya, sebuah SD Islam Terpadu. Pertanyaan dia saat itu bukan nanti dibelikan tas dan sepatu baru atau tidak ? tapi "mengapa aku harus sekolah di sana?" Saya waktu itu menjawab asal saja pertanyaan anak usia 5 tahun 3 bulan itu "biar nanti kalo nganter ke sekolah satu tujuan dengan kakak, jadi bisa sekalian". "Kalo biar sama tujuannya, kenapa nggak di SD Negeri itu aja, kan sebelahan sama sekolah kakak ? Kalo di SD itu kan aku pulangnya cepet, gratis lagi... mamah jadi nggak usah bayar sekolah, kan ??. Nando (temennya) juga sekolah di sana kok, mah ?" tanyanya lagi. "Sekolah di tempat kakak itu bagus, Dek. Yah pokok nya mamah maunya adek sekolah di sana ?" Kata saya berusaha mengakhiri perdebatan. "Kalo SD Negeri itu nggak bagus kok mamah dulu sekolah di sana ? Berarti mamah kurang bagus donk !!!" tanya lagi dia.
Maaakkkk nih bocah ...."bukan SD Negeri nggak bagus, bagussss.... tapi mamah pingin adek jadi anak yang paham agama" jawab saya. Sebelum dia sempet menarik nafas siap-siap untuk memberondong saya dengan basoka yang berisi ribuan pertanyaan, saya jelaskan lagi "mamah pingin adek dapet porsi belajar agamanya lebih banyak... Mamah pingin adek bisa mengaji, shalatnya bener, akhlaknya juga baik, lebih baik dari mamah dan papah. Percaya deh sama mamah kalo nanti adek sudah besar akan malu kalo nggak bisa ngaji, apalagi adek anak laki-laki. Laki-laki itu akan jadi pemimpin keluarga kelak, akan jadi imam shalat. Masa imam shalat nggak bisa ngaji ? malu lah.... Mamah sama papah ini kan dua-duanya bekerja, waktunya sama adek lebih sedikit dibandingkan waktu mamah atau papah kecil sama eyang dulu. Memang sih kewajiban mamah sebenernya mendampingi dan mendidik adek, cuma faktanya kan sekarang kondisinya berbeda dengan dulu waktu mamah kecil". (Bahasanya aneh nggak sih buat anak umur 5 tahun ?? Hehehe iya sih... biar ajalah... ) Dia diam.... nggak tau paham apa nggak... tapi trus bilang "ya udah deh". Kalo dia sudah bilang 'Ya udah deh' itu tandanya dia setuju dengan pendapat saya... byyuuuhh akhirnya #lapkeringet
Di sisi lain, pada dunia orang dewasa beberapa hari belakangan berseliweran ajakan, anjuran, dan saran untuk ikutan Amnesti Pajak. Meski saya orang pajak tapi jujur saja mungkin saya tidak lebih tau dari kamu, taunya cuma sedikit ... secuil ... tapi karena taunya secuil trus saya jadi penasaran kenapa sih harus ikut Amnesti Pajak ?? Memang apa untungnya buat saya ?? Trus kalo saya nggak mau ikut memangnya kenapa ??
ERA KETERBUKAAN SEGERA TIBA
Pemerintah akan segera membuka data-data pajak termasuk transaksi keuangan dan perbankan kepada negara-negara G20 paling lambat tahun 2018. Rencana ini telah menjadi salah satu kesepakatan dalam Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) G20. Pertukaran data secara otomatis atau dalam bahasa kerennya Automatic Exchange of Information (AEoI) ini akan dilaksanakan serempak oleh negara-negara G20 (total 79 negara, 57 negara akan melaksanakan di 2017 dan 40 negara di 2018 -- Indonesia termasuk di dalamnya) bersama Organization of Economic Co-operation Development (OECD).
Bahkan dengan Amerika Serikat pertukaran informasi perpajakan akan dilakukan lebih cepat yaitu pada September 2017, meliputi data transaksi keuangan yang meliputi perbankan dan non perbankan. Amerika Serikat adalah negara yang mensponsori Foreign Account Tax Compliance Act (FATCA).
Kesepakatan pertukaran data perbankan ini akan dilakukan melalui Common Reporting Standard (CRS).
Kalau sudah ada pertukaran data perpajakan antar negara gini trus cemana lah bisa sembunyikan harta, ya nggak bisa lagi .... semuanya akan transparan setranspran kaca jendela nako di rumah saya.
Ah paling cuma bohong ...
Nggak, ini serius... nggak percaya ??
Saat ini langkah ke arah sana sudah dilakukan, karena Menteri Keuangan sudah mengeluarkan PMK-125/PMK.010/2015 tentang Tata Cara Pertukaran Informasi tanggal 7 Juli 2015.
http://m.kontan.co.id/news/data-perbankan-terbuka-mulai-2017
Soal pentingnya transparansi ini bukan dalam rangka gaya-gayaan biar dibilang ngtren dan nggak ketinggalan jaman dengan negara lain, tapi karena kita sudah jengah... Seluruh dunia jengah sama kelakuan para pengemplang pajak. Problem adanya orang-orang yang menghindar pajak dialami oleh banyak negara, bukan cuma Indonesia bahkan negara-negara maju kaya Amerika pun ngerasain. Jadi semua negara sekarang tentu ingin "merebut" hak pemajakannya. Masa cari makan dan memanfaatkan fasilitasnya di sini, uangnya disimpen dan bayar pajaknya di tetangga. Atau meski simpen hartanya di sini nggak tau atau pura-pura nggak tau kalo harus bayar pajak. Nggak asik ah !!
Setelah sumber daya alam menipis, sebagai sumber pembiayaan pembangunan bangsa tentu pajak adalah sumber pembiayaan yang paling mandiri. Bahkan negara kaya minyak sekali pun, kini mulai melirik untuk menerapkan pajak di negaranya
http://m.detik.com/finance/read/2016/04/26/133817/3196876/1034/hilangkan-ketergantungan-minyak-arab-saudi-terapkan-pajak-barang-mewah
Jadi menurut saya, mengapa Amnesti Pajak perlu dilakukan sekarang sebetulnya adalah bentuk rasa sayang negara pada rakyatnya, sebagai media untuk saling 'nasehat menasehati' juga, agar bersama-sama dapat menjalani hidup yang lebih baik ke depan.
Jika timbul pertanyaan mengapa mesti 'dihukum' dengan harus membayar uang tebusan, atau pada klausul siap-siap saja buat yang ketahuan menyembunyikan harta maka harta yang ketahuan akan dianggap sebagai penghasilan di tahun itu dan ditagih pajaknya, begitu pula pada yang main-main dan masih menyembunyikan harta meski mengikuti Amnesti Pajak bakal kena sanksi 200%... (soalnya enak aja, dah dapet fasilitas penghapusan sanksi, nggak kena periksa, sampai pidana pajaknya dihapus tapi Amnesty Pajaknya main-main), saya sih percaya bahwa negara tidak pernah berniat mengambil keuntungan dari 'menghukum' rakyatnya.... yang dilakukan semata-mata adalah upaya untuk menjaga norma-norma.
----- ketika setahun yang lalu KRL Bekasi - Kota berjalan sesuai jadwal tepat pukul 06.00 wib pagi, meninggalkan seorang gadis cantik yang berlari bak seorang sprinter di sepanjang peron Stasiun Klender Baru sampai hak sepatunya patah pas pukul 06.05 wib, bukan karena masinisnya kejam dan nggak berdesir pada kibasan rambut panjang hitam dan lambaian manjanya kala itu ..... tapi karena sang masinis menghargai seorang anak kecil dengan tas ransel di pundak dan tas bekal makan pagi yang ia peluk erat-erat sejak pukul 05.30 wib, terkantuk-kantuk duduk sendirian di pojok stasiun ... tiba-tiba terbangun oleh gelak tawa roda yang sedang bersenda gurau dengan rel, lalu berjalan sigap memasuki rangkaian gerbongnya pukul 05.59 wib ------
-------- karena waktu terlalu lelah menunggu mereka yang tak mau ---------
Suatu malam saat ibu dan anak kedua sedang berduaan, tiba-tiba sang anak berkata "untung dulu mamah sekolahin aku di sekolah kakak. Aku jadi bisa ngaji, temen-temen aku banyak yang nggak bisa ngaji... yang nggak bisa ngaji tiap hari orang tuanya bergiliran dipanggil ke sekolah trus dimarahin sama guru agama 'kenapa anaknya nggak diajarin ngaji sejak kecil !!!' Malu ya mah kalo sampe gitu..." Saya cuma menarik nafas panjang tanda syukur. Rupanya percakapan sembilan tahun yang lalu masih dia rekam dan lebih lagi dia paham dengan apa yang saya maksud meski dalam perspektif yang paling sederhana yaitu "malu", hingga saya pada hari ini nggak perlu lagi bicara "MAMAH BILANG JUGA APA ..... "
#funtax
#enjoyamnestipajak
24 juli 2016
Masih dari tempat yang sama, Pontianak
Tuti Ismail
About
Tuti Ismail
-
tax officer, a mother